Memang sudah tradisi jika setiap acara yang diselenggarakan di pondok pesantren akan dipanitiai oleh siswa kelas XI MA —dan secara bergilir antara pusat dan cabang. Bukan hanya pesantren yang Lala tempati, tetapi dari pesantren pusat dan cabang pun akan mengirimkan perwakilan untuk lomba. Dan Lala hanya ber oh ria kala diberi tahu bahwa semua peserta sudah tiba. Ya, tak ada pengaruh juga untuknya. Toh, dia bukan bagian dari panitia perlombaan atau acara atau bagian panitia yang penting. Ia sedang menikmati menjadi bagian bazaar. Dan untungnya juga, ia yang jaga stand. Kalau disuruh memasak, Lala lebih memilih mengibarkan bendera putih.
Kenapa? Ya, tidak apa-apa. Tak suka aja dengan memasak. Tetapi suka makan.
"Ana izin, ya. Mau ke tempat lomba," izin Lala lantas bangkit dari tempat duduknya.
Sebenarnya Lala tak punya tujuan. Hanya saja ia terlampau bosan hanya diam di stand bazar. Bukannya berjalan-jalan sore lebih baik sekedar menghilangkan penat?
"Dika?" gumam Lala ketika melihat salah satu ustadz bersama Dika. Yang Lala lihat, Dika hanya sedang berbicara dengan ustadz tersebut. Entah, mungkin ingin berkunjung kepada Biro Humas yang kebetulan rumahnya di sekitar asrama santri putri.
"Wartel sepi," gumam Lala dengan semangat dan langsung berlari ke sana.
.
.
.
Empat hari jika dijalani dengan baik memang terasa cepat dan biasa saja. Walaupun harus kehilangan tidur siang, itu bukan masalah. Tetapi kali ini adalah sebuah masalah untuk Lala.Padahal ia meminta Orkhan atau Ayaz untuk mengantarkan camilan dan kebutuhannya. Tetapi kenapa mereka tidak datang?
"Lala, ada yang cari ente," ujar salah satu temannya membuat Lala tersenyum senang. Memang, setelah panas-panasan karena acara penutupan adalah kebahagiaan sendiri ketika ada yang mengunjunginya.
"Di mana?" tanya Lala semangat.
"Di wisma. Tapi, kayak bukan mama ente," jawab temannya membuat Lala mengerutkan kening.
"Oh, oke, deh. Syukran infonya," balas Lala. Walaupun tetap saja Lala penasaran siapa yang mendatanginya.
Lala bergegas ke wisma dan melihat siapa yang mengunjunginya. "Yang mana? Rame banget," gumam Lala.
"Lala," panggil ibu tersebut.
"Lho, kok, mamanya Dika?" kaget Lala ketika melihat Dika juga ada di situ.
Lala ragu ingin menghampirinya. Tetapi gadis kecil yang ia kenal sebagai adiknya Dika menariknya untuk berkumpul bersama mereka.
"Kenapa, La?" tanya mamanya Dika ketika melihat Dika maupun Lala tegang.
"Ah, enggak apa-apa tante," jawabnya.
Tidak tenang? Tentu saja. Kalau mereka kena hukuman lagi bagaimana?
Dan tanpa keduanya sadari, satu pasang mata menatapnya tajam dan pergi setelahnya dengan senyum misterius
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Welcome back for me...
Udah lama juga, ya...
Satu tahun lalu up cuma revisi :)
Enggak tau kenapa aku kayak enggak ngerasa feel lagi sama cerita ini.. Hu hu.. Maaf ya..But, terima kasih banget yang udah dukung cerita aku —entah vote atau jadi reading list kalian— padahal aku hiatus satu tahun lebih..
Aku enggak tau akan lanjut lagi cerita ini atau enggak.. Tapi aku akan hadir dalam cerita baru..
It's not islamic, but universal.. Enggak tau aja, aku lebih dapat feel-nya pas nulis cerita yang buat umum..
Tapi sekali lagi terima kasih yang mendukung Lala-Dika sampai saat ini.. Nantikan cerita baruku, ya..
Aku usahakan akan lanjut cerita ini.. Sekali lagi, terima kasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bersemi di Pondok Pesantren (CBPP) HIATUS
Teen FictionLale Labibah Al-Fathi. Atau disapa dengan sebutan Lala. Anak bungsu dari keluarga Al-Fathi dengan kehidupannya di pesantren. Lala mempunyai trauma. Ia takut ditinggal pergi oleh orang-orang tersayangnya. Dan kini terjadi lagi ketika orangtuanya menj...