Dika is called you...
Lala pun langsung mengangkatnya. Tak mempedulikan kalau disana ia tidak sendirian. Masih ada kedua abangnya yang menjenguknya.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam. La, kek nya gua ga bisa kalo laporan besok!" Ujar Dika langsung. Dengan suaranya yang sedikit serak dan agak lemah, ia langsung to the point.
"Lu, kenapa?" Tanya Lala mulai khawatir. Pasalnya, ini adalah pertama kalinya ia mendengar suara Dika seperti itu.
"Ga tau!! Intinya... badan gua... lemes, terus,.. kepala gua,.. juga sakit!! Laporan belum... kelar juga, sedangkan Reefat... baru aja pulang.. tadi siang." Jelas Dika pelan dan lirih. Nafasnya juga tersengal. Lala diam. Bingung apalagi yang ingin ia bahas. Daripada canggung, ia memiliki untuk tetap fokus pada laporan yang masih dibuatnya. Walaupun sambungan telepon belum terputus.
"Oh yaudah, gua juga belum selesai! Mungkin besok baru gua print!! Ehmmm..... Gws yaaa! Assalamualaikum." Ujar Lala lalu memutus sambungan telepon mereka.
.
.
.
Dika hanya bisa berbaring di ranjang milik Rayyan karena kepalanya masih sangat sakit dan nafasnya sesak. Sedangkan Rayyan juga belum kembali. Entah dimana, yang jelas Dika sudah tidak mempunyai tenaga untuk menghubunginya.
"Assalamualaikum, Dik! Sorry ya gua baliknya lama. Ada wali santri yang ngajak gua ngobrol tadi!" Ujarnya lalu meletakkan sebungkus makanan di meja kecil miliknya. Meja serbaguna.
"Butuh nasal canula ga?" Tanyanya lagi. Sontak gelengan pun sudah didapat dari Dika
"Ya udah! Jan berisik!" Ujar Dika lirih masih sambil memejamkan matanya. Dadanya naik turun tak beraturan. Rayyan kembali memegang kening Dika dan kaget ketika suhu tubuh Dika meningkat.
"Ya udah lu makan dulu ya, untung masih hangat makanannya!" Perintah Rayyan lalu menyuapi pelan ke mulut Dika. Dika hanya diam menerima makanan yang diberikan Rayyan. Bagaimanapun enaknya makanan itu, tetap saja akan terasa tawar di lidahnya. Ia tetap ingin menghargai usaha Rayyan yang sudah bersusah payah untuknya.
.
.
.
"Dek, tadi siapa yang telpon?" Tanya Ayaz menyelidik dengan dingin. Ia khawatir kalau adik bungsunya itu mempunyai pacar, atau menyukai seseorang. Ia tidak ingin prestasi adiknya itu menurun.
"Teman!!" Jawab Lala yang tak kalah dingin dari Ayaz. Ayaz mulai menatapnya tajam dan dingin. Sedangkan Lala yang mengetahui bahwa abangnya itu mulai memberikan tatapan membunuhnya, ia memberikan tatapan datarnya.
"Yakin teman doang?" Tanya Ayaz menyelidik lewat mata Lala. Orkhan yang mulai mengetahui keadaan mereka mencekam hanya diam. Tidak tepat jika ia bicara dalam keadaan seperti ini.
"Iya, lagian dia juga cuma ngasih tau kalo dia ga bisa laporan besok!" Jawab Lala tegas dan mantap,dan tetap menatap balik Ayaz dengan dingin, dan datar. Lala langsung mengambil hp dan headsetnya, lalu keluar dari penginapan sambil mendengarkan lagu yang didengarnya. Tanpa sadar, ia mulai mengikuti lirik lagunya.
I'm the one I should love in this world
bitnaneun nareul sojunghan nae yeonghoneul
Ijeya kkaedara so I love me
Jom bujokhaedo neomu areumdaun geoTersadar akan kehadirannya, Orkhan langsung duduk tepat disampingnya. Lala langsung memeluk Orkhan, mencari kenyamanan di pelukan Orkhan.
"Dek, ga usah diambil hati sama omongan bang Ayaz, ya!" Pinta Orkhan sambil mengelus surai Lala yang tertutupi kain hijab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bersemi di Pondok Pesantren (CBPP) HIATUS
Fiksi RemajaLale Labibah Al-Fathi. Atau disapa dengan sebutan Lala. Anak bungsu dari keluarga Al-Fathi dengan kehidupannya di pesantren. Lala mempunyai trauma. Ia takut ditinggal pergi oleh orang-orang tersayangnya. Dan kini terjadi lagi ketika orangtuanya menj...