24. All About Him

8.6K 366 3
                                    

BAGIAN DUA PULUH EMPAT

"Ternyata benar, setiap mendengar namamu efeknya pada jantungku tak pernah berubah. Jika dulu ada gejolak bahagia aneh yang kurasa, maka kini ada gejolak sakit yang tak bisa ku jelaskan dengan kata."

-Nata the Choco-

Jika di tanya hal apa yang paling Nata benci, mungkin cewek itu akan menjawab kesepian, kesunyian, kebisuan. Seperti yang saat ini sedang Nata hadapi.

Suasana canggung sangat meliputi dua orang yang saat ini duduk bersebelahan tanpa ada yang berbicara.

Hari kamis merupakan jadwal ekskul jurnalistik, yaitu ekstra kulikuler Lenata. Hal itu menyebabkan Nata pulang agak lambat hari ini. Tapi yang menjadi masalah, sampai saat ini Nata belum juga di jemput oleh supirnya. Padahal Nata sudah menunggu 40 menit yang lalu. Bukannya Nata tidak mau atau tidak berani untuk pulang sendiri, tetapi supirnya bersikeras untuk menyuruh Nata menunggu. Alhasil Nata dengan setia tetap menunggu supirnya.

"Percayalah, menunggu itu menyebalkan, menunggu itu membosankan, menunggu itu menyakitkan, menunggu itu butuh kesabaran." Nata terus mendumel melampiaskan rasa kesalnya. Tanpa memperdulikan ekspresi heran dari orang di sebelahnya.

"Andai aja hari ini gue gak ada kegiatan, pasti gue udah pulang cepat. Gak ada gunanya juga gue tetap di sekolah gini. Mendingan gue pulang, terus tidur. Atau namatin drama gue. Setidaknya gak berada di sekolah ini, gak ada gunanya juga kali!" Nata sengaja berujar agak kuat agar orang di sebelahnya mendengar dengan jelas. Tentu saja Nata bermaksud menyindir. Nata merasa risih, ralat, bahkan sangat risih dengan kehadiran orang itu.

"Hm, hm," Choco berdehem singkat, bermaksud mengingatkan Nata jika dia tak sendiri. Bahkan secara terang-terangan Nata menyindir Choco yang tepat berada di sebelahnya.

"Batuk? Minum baygon! Batuk hilang, nyawa melayang!" Sindir Nata lagi dengan suara pelan. Choco yang mendengar menarik satu sudut bibirnya.

Setelahnya tak ada lagi percakapan di antara keduanya. Keadaan canggung semakin menyelimuti dua orang itu. Nata melirik jam tangannya yang menunjukkan tepat pukul enam sore. Nata semakin gelisah, masalahnya hanya tinggal dia dan Choco di sekolah ini. Tapi di antara rasa gelisah yang tengah Nata rasakan, Nata juga merasa bingung, apa maksud dan tujuan Choco berada di sebelahnya. Mengapa cowok itu tidak pulang saja? Karena memang tidak ada alasan Choco untuk menetap di sekolah. Hari ini cowok itu juga tidak ada kegiatan apapun.

Tak berapa lama, setelah sekian lama menunggu, supir Nata akhirnya datang juga. Nata menghembuskan napas lega. Akhirnya dia terbebas dari Choco. Segera saja Nata menghampiri supirnya yang memparkir mobil tidak jauh dari tempat Nata duduk tadi.

Dari tempatnya, Choco terus memperhatikan Nata. Dari cewek itu memasuki mobilnya, hingga mobil itu bergerak menjauh. Choco tersenyum kecil saat mengingat keadaan canggung saat bersama Nata tadi. Mati-matian Choco menahan agar tidak mengajak Nata bicara duluan, karena jujur keadaan tadi terasa sangat asing dan tidak nyaman bagi Choco. Ingin sekali Choco rasanya menjahili cewel itu seperti biasanya. Tapi Choco tahu jika ia tak akan bisa lagi melakukan itu.

Choco tahu jika Nata pasti penasaran mengapa Choco tidak langsung pulang. Mengapa Choco malah memilih menetap dan duduk tepat di sebelah cewek itu. Alasannya hanya satu, Choco hanya ingin menunggu cewek itu di jemput hingga selamat sampai di rumah. Choco hanya tidak mau Nata menunggu seorang diri dengan kondisi sekolah yang sudah sepi.

Nata the ChocoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang