Sebenernya iseng aja mau bikin edisi idul adha yang suasananya bener-bener beda... Jadi, have fun all
.
.
.
.
.Sedari selesainya sholat ashar berjamaah, gema takbir pada masjid yang tepat berada di asrama putri terus saja memenuhi penjuru asrama. Baik asrama putra maupun asrama putri, menggemakan suara takbir di asrama masing-masing.
Sedangkan Dika dan Lala, mereka tetap sibuk pada kegiatan dan asrama masing-masing. Lala sudah sibuk menyiapkan acara untuk acara obor dan takbiran keliling nanti malam. Begitupun dengan Dika yang sudah sibuk kesana kemari untuk mencari obor inventaris dan membeli minyak tanah.
Tetapi, satu hal yang dilupakan oleh Dika. Nasihat kedua orang tuanya, Rayyan, Lala, serta Rivat yang mengetahui kondisi kesehatannya.
.
.
.
Adzan maghrib sudah dikumandangkan. Semuanya berbuka guna mengakhiri puasa arafah. Bahkan Lala sendiri hanya sedikit makan karena ia berniat membelanjakan uangnya saat bazar nanti.
Tetapi agaknya Lala sedikit kecewa. Biasanya, hari kamis adalah jadwal adzan Dika, terlebih saat adzan maghrib. Entahlah, perasaan Lala sedikit khawatir dengan lelaki itu.
Sedangkan di kamar yang luasnya hanya tiga kali enam tersebut, Dika sedang menetralkan debaran jantungnya yang bertalu dengan cepat dan kencang. Mungkin ini akibat ia tak menuruti ucapan Rayyan yang menyuruhnya beristirahat sore hari dan kelelahan ketika menyeledaikan tugas.
"Kan udah gua bilang, istirahat! Napa sih, dibilangin ngeyel banget?" Dumel Rayyan dengan rasa sebal yang menurun drastis kala Dika sudah memukuli area dadanya tersebut dengan kencang. Sesekali meremasnya. Bahkan warna bibirnya sudah berganti menjadi biru keunguan.
"Jangan dipukul!" Rayyan lantas memasukkan beberapa pil sekaligus yang langsung ditelan Dika tanpa bantuan air. Lantas mengurut dada lelaki tersebut ketika dilihatnya masih meremas dadanya. Sungguh, Rayyan tak tega melihat adiknya seperti ini. Oh, dan tolong ingatkan Rayyan untuk mengomeli adiknya tersebut ketika keadaannya membaik.
Rayyan sungguh bersyukur kali ini. Nafas Dika sedikit mulai normal. Walaupun tarikan nafasnya masih agak berat. Setidaknya, benda sekepal tangan tersebut tak bertalu sekeras tadi.
Di kondisi seperti ini, Rayyan sangat khawatir. Terlebih sedari tadi Dika suka tidak menuruti perintahnya untuk memakai masker mulut guna menghindari penyebaran virus. Tak tahukah bahwa ia takut kehilangan Dika?
.
.
.
Jika pada biasanya, seluruh santriwan maupun santriwati akan berkeliling hingga keluar pesantren, kini mereka hanya bisa mengitari sekitar asrama. Lalu berlanjut takbiran di aula asrama masing-masing. Masjid? Tentu saja tetap menggemakan takbir dari para ustadz.
Mau tidak mau Dika harus memakai masker oksigen agar pernafasannya lancar. Sejujurnya ia ingin ke aula, dan ikut takbir keliling sembari merekam momen yang hanya ada satu tahun sekali. Tetapi sayang, kondisinya tidak memungkinkan.
"Gak usah mikir macem-macem!" Tatap Rayyan dengan galaknya. Sedangkan Dika hanya menatapnya sendu. Rayyan peka bahwa adiknya tak bisa diam, dan ingin mengikuti takbiran tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bersemi di Pondok Pesantren (CBPP) HIATUS
Teen FictionLale Labibah Al-Fathi. Atau disapa dengan sebutan Lala. Anak bungsu dari keluarga Al-Fathi dengan kehidupannya di pesantren. Lala mempunyai trauma. Ia takut ditinggal pergi oleh orang-orang tersayangnya. Dan kini terjadi lagi ketika orangtuanya menj...