Kadang memang seperti itu, merasa tidak melakukan kesalahan tapi selalu dianggap salah atau bahkan disalahkan.
***
Author POV
Sepanjang perjalanan, banyak pertanyaan yang muncul di kepala Renaldi tentang dimana keberadaan Randy sebenarnya. Kemarin kata Gino, dia akan dipertemukan dengan Randy usai dia keluar dari rumah sakit, namun hingga saat ini dia belum juga bertemu dengan sahabatnya itu.
Sebenarnya Renaldi ingin mengajukan pertanyaan pada Gino dan juga Lili yang duduk di samping kursi kemudi, namun dia urungkan pertanyaan itu karena sedari tadi dia melihat Lili nampak gelisah. Ditambah tadi Gino sudah memperingatkan dia untuk tidak menanyakan apa-apa selama di perjalanan, alhasil di dalam mobil itu terasa sangat sunyi.
"No, ini bukan jalan ke rumah gue !" Protes Renaldi begitu sadar dengan jalan yang mereka lalui.
"Iya, kata lo mau ketemu Randy."
Belum sempat Renaldi membalas perkataan Gino, mobil Gino telah terlebih dahulu berhenti.
Gino membuka seatbealt nya, "Ayo turun."
Renaldi melihat keluar mobil, jantungnya berpacu dengan kencang, bohong jika dia bilang dia masih bisa berpositif thinking ketika melihat area sekitar, otaknya benar-benar tak dapat berpikir jernih lagi kali ini.
Dengan segala ketakutannya, dia mengikuti langkah Gino dan Lili. Hingga berhentilah mereka di sebuah makam, disana sudah ada rekan-rekan se klubnya yang nampaknya memang sudah menunggu kedatangan Renaldi.
Gino menatap Renaldi, "Gue nggak perlu jelasin banyak hal, lo bisa baca sendiri nama yang ada di nisan itu."
Pandangan Renaldi beralih ke nisan yang dimaksud Gino, hal yang sontak membuat tubuhnya terjatuh ke tanah.
Renaldi menggeleng, "Nggak ! Lo semua pada bohong kan sama gue? Bilang ini prank ! Bilang !"
Semua yang ada disana terdiam, bahkan mereka menahan air matanya agar tidak luruh, sedang pipi Lili sudah penuh dengan air mata.
Lili maju, mengelus bahu Renaldi, berusaha menyalurkan kekuatan pada lelaki itu, padahal hatinya juga sama hancurnya dengan Renaldi.
"Randy udah nggak ada Ren. Dia udah pergi ke Tuhan." Ujar Lili dengan nada pelan.
Renaldi menggeleng, "Lo apaan sih Li? Kok lo malah ikutan mereka buat ngeprank gue sih?" Ujarnya sedikit membentak.
Lili menggeleng, "Untuk hal yang satu ini, nggak mungkin gue jadiin bercandaan."
"Gue gagal jagain Randy Li, kalau aja waktu itu gue suruh Randy kabur, mungkin kejadiannya nggak akan kaya gini. Ini salah gue, semua karena gue." Lirih Renaldi.
Lili menggeleng, "Nggak Ren, lo nggak boleh salahin diri lo sendiri, ini udah takdir."
Renaldi menatap wajah Lili, "Li, lo boleh marah sama gue, harusnya gue yang mati, bukan Randy, harusnya gue yang ada di posisi dia, dia ngelindungin gue Li, gue yang harusnya mati."
Lili menggeleng lagi, "Kalaupun waktu dapat di putar, gue yakin Randy tetap akan melakukan hal yang sama Ren, dia nggak mungkin ninggalin lo sendiri ngadepin mereka."
Lili lega kali ini, setidaknya dia tau Randy pergi karena dia ingin melindungi sahabatnya, Randy tidak menjadi pengecut dengan cara kabur di akhir hayatnya, sekalipun sebenarnya dia bisa saja meninggalkan Renaldi sendiri.
Dan kini Renaldi tak mampu lagi berkata-kata, dia menangis di pelukan Lili.
"Sekarang kita doain Randy ya, dia pasti seneng kalau lo doain dia." Ajak Lili.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Kita (SELESAI)
أدب المراهقينIni adalah kisah klasik masa remaja seorang Liliana Narendra Lili selalu menggantungkan hidupnya pada orang lain, hidupnya di kelilingi oleh orang yang sangat menyayanginya. Hingga pada suatu hari, sebuah kejadian buruk terjadi, dia harus kehilangan...