Nyatanya, izin dengan alasan membawa Dika berobat di luar UKP sangatlah sulit. Bahkan sekalipun sudah menghadap ustad Adam, mereka hanya mendapat izin selama empat jam. Hei, mana ada pemeriksaan kesehatan secara intensif -terlebih penyakit dalam- hanya dengan empat jam? Belum perjalanannya menuju rumah sakit. Pastilah memakan waktu sekitar satu jam; jika tidak ada hambatan.
Lepas setelah sholat jum'at, Rayyan, Dika, serta dokter Adhi langsung bergegas menuju salah satu rumah sakit swasta yang cukup mumpuni. Tentu mereka tidak menaiki angkutan umum yang bahkan berjalan dengan ugal-ugalan. Mereka tidak ingin mengambil resiko akan keadaan Dika.
"Lala, Chika, tolong sampaikan pada bagian kesehatan santri putri, saya tidak melayani UKP untuk hari ini."
Baik Lala maupun Chika hanya mengangguk paham. Beberapa saat, netra Lala bertemu dengan netra sayu Dika. Lantas tersenyum. Setidaknya, Lala bersyukur jika Dika akhirnya bersedia menjalankan check-up setiap dua minggu sekali. Walaupun awalnya dibumbui dengan perdebatan Rayyan dan Lala vs Dika. Itupun setelah ancaman 'cepu' dilayangkan Rayyan.
.
.
.
Perjalanan dari pesantren menuju rumah sakit memakan waktu satu jam. Dan Dika langsung didaftarkan di resepsionis dengan data 'check-up'. Beruntungnya pula, bahwa dokter spesialis jantung di rumah sakit tersebut sedang sepi. Lantas, Dika dan Rayyan serta dokter Adhi memasuki ruang tersebut.
Dika mulai melakukan serangkaian check-up. Mulai dari tread mil hingga CT-scan. Dan dari sekian rangkaian check-up, Dika paling membenci jika harus melakukan tread mil. Padahal baru berlangsung lima menit, tetapi dirinya sudah tidak kuat. Terlebih ketika oksigen perlahan menjauhinya. Bahkan tubuh yang dilapisi oleh kain berbahan ringan tersebut sudah lepek oleh keringat dinginnya. Padahal suhu di ruangan tersebut cukup sejuk untuk dirasa yang lainnya. Dokter Adhi dan dokter Siska melambatkan tread mil hingga benar-benar berhenti. Lantas membaringkan tubuh Dika yang lelah pada ranjang yang tersedia di ruangan tersebut.
"Mari kita lakukan CT-scan." Ajak dokter Siska sembari membenahi kursi roda yang memang sudah siap sedia di ruangannya. Rayyan dengan sigap membantu Dika untuk beranjak dari ranjang pesakitan tersebut.
.
.
.
"Hasilnya dapat diambil sekitar dua atau tiga hari. Nanti akan saya kabarkan melalui dokter Adhi." Ujar dokter Siska sembari menyunggingkan senyum kepada ketiganya. Lantas berlalu meninggalkan ketiga insan satu gender tersebut.
"Dik, kuat jalan gak?" Mengalihkan pandangan guna menatap wajah adik laki-lakinya tersebut. Tampak pucat dan tak ada rona sama sekali yang menghiasi air wajahnya. Bahkan surai hitam kecoklatan miliknya sangatlah lepek. Menandakan bahwa keadaannya masih belum membaik.
"Gua gendong, deh ya?" Tawar Rayyan yang tak dapat respon sama sekali oleh Dika. Bagaimana ia hendak menjawab, ketika mengeluarkan suara atau menggelengkan kepalanya lirih saja sudah membuatnya kepayahan. Seakan sedang lari marathon.
"Ya sudah, kamu gendong saja, Ray. Sepertinya adikmu masih sangat lemas." Putus dokter Adhi yang diangguki mantap oleh Rayyan. Hinnga di mobil, Rayyan membiarkan lelaki beda tiga tahun tersebut untuk mengistirahatkan diri sejenak. Rayyan terlampau paham dengan keadaan adiknya tersebut. Bagaimana ruang geraknya sedikit terbatasi oleh penyakit hemofilia yang diidapnya sejak kecil. Ditambah dengan jantung yang bermasalah kala menginjak remaja. Semakin berkurang saja ruang geraknya. Dan untungnya, Dika tetap mampu bertahan hingga saat ini. Itulah yang diharapkan oleh semua orang yang mengenal betul keadaan Dika.
.
.
.
Dika merasa lega ketika sesak yang ia rasakan tadi berkurang. Ditambah, kini mereka telah tiba di asrama. Dan itu cukup lega karena ia langsung membaringkan tubuhnya pada kasur.
"Istirahat! Jangan mikirin yang lain dulu." Setelah menyuruhnya istirahat, Rayyan lantas meninggalkannya dalam keheningan ruangan tersebut.
.
.
.
.
.
.
Assalamualaikum yeorobun...
Maaf aku baru up sekarang.. Karena tugasku lagi numpuk, jadi aku sedikit lambat untuk update ceritanya Dika-Lala...Maaf juga kalau part ini sedikit.. Awalnya udah kesusun, karena ditinggal nugas malah lupa.. Jadi kayak sedikit dipaksakan.. Tapi gak papa ya.. Semoga aja ceritanya nyambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bersemi di Pondok Pesantren (CBPP) HIATUS
Teen FictionLale Labibah Al-Fathi. Atau disapa dengan sebutan Lala. Anak bungsu dari keluarga Al-Fathi dengan kehidupannya di pesantren. Lala mempunyai trauma. Ia takut ditinggal pergi oleh orang-orang tersayangnya. Dan kini terjadi lagi ketika orangtuanya menj...