Jangan menangis terus, jangan terlalu lama menyalahkan dirimu, tapi jangan lupakan apa yang telah terjadi
~Bayazid~
Chaca menarik nafas lega ketika malam itu juga ia bisa kembali ke rumahnya tanpa harus menginap di bangsal pesakitan. Baginya di rumah lebih nyaman ketimbang ranjang pesakitan tersebut. Lagipula, besok ada Ayaz yang akan menjaganya karena sedang tidak ada jadwal kuliah.
.
.
."Ka Chacha!" Panggil seseorang dengan suaranya yang khas anak kecil. Sang empu nama pun menengok ke sumber suara dan melihat Lala tersenyum senang dengan seragam sekolah yang ia kenakan.
"Kaka, Lala berangkat sekolah dulu ya!" Ujarnya sambil menyalami Chacha yang masih terbaring lemah di kasurnya itu.
"Yaudah... Hati-hati yaa... Inget kalau dipalakin lagi, Lala harus lapor yaaa.. kan kaka ga bisa jagain Lala hari ini." Pesan Chacha yang dijawab anggukan oleh Lala. Ia keluar dari kamar Chacha dan berangkat sekolah.
.
.
.
Di tempat lain, entah Syamil ataupun Nabila merasa ada yang mengganjal. Mereka tidak tahu apa yang mereka khawatirkan. Tetapi pikirannya terus menuju pada Chacha. Syamil menghubungi Ayaz yang sedang berada di rumah dan menjaga Chacha."Assalamualaikum.. Ayaz, ini papa. Gimana keadaan Chacha?" Tanya Syamil to the point.
"Waalaikumsalam.. Chacha baik-baik aja kok, pa. Emang kenapa sih? Kayak panik banget!" Tanya Ayaz yang disambut helaan nafas lega dari lawan bicaranya.
"Gak tau kenapa, papa khawatir banget sama Chacha. Seperti sesuatu akan terjadi. Tapi enggak tahu seperti apa!" Jawab Syamil yang membuat Ayaz sedikit panik.
"Berdo'a aja lah pa, sekarang. Kita gak tau apa yang akan terjadi nanti. Semoga yang papa khawatirkan gak terjadi." Ujar Ayaz yang disetujui sama Syamil.
"Kalau ada apa-apa sama Chacha, segera hubungi kami ya? Assalamualaikum." Pinta Syamillangsung menutup sambungan telepon selulernya.
Chacha yang tidak sengaja mendengar obrolan mereka hanya bisa berdo'a. Ia beranjak dari kasurnya untuk mengambil air wudhu. Ia ingin melaksanakan sholat dhuha yang sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari.
.
.
.
Malam begitu syahdu dan sejuk membuat kebanyakan manusia tetap melanjutkan mimpinya itu. Chacha terbangun dari tidurnya dengan rasa nyeri yang terasa sangat menyakitkan."Arghh..." Erang Chacha sembari meremas kencang dadanya. Dadanya serasa terbakar, menembus hingga punggung belakangnya. Bahkan sekedar untuk memencet bel yang disediakan pada nakasnya pun ia tak mampu.
Tak ada pilihan lain, ia tidak bisa berbuat apapun hingga kegelapan merenggut paksa kesadarannya.
.
.
.
Shalat subuh berjamaah yang biasa keluarga Al-Fathi lakukan berjalan lancar. Tapi mereka tidak melihat Chacha sejak shalat subuh dilakukan. Lala bergegas menghampiri kamar Chacha. Entah sedari kemarin perasaannya sangatlah tidak enak kala melihat Chacha"Ka Chacha, bangun!! Sholat subuh." Ujar bocah tersebut sembari mengguncangkan badan Chacha pelan, tapi tidak ada reaksi sama sekali. Ia pun langsung menangis kala bingung harus berbuat apa. Ayaz yang mendengarnya langsung menuju sumber suara.
Ia sudah menahan tangis kala ia tidak merasakan detak jantung, juga deru nafas serta keadaan anak tersebut. Bahkan, denyutan pada nadinya sangatlah lemah. Ia pun berlari keluar memanggil anggota keluarganya yang lain. Setelah itu semuanya menangis. Termasuk Lala yang paling tidak biasa menerima kenyataan pahit itu.
"Ayaz, siapin mobil! Kita ke runah sakit sekarang!" Perintah Syamil dan Ayaz langsung berlari menuju garasi. Menyiapkan mobil untuk membawa Chacha ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bersemi di Pondok Pesantren (CBPP) HIATUS
Teen FictionLale Labibah Al-Fathi. Atau disapa dengan sebutan Lala. Anak bungsu dari keluarga Al-Fathi dengan kehidupannya di pesantren. Lala mempunyai trauma. Ia takut ditinggal pergi oleh orang-orang tersayangnya. Dan kini terjadi lagi ketika orangtuanya menj...