LAST PART: BAGIAN LIMA PULUH LIMA
...
-Nata the Choco-
Raut gelisah, khawatir, sedih menjadi pemandangan di luar kamar rawat inap itu. Isak tangis pun tidak dapat di sembunyikan. Semua orang yang tengah menunggu keputusan dari dalam kamar inap itu sedih. Tentu saja. Tidak ada satu orang pun yang dapat menyembunyikan raut sedihnya.
Terlihat seorang wanita paruh baya yang tampak sangat rapuh di dalam rengkuhan suaminya. Tampak juga seorang pemuda yang tak kalah sedihnya. Raut wajahnya menggambarkan perasaannya kalut saat ini. Tak baik-baik saja. Seolah ikut merasakan perjuangan adiknya di dalam sana. Perjuangan mempertaruhkan nyawa. Semoga saja tuhan berpihak dengan keinginan mereka saat ini.
Tak jauh dari situ, seorang cowok juga tampak bersandar pada sebuah bangku panjang yang terdapat di depan ruangan. Cowok yang tak lain adalah Choco. Ia berada di tengah-tengah kesedihan itu saat ini. Ikut merasakan kekhawatiran yang di selimuti rasa bersalah. Lagi dan lagi.
Kepala Choco terasa sangat berdenyut. Pandangannya pun terasa berkunang. Ia mencoba memejamkan matanya beberapa detik. Mencoba menghalau rasa pusing yang teramat itu. Tubuhnya bergetar menahan rasa gigil yang entah sejak kapan ia rasakan. Sepertinya suhu tubuhnya kembali naik. Namun ia seolah tak memperdulikan itu semua. Pikirannya terfokus pada satu nama. Satu orang yang tak henti-hentinya Choco rapalkan doa dalam hatinya saat ini.
Semua orang yang tengah menunggu di depan ruangan itu menoleh saat seorang pria berjas putih keluar dari luar ruangan. Menatap frustasi para anggota keluarga yang menunggu kabar baik keluar dari mulutnya. Tapi apa yang bisa ia lakukan saat kenyataan berbanding terbalik dengan harapan? Harapan para anggota keluarga ini, dan tentunya juga harapan ia sebagai seorang dokter.
Hening menyelimuti persekian detik. Dokter yang bername tag Rahadian itu masih bungkam. Seolah takut untuk menyampaikan sebuah kabar duka itu. Juga merasa gagal menyelamatkan sebuah nyawa. Namun apa bisa di kata? Semua sudah garisan tuhan. Ia yang hanya manusia biasa tak bisa berbuat apa-apa.
"Dok! Flara selamat kan? Dia berhasil melewati masa kristisnya kan? Dia sebentar lagi siuman, kan?" Papa Flara lebih dulu angkat bicara. Tidak dengan nada tinggi. Namun dengan nada lemah yang seolah menuntut. Membuat lidah Rahadian yang mendapat pertanyaan itu seolah kelu untuk menjawab.
Hanya gelengan yang bisa pria itu berikan untuk menjawab segala pertanyaan ia bersarang di kepala tiap orang di depannya ini. Risa, wanita yang sejak tadi histeris saat jantung anaknya di kabarkan melemah, semakin histeris mendapat gelengan itu.
"Dok, saya mohon! Selamatkan anak saya! Apa pun akan saya berikan jika kamu berhasil menyelamatkan dia. Saya mohon..."
"Maaf bu. Saya sangat minta maaf. Saya gagal menyelamatkan nyawa anak ibu. Ia sudah di panggil yang kuasa." Kata-kata itu meluncur bebas dari mulut Rahadian. Ia mencoba memberi pengertian pada Risa. Terlalu tidak tega melihat kondisi Risa yang saat ini sangat menyedihkan. Seolah Rahadian ikut merasakan. Kehilangan anak semata wayang yang teramat wanita itu sayangi tentunya tidaklah mudah.
Hingga detik selanjutnya kaki Risa tak lagi dapat menahan berat badannya. Pandangannya mengabur seiring dengan kesadarannya yang ikut hilang.
Sedangkan Choco hanya menyaksikan semua itu dalam diam. Kakinya juga terlalu lemas untuk sekedar berdiri. Ia masih diam di posisinya. Tak jauh dari posisinya, seseorang menatapnya dengan pandangan sinis. Seseorang itu tahu Choco tak sepenuhnya salah, namun egonya mengatakan Chocolah yang ambil andil dalam kesahalan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nata the Choco
Teen Fiction(COMPLETE!) Pernahkah kamu bertemu dengan seseorang dalam suatu kejadian yang tidak disengaja? Jika pertanyaan itu di ajukan pada Nata, maka ia akan menjawab dengan mantap bila ia pernah mengalami hal itu. Kejadian yang tidak disengaja itulah yang m...