TIGA PULUH TIGA

49 6 0
                                    

    Semakin dalam memasuki hutan, beberapa sekelebat bayangan tiba - tiba saja mengganggu perjalan mereka, sumur ke empat masih belum terlihat, sudah terlalu lelah mereka berjalan. Tenaga pun sudah hampir habis, karena mereka tidak membawa bekal sama sekali. Waktu didalam hutan itu seperti nya lama sekali, bukan kah seharusnya sekarang sudah pagi? Tapi hanya kegelapan yang ada di sana.

Upss..., Tunggu dulu...,

Sepertiny Vio melihat sesuatu didepan sana, astaga, semoga saja ini hanya halusinasi Vio semata, Vio mencoba mengucek ngucek mata nya, untuk memastikan apa yang dia lihat.

"Itu semuanya nyata Vio," ucap Ednan di sebelahnya.

Barisan KERANDA MAYAT bersusun tak beraturan di hadapan mereka, bukan keranda itu yang membuat mereka takut, tapi justru sosok - sosok yang ada di dalam nya, yang terbalut kain putih, terikat kepala dan kakinya, tapi wajah mereka sangat tampak dengan kapas di hidung nya.

Neta dan Ririn mulai ketakutan, begitupun Vio mulai merinding disekujur tubuh nya, seperti orang yg menggigil kedinginan. Sungguh..., Ini pemandangan yang sangat tidak ingin Vio dapati saat ini.

Semakin langkah mereka maju, melewati semua itu, semakin dalam rasa takut itu.
Ternyata benar perasaan Vio, mereka semua perlahan bangkit, bahkan jumlah mereka pun tak terhitung, mungkin puluhan? Bahkan ratusan, sekarang mereka berempat sudah di kepung oleh makhluk - makhluk itu. Mungkin kita biasa menyebutnya pocong.

Ednan? Entah kemana, tidak terlihat saat ini. Apakah dia mencari bantuan?

Entah bagaimana, saat mereka semua membuka mata, mereka sudah berada didalam keranda - keranda itu, dalam keadaan tertutup.

Tidak ada satu patah kata pun yang mampu mereka keluarkan, sepertinya mulut mereka terkunci. Vio dapat melihat, beberapa diantara pocong itu membawa dua keranda, yang didalamnya ada Ririn dan Neta. "Kemana mereka akan membawa teman - teman ku?" Hanya kata - kata dalam hati yang bisa Vio keluarkan. Isyarat mata mereka yang penuh dengan harapan, kesedihan, ketakutan.

Sampai disebuah sumur yang lebih besar, mereka langsung melemparkan dua keranda itu. Air mata mengalir di pelupuk mata Vio dan akhirnya membanjiri pipinya, Rangga hanya mampu menatap nanar semua kejadian itu. Tubuh mereka seperti terkunci, tidak mampu bergerak, apalagi melakukan sesuatu hal, untuk menyelamatkan diri mereka sendiri.

Tibalah keranda mereka berdua perlahan terangkat dan mendekat ke sumur itu, Vio dan Rangga sudah memejamkan mata mereka. Pasrah dengan keadaan, kalau usia mereka akan berakhir disini.

Tiba - tiba semuanya sepi, tidak ada suara apapun. Saat mereka membuka mata, Ednan sudah berada di samping keranda mereka berdua dan membukanya.

"Ee...,Ednan kamu da..., dari mana?" Ucap Vio yang baru saja dapat menggunakan bibir nya untuk berbicara.

"Tenang saja Vi, mereka semua sudah pergi, aku sudah mengusir mereka."

"Tapi teman - teman ku?" Vio tak kuasa menahan tangisnya.

"Maafkan aku Vi, aku terlambat dan tidak dapat menyelamatkan teman - teman mu, lihat saja, sumur itu sudah menghilang."

Vio hanya bisa pasrah dan mengambil bunga yang berwana hitam namun ada bercak darahnya.

Mereka bertiga terpaksa melanjutkan perjalanan ini lagi, mencari letak sumur ke lima dan terakhir, Vio tidak mau nyawa teman - temanya sia - sia begitu saja. Vio harus bisa menyelesaikan semuanya dan memusnahkan buku itu. Agar tidak ada lagi korban - korban selanjutnya.

MEREKA ADA   SELESAI/TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang