Ujian itu ada dua jenis: ujian kehidupan dan ujian sekolah.
Seseorang akan dianggap lulus dari ujian sekolah jika bisa mendapatkan angka besar di secarik kertas, bagaimanpun caranya ia dapatkan.
Dan....
Seseorang akan dianggap berhasil menghadapi ujian kehidupan ketika ia mampu berdiri tegak tanpa bantuan orang lain. Walaupun dengan kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya.
Karena... Tidak semua orang mampu melakukannya!
UAS? Seriusan? Cepet sekali! Rasanya baru aja selesai laporan acara LT. Sekarang sudah dihadapkan dengan ujian saja. Lala yakin ia bisa mendapatkan nilai bagus. Walaupun keluarganya tak mempermasalahkan hasil. Tetapi tetap saja, ada rasa ingin mendapat nilai dengan predikat terbaik dalam diri Lala.Esok; hari Sabtu, adalah hari pertama mereka ujian kenaikan kelas. Malamnya, mereka harus membawa buku cetak serta catatan mereka untuk mereka pelajari. Sebagian santri serius dengan buku yang ada di hadapannya. Tetapi, ada juga beberapa santri yang justru terlihat santai dan mengantuk saat jam belajar. Seperti tidak serius menghadapi ujian. Padahal ini adalah penentu apakah mereka dapat naik ke tingkat selanjutnya atau justru tinggal di tingkat yang sama. Dan yang pasti, Lala tidak mau tertinggal oleh teman-temannya. Ia yakin apa yang ia tanam, itulah yang ia tuai. Jadi, Lala akan berusaha mendapatkannya. Walaupun itu cukup sulit, setidaknya ia masih bisa menggunakan akalnya untuk memahami semua pelajaran yang ia baca. Ia yakin ia bisa. Karena tidak ada orang yang tidak bisa. Hanya si pemalas lah yang selalu mengatakan bahwa dirinya tidak bisa.
.
.
.
Di lain tempat, Dika tetap membaca buku catatannya walaupun ia sangat pusing. Bukan pusing karena tidak mengerti, tetapi pusing karena anemianya kambuh disaat waktu yang tidak tepat. Dimana ia harus menghafal dan memahami pelajaran itu.
"Dik!" Tepuk seseorang yang membuatnya berhenti lalu menengok kearah si orang yang menepuk pundaknya tadi. Ternyata ia adalah sang kakak. Siapa lagi kalau bukan Rayyan?
"Kalau sakit ga usah dipaksa!" Ujar sang kakak lalu memapahnya agar sedikit menjauh dari para santriwan lainnya. Tapi Dika menghempaskan tangan Rayyan dan kembali ke tempatnya semula dengan langkah pelan. Ia tidak mau terlihat lemah di hadapan teman-temannya, terlebih di depan adik kelasnya maupun kaka kelasnya. Terlahir dengan penyakit seperti ini membuat kebebasan Dika terbatas. Terkadang, ia mengutuk dirinya sendiri yang lemah. Dengan sisa kekuatannya, dan juga waktu yang menunjukkan pukul 21:20, berarti waktu belajar malam akan selesai. Dengan gerakan perlahan, ia membuka lembaran buku cetaknya satu per satu. Memaksa tulisan-tulisan itu agar masuk ke dalam ingatannya. Rayyan yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya. Adiknya yang keras kepala, tsundere, swag; entah dengan kata apalagi untuk menggambarkan sosok adiknya yang satu ini.
"Ayyuhal Ikhwan. Alwaqtu intaha!" Ujar seseorang dari arah mimbar yang membuat semua santriwan berkumpul di depan mimbar. Tak lupa mereka berdoa agar apa yang telah dipelajari tidak mudah terlupakan. Ibarat sebuah flashdisk, yang menyimpan semua data dan dijaga agar tidak begitu saja memori didalamnya. Itulah penggambaran yang cocok untuk mereka.
*wahai saudara-saudara, waktu telah selesai.*
.
.
.
Hari Sabtu, adalah hari pertama semua santriwan dan santriwati Daarut Tauhid melaksanakan ujian kenaikan kelas. Entah mengapa Lala tidak terlalu bersemangat dengan ujian kali ini. Seperti ada yang mengganjal di dalam hatinya. Tapi tidak tahu apa yang membuatnya terganggu.
Sedangkan di asrama putra, Dika terlihat pucat sekali. Kulitnya yang putih seputih salju pun menampakkan bahwa dirinya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Begitu juga dengan bibir merah maroonnya pun berubah warna menjadi biru keunguan. Rayyan yang kedapatan mengawas di ruangan hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia pun melihat Dika yang sangat pucat. Tidak seperti biasanya. Seperti aura tsundere-nya hilang entah kemana. Dan kali ini ia harus memaksanya untuk istirahat. Dan ia tidak menerima penolakan apapun dari Dika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bersemi di Pondok Pesantren (CBPP) HIATUS
Teen FictionLale Labibah Al-Fathi. Atau disapa dengan sebutan Lala. Anak bungsu dari keluarga Al-Fathi dengan kehidupannya di pesantren. Lala mempunyai trauma. Ia takut ditinggal pergi oleh orang-orang tersayangnya. Dan kini terjadi lagi ketika orangtuanya menj...