TUJUH BELAS

106 14 0
                                    

Obrolan kedua orang tua Vio pun berakhir, menyisakan tatapan saling pandang antara Vio dan Rangga.

  Di perjalanan Vio hanya diam dan sesekali terpejam untuk menikmati rasa lelahnya selama terbaring di kasur rumah sakit.

     ***

   "Itu buku apa an Ra?" Ucap Ririn saat melihat cover buku bewarna kuning ke emasan di sela - sela buku paket yang Aira bawa dan menumpuk di atas meja.

"Bukan apa - apa kok."

"Tunggu...! Bukan nya itu buku yang ada di perpus nya Vio kemarin?"

"Ahh, eng,, enggak, kamu salah liat kali," sahut Aira dengan wajah pura - pura tidak memperdulikan perkataan Ririn barusan.

  "Ra...!!"
Ririn memegang tangan Aira yang sedang membereskan tumpukan bukunya ke dalam tas, Aira pun terpaksa menghentikan kegiatannya dan terdiam.

  "Iya, iya deh aku ngaku, ini memang buku nya Vio yang diperpus kemaren, aku cuma pinjam sebentar ko, besok aku balikkin."

"Iya pinjam, tapi kamu nggak ngomong sama orangnya yang punya, jangan nyolong dirumah teman sendiri."

  "Ahh, kamu Rin jangan gitu dong ngomong nya, nanti aku telfon Vio deh buat ngomong, aku cuma penasaran aja sama buku ini."

"Abisnya, kamu nya juga sih ambil buku diem - diem, kan udah aku bilang nggak usah yang aneh - aneh kemaren."

"Iya - iya sorry," ucap nya sambil nyengir kuda.

       ***

  "Buku?? Buku apa sebenar nya yang mereka tanyakan? Vio terus berfikir keras dengan pertanyaan dua orang laki - laki yang keduanya berbeda alam tapi menanyakan hal yang sama. Vio masih saja belum bisa mengingat dan mendapatkan jawaban nya.

Rasa lelah membuat Vio tertidur begitu saja dikamar nya. Terlelap dalam tidur yang begitu dalam, sehingga mimpi pun menghampiri alam bawah sadarnya.

    Aaaaaaakhhh...!!!
KALIAN siapa?
Pergi..., pergi....

  MEREKA yang berjumlah banyak terus saja mendekat ke arah Vio yang tersandar di pohon besar. Wajah hancur, bola mata keluar dari tempat nya, darah dimana mana, belatung dan bau busuk yang menyengat hidung.
Belum lagi yang masih  terbungkus kain kafan, kapas dibagian hidung dengan gaya melompat ke arah Vio, mata kemerahan dengan lingkar mata yang hitam disekeliling nya.

   Aakh, tidak terbayangkan ketakutan Vio saat ini, mimpi dan nyata itu hampir sama yang Vio rasakan, seperti rasa sakit yang menggores pergelangannya saat ini. Seorang pria paruh baya sedang memegang pisau yang sudah berlumuran darah.

Aargh...
Vio merintih kesakitan sambil memegang tangannya, dengan mata merah yang beruraian air mata, Vio mencoba menahan rasa sakit.

"APA YANG KALIAN INGINKAN DARI KU...!!!"

"APAA....!!!

HIHIHII....
Pulangkan kami....

Hanya dengan darahmu, kami bisa pulang, ucap salah satu dari mereka.

     ***

  Aira baru saja membuka buku yang diambilnya di rumah Vio untuk melihat isi dari buku itu, lembar demi lembar dibuka dengan perlahan.

KOSONG....

Yap, halaman buku itu kosong, tidak ada coretan tinta sedikit pun. Aira hanya mengereyitkan dahi nya dan mungkin sedikit kecewa dengan hasil yang dia lihat, padahal dia harus menjadi seorang pencuri di rumah teman nya sendiri untuk bisa membawa pulang buku itu.

"Yaahhh..., sia- sia dong aku ambil buku ini, aku kira ada yang istimewa gitu, hemmmh...," Aira membuang nafas rasa kecewanya.

   "Ra...."
Terdengar panggilan dari saudara kembarnya yaitu Arneta yang sudah sedari tadi menunggu nya untuk makan malam.

"Iya ka sebentar," ucap Aira.

Aira pun tak memperdulikan buku itu yang tergeletak begitu saja di atas meja belajar nya.

  Keluarga Arneta dan Aira cukup berada dan bisa dibilang keluarga kecil yang cukup bahagia, hanya saja mereka hanya memiliki seorang ayah. Sejak kecil mereka tidak pernah tau arti sosok seorang ibu, karena ibu nya harus meninggalkan mereka disaat mereka menatap dunia untuk yang pertama kali nya.

Yah..., ibu mereka meninggal ketika melahirkan mereka, karena mengalami pendarahan yang begitu hebat, rasa sakit dan senang bercampur aduk dirasakan oleh pak Hidayat yaitu ayah nya Arneta dan Aira.
Beruntung ibu Aira memiliki adik kandung yang sangat baik dan mau merawat Arneta dan Aira seperti anak kandungnya sendiri. Dialah yang menggantikan sosok ibu untuk Arneta dan Aira. Sampai akhirnya tante Sukma ini menjadi ibu tiri untuk Arneta dan Aira, selama 1tahun tante Sukma merawat mereka, Ayah dari Arneta dan Aira pun menikahi nya.

Satu tahun waktu yang cukup untuk mereka memiliki sedikit rasa sayang satu dengan lain nya, apalagi pak Hidayat melihat saudara Alm.dari istri nya itu sangat - sangat pantas menjadi ibu bagi anak kembar nya, sifat mereka tidak begitu berbeda, ia sangat penyayang dan sangat tulus memberi kasih sayang untuk anak - anak nya.

  Walaupun ibu Sukma di vonis dokter kalau dia tidak bisa memberikan keturunan untuk pak Hidayat, tapi semua itu tidak mengurungkan niat pak Hidayat untuk menjadikannya sebagai ibu dari anak - anak nya. Bagi mereka Arneta dan Aira sudah sangat - sangat cukup mewarnai hari - hari mereka kelak, sampai di usia senja. Terbukti sampai sekarang menginjak dewasa, walau mereka mengetahui kalau ibu Sukma bukan lah ibu kandung nya, tapi mereka tetap sayang dan cinta dengan ibu nya, mereka tau kalau takdir allah adalah yang terbaik untuk mereka.

MEREKA ADA   SELESAI/TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang