40. Say Yes!

8.4K 468 89
                                    

BAGIAN EMPAT PULUH

"Film horror itu gak menakutkan. Yang menakutkan itu saat di beri harapan tanpa kepastian."

-Nata the Choco-

  Kamar yang di dominasi oleh warna peach-grey itu tampak sangat berserakan. Baju yang berada di dalam lemari pakaian berpindah di atas tempat tidur. Cewek yang tak lain dan tak bukan merupakan pelaku dari kekacauan kamarnya sendiri itu tampak mencocokkan satu per satu baju-baju yang terbentang di atas tempat tidurnya.

"Abu-abu cocoknya sama apa ya?"

"Kira-kira kalo baju pink ini gue pakein celana hitam nyambung gak sih? Ah enggak deh! Nanti gue di kirain blackpink lagi!"

"Maroon ke biru cocok?"

"Kalo kuning ke coklat muda gimana?"

Itulah rentetan kalimat yang di tanyakan Nata pada dirinya sendiri. Cewek itu tampak heboh memilah baju yang tepat untuk ia kenakan. Jangan salahkan Nata! Ini semua tak lain dan tak bukan karena ulah Choco! Bagaimana tidak? Cowok itu dengan sesuka hatinya tiba-tiba mendatangi rumah Nata dan mengajak Nata pergi.

Sebanyak apa pun baju di lemari, ketika ingin pergi pasti sibuk juga memilih yang cocok untuk di kenakan. Itulah cewek. Seperti Nata sekarang. Cewek itu tak henti-hentinya mencocokkan baju satu dengan yang lain. Bahkan sudah lebih dari tiga puluh menit namun Nata masih tak menemukan yang cocok.

Nata merutuki Choco yang dengan tiba-tiba mengajaknya pergi. Seharusnya cowok itu beritahu Nata terlebih dahulu.

-Nata the Choco-

Choco tampak santai menguyah cemilan yang terhidang di depannya. Memakannya seolah ia berada di rumahnya sendiri. Bahkan kedua kakinya juga berselonjor di sofa panjang.

Cowok itu memainkan ponselnya untuk menghilangkan rasa bosan selama menunggu Nata. Sudah hampir satu jam waktu yang Nata gunakan hanya untuk mandi dan berpakaian. Ya, saat Choco datang kesini tadi Nata memang belum mandi. Cewek itu dengan santai mengucapkan 'namanya juga hari minggu, ngapain mandi pagi? Cukup sekali aja! Penghematan air.'

Choco benar-benar sendiri berada di ruang tamu rumah Nata. Jika biasanya ia akan di temani oleh Bude Wati, sekarang tidak. Wanita paruh baya itu hanya membuatkan minum dan beberapa cemilan untuk Choco. Ia mengatakan banyak pekerjaan yang harus di selesaikan dan meminta maaf karena meninggalkan Choco seorang diri di ruang tamu.

Choco sedari tadi sudah menahan tangannya untuk tidak menelepon Nata. Ia sungguh bosan menunggu. Andai saja bisa, ingin sekali Choco menelepon dan menyuruh cewek itu agar cepat berdandan. Namun apa daya? Semua ini juga karenanya. Choco salah karena tak mengatakan ingin mengajak Nata pergi. Sudah tahu juga perempuan, pastinya butuh waktu lama untuk memoles diri.

Choco berniat mengambil minumnya yang berada pada meja di depannya saat tenggorokannya terasa kering sehabis menelan cemilan itu. Ia mengalihkan perhatiannya dari ponsel seraya tangannya bergerak untuk mengambil minum di meja. Saat gelas sudah berada di dekat bibirnya, Choco terlonjak kaget dan tak jadi meminum. Nata berdiri di tepat hadapannya, melipat kedua tangannya di depan dada.

Choco memandangi Nata dari atas sampai bawah, membuatnya berdecak. Cewek itu tampak sangat cantik dengan rok yang bisa di katakan cukup kembang yang panjangnya hanya sebatas lutut, di padukan dengan atasan berwarna hijau tosca.

Nata the ChocoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang