32. Kembali

152 12 0
                                    

Jatuh, bangun, bahagia, luka merupakan hal yang biasa dalam hidup, namun mengapa kebanyakan dari mereka hanya menerima bahagia dan membenci luka? Bukannya keduanya diciptakan sepasang?

***

Author POV

Ariga menatap kepergian Lili, lelaki itu lantas berjalan maju mendekati tempat yang baru saja disinggahi gadis itu.

Ariga menatap nisan itu dengan penuh penyesalan, "Hay Ran, ini gue Ariga."

Ariga terduduk, meletakkan bunga di sebelah bunga yang tadi dibawa Lili, dia mulai memanjatkan doa untuk Randy.

Ini adalah kali pertama dia berkunjung ke tempat ini, bagaimanapun dia tak seberani itu untuk datang kemari, baginya kesalahannya pada Randy memang sudah sangat fatal dan tak termaafkan.

"Sorry ya Ran, sorry karena kebodohan gue udah bikin lo pergi untuk selamanya." Ariga terlihat begitu sangat menyesal disana.

"Gue tau perbuatan gue nggak termaafkan, gue tau gue udah renggut nyawa lo secara nggak langsung. Tapi yang gue denger, lo pemaaf kan Ran? Lo bakal maafin gue juga kan?" Ariga terlihat begitu putus asa.

"Apapun yang gue lakuin rasanya nggak pernah cukup buat nebus kesalahan gue, dan gue tau selamanya gue akan hidup dalam bayang-bayang pembunuhan itu Ran, itu harga yang harus gue bayar." Air mata Ariga jatuh, ini adalah kali pertama dia menangisi orang lain.

Ariga memegang nisan Randy, "Gue bakalan jagain Lili Ran, gue bakal bikin dia bahagia walau nggak sebahagia saat sama lo, setidaknya gue bakal terus mencoba."

Dia menyeka air matanya, "Gue balik ya Ran, meski gue nggak bakal sering kesini, gue nggak bakal pernah lupa buat kirim doa buat lo kok, tenang disana ya, gue balik."

Ariga berbalik, dengan langkah pelan dia meninggalkan makam Randy, orang tak bersalah yang harus meregang nyawa karena ulah tim nya yang kini telah resmi dia bubarkan.

***

Lili menatap ke depan, pandangannya tertuju pada senja yang mungkin akan menjadi senja terakhirnya di Indonesia.

Dia menghembuskan nafas kasar, berusaha menyatukan kepingan-kepingan hatinya yang telah hancur. Dia enggan menyebut orang lain atas penyebab hancurnya hatinya, dia tidak sedang mencari siapa yang salah dan siapa yang benar disini. Yang dilakukannya hanyalah mencoba berdamai, hanya itu. Dan setidaknya hanya itu yang dia butuhkan sebelum benar-benar meninggalkan negara ini.

"Semua udah berlalu, semua orang punya hak untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan." Ujarnya.

Ariga mengangguk.

"Randy bukan tipe pendendam, begitu pula dengan aku."

Lagi-lagi Ariga mengangguk, dia benar-benar kehilangan kata-kata.

"Kita sepakat dalam hal ini. Tapi aku bukan Randy yang bisa dengan mudah menerima semua yang tersaji di depan mata, untuk beberapa luka, aku memilih untuk menghindarinya, dan butuh waktu untuk dapat berdamai dengannya."

"Kamu adalah orang yang selalu sulit untuk beradaptasi, sulit berdamai dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan ingin mu." Ujar Ariga membenarkan.

Lili mengangguk lalu menatap Ariga, "Ayo ke Amerika bareng."

Ariga menoleh kaget mendengar ucapan Lili.

"Aku kesulitan untuk beradaptasi, setidaknya dengan keberadaan kamu disana, aku nggak perlu repot-repot beradaptasi."

Antara Kita (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang