first meet

1.7K 63 2
                                    

Jangan terlalu membenci sesuatu.
Juga jangan terlalu mencintai sesuatu.
Karena bisa jadi suatu saat nanti kau akan membenci apa yang kau cintai dan mencintai apa yang kau benci saat ini.


Tak terasa, sudah satu setengah tahun Lala hidup di pesantren. Yang artinya ia telah kelas empat TMI. Kini saatnya ia menjadi panitia. Kepanitiaan pertama yang entah akan berkesan baginya atau tidak. Tapi yang jelas untuk kepanitiaan pertamanya, ia menjadi seorang sekretaris. Dan artinya, ia harus banyak komunikasi dengan beberapa santriwan untuk sebuah acara.

"La, ente hari ini mau ke asrama putra ga?" Tanya Alika, yang pastinya ia juga ingin ikut karena ada beberapa kepentingan untuk persiapan lomba.

"Ngapain ke asrama mereka? Tar kan mau kumpul per bagian di masjid jami'!" Jawab Lala yang masih sibuk dengan buku catatan di tangannya. Alika yang mendengar nada dingin tapi santai dari Lala langsung bungkam dan menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

*Asrama mereka tidak menyatu. Tapi bersebrangan. Dan letak masjid ada di asrama putri.*

.

.

.

Ini adalah kumpul pertama mereka dengan santriwan setelah terbentuknya kepanitiaan. Di depan, tepatnya di barisan putri, telah ada beberapa ustadzah diantara ustadzah Ayana Safitri dan ustadzah-ustadzah lainnya. Sedangkan di barisan putra telah ada ustadz Zaki, ustadz Umar, dan beberapa ustadz lainnya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!" Mulai ustadz Zaki yang dijawab oleh semua panitia dan pembimbing yang kumpul pada malam itu.

"Kalian semua udah tau kan, kalo malam ini adalah kumpul untuk membahas kepanitiaan?" Tanya ustadz Zaki yang serentak dijawab anggukan oleh semuanya.

"Baiklah, kalo begitu langsung aja!" Ujar beliau yang langsung turun dari mimbar dan berbaur dengan santriwan yang lain.

.

.

.

Bagi Lala, ini adalah keberuntungannya di kali pertamanya dalam kepanitiaan. Karena apa? Karena pembimbingnya adalah ustadzah Aya, kakak kelas sekaligus tour guidenya saat mengunjungi pesantren.

Lala yang masih membaca tugas yang biasa dilakukan seorang sekretaris saat acara harus terhenti oleh tepukan pelan kelewat halus Rania. Awalnya, Lala tidak memperdulikan tepukan tersebut, tapi lagi-lagi ia terganggu oleh tepukan Rania pada lengannya dan lebih keras dari sebelumnya.

"Appeda!" Teriak gua spontan yang membuat Rania langsung membekap mulut Lala. Sedangkan sang pelaku langsung menatap Rania datar dan mulai serius. Daripada ditertawakan, lebih baik diam seakan tidak terjadi apapun.

.

.

.

"Jadi tugas kalian adalah, minta data ustadz dan ustadzah single daan yang sudah menikah ke bagian humas, lalu tanya ke semua bagian, barang apa saja yang dibutuhkan selama acara ini berlangsung, dan buat surat izin, surat undangan, ....." terang ustadzah Aya.

*hubungan masyarakat*

"Ustadzah, kita udah minta data ustadzah yang single dan yang sudah menikah!" Seru Lala sembari mencatat dan mencentang apa yang sudah dikerjakannya.

"Berarti putra belum ngapa-ngapain?" Tanya ustadz Zaki yang dijawab anggukan oleh mereka. 

Lala melihat kedua santriwan tersebut. Tapi ia sungguh kesal melihat santriwan yang sangat cuek dan seolah tidak peduli dengan tanggung jawabnya. Dan Lala menjulukinya manusia es.

Cinta Bersemi di Pondok Pesantren (CBPP) HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang