30. Kejujuran Hati

8.2K 322 13
                                    

BAGIAN TIGA PULUH

"Belajarlah jujur pada diri sendiri, lakukan apa kata hati, dan jangan pernah menyembunyikan kekhawatiran dari sifat acuh yang ditutupi."

-Nata the Choco-

Farren menatap Choco tak percaya saat melihat cowok itu mengganti bangkunya yang biasanya selalu goyang menjadi bangku normal. Ada apa gerangan dengan Choco?

"Tumbenan lo ganti bangku?"

"Lo liat aja sendiri, bangku gue udah goyang banget. Yang ada gue jatoh lagi kalo duduk disitu. Poor bokong seksi gue,"

"Lah? Memang itu kan bangku favorit lo! Kalo bangku lo ketuker sama yang gak goyang, pasti lo nyariin lagi kan tu bangku goyang? Mana sampe nyari ke kelas-kelas sebelah lagi,"

"Ah udahla! Intinya pantat gue sakit jatoh mulu! Cukup hati gue aja yang sakit karena jatuh sama dia, pantat gue jangan!" Farren yang mendengar itu menoyor kepala Choco. Memang Choco merupakan manusia langka. Kelakuannya tak pernah bisa di prediksi.

Choco menaruh tas sekolahnya pada bangku yang tadi baru ia tukar dengan bangku goyangnya. Setelahnya cowok itu melangkah keluar kelas.

Farren yang melihat tingkah Choco mengernyitkan dahinya heran. Tapi ia tak ambil pusing dan kembali menyalin pr yang belum ia selesaikan.

Langkah Choco membawanya menuju kantin yang berada di lantai dua. Entah mengapa perutnya mendadak lapar dan minta di isi. Ia jadi menyesal kenapa tadi tidak memakan sarapan yang telah di tawarkan Mamanya.

Choco memakan makanannya dengan khidmat. Kantin sangat sepi saat ini. Wajar saja, jam baru menunjukkan 07.00, yang artinya tersisa waktu dua puluh menit lagi bel masuk akan berbunyi.

Choco mengalihkan pandangannya saat melihat seseorang yang menempati bangku di depannya.

"Hai, bro, apa kabar?" Tanya Dylan dengan santai.

"Alhamdulillah masih bernapas." Sahut Choco singkat.

"Gue lagi beli makanan buat cewek gue, soalnya dia belum ada makan sama sekali," ujar Dylan, padahal Choco sama sekali tak bertanya.

"Sumpah gak nanyak," Dylan terkekeh kecil mendengarnya.

"Dilarang sirik, ah. Ketauan banget jomblonya."

"Status itu gak menjamin. Selagi sendiri bahagia, kenapa enggak? Yang pacaran aja belum tentu bahagia, kok." Ujar Choco santai, sambil tetap menghabiskan makanannya.

"Bohong banget sih kalo katanya jomlo itu bebas, bahagia, menikmati hidup." Choco mengangkat alisnya mendengar ujaran Dylan.
"Jomblo itu cari pacar, bukannya malah ngarepin cewek orang," sambung Dylan.

Choco terkekeh mendengarnya.
"Omongan lo itu seakan lo udah yakin kalo cewek lo beneran cinta sama lo. Sekarang pertanyaannya, yang lo sebut 'cewek lo' itu balas perasaan lo gak?" Choco segera bangkit dari duduknya melangkah menjauhi Dylan setelah mengatakan kalimat tadi. Padahal niatnya Choco tak ingin meladeni Dylan, terlalu malas mananggapi perkataan Dylan. Namun saat mendengar ucapan Dylan tadi, mana bisa dia hanya diam.

Tepat di pintu kantin, Choco berpapasan dengan Nata. Cewek itu terlihat memandang Choco dengan tatapan bingungnya.

"Bilang sama yang katanya pacar lo itu, jangan terlalu PD kalo ceweknya juga cinta ke dia. Buka matanya lebar-lebar, liat tatapan apa yang ceweknya kasih ke dia, tatapan cinta kah atau hanya sekedar rasa kasian?" Setelah mengatakan itu Choco kembali melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Nata dengan wajah cengonya.

Nata the ChocoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang