DELAPAN BELAS

107 12 0
                                    

         ***

  Hari ini, Vio sedang berada di perpus nya dan membongkar satu persatu buku yang ada di rak, apakah Vio mengingat sesuatu?.

Yaps..., benar sekali, Vio mengingat buku yang ber cover warna gold itu, sudah 1 jam vtio menggeledah perpus nya tapi nihil tak mendapatkan apa yang dia cari. "Astaga, kemana buku itu? tidak mungkin hilang begitu saja, kalau pun ada yang mengambil nya, tapi siapa? Aku yakin pasti buku itu yang ditanyakan Ednan dan Rangga, karena hanya buku itu yang aneh yang pernah aku temukan."

Pokk....

  Vio tersentak kaget dengan tepukan di pundak nya.
  "Kamu," ucap Vio sambil berbalik arah menatap pria tampan itu."

Ednan lagi - lagi muncul dengan tiba - tiba, yang membuat Vio hampir lupa ber nafas.

  "Lain kali kalau mau datang itu, permisi dulu napa?" masih dengan bibir yang manyun dan sedikit kesal.

"Iya, maaf - maaf aku janji nggak bakal kagetin kamu lagi," ucap Ednan dengan penuh rasa bersalah nya.

"Baiklah..., Aku lagi cari buku yang kamu tanyakan kemarin, buku yang ber cover bintang dan berwarna gold kan?"

"Entahlah, aku tidak tau persis Vi, sampul buku itu, yang jelas dibuku itu ada mantra pemanggil arwah yang masih gentayangan. Siapa pun yang menemukan dan membaca kalimat itu, dia akan selalu dihantui."

  "Kenapa mereka menghantui yang membacanya? apa keuntungan dari mereka?"

"Mereka ingin bebas Vi? mereka ingin kembali ke alam mereka masing - masing (termasuk aku)," ucap Ednan lirih.

"Kamu bilang apa?"

  "Tidak Vi, tidak ada apa - apa," ucap Ednan menyembunyikan perkataan nya yang terakhir tadi.

"Lalu apa hubungan nya dengan ku?"

"Karena kamu yang memanggil mereka dan kita harus pulang kan mereka kembali."

"Tapi bagaimana cara nya?"

"Dapatkan kembali buku itu dan kita akan tau cara untuk keluar dari masalah ini dan mengakhiri segalanya."

Walaupun sudah berkali kali mereka meng acak - acak seisi perpus, tetap saja mereka gagal. Bagaimana tidak gagal, kalau buku yang mereka cari masih ada di tangan Aira.

"Aku nyerah Ednan, buku itu sudah hilang, aku tidak tau mau cari kemana lagi, mungkin ini memang nasibku diteror mereka atau aku akan mati ditangan mereka,"ucap vio lirih. Dia benar - benar sudah lelah dengan keadaan ini.

"Vi...,  Ucap ednan sambil memegang kedua pundak Vio dan menatap nya, aku tau kamu sudah lelah dengan semua nya, tapi aku juga tau kalau kamu adalah gadis yang kuat. Aku janji, aku akan menolongmu sampai kutukan ini berakhir.
Ayo Vi, kamu harus semangat, jangan pernah putus asa, karena segala usaha itu akan membuahkan hasil." Perlahan Ednan memeluk Vio sambil mengelus rambut nya yang hitam terurai.

  Vio sedikit meneteskan air mata yang jatuh membasahi pipinya, dengan sedikit senyuman, Vio membalas pelukkan dari Ednan. Rasa nyaman dan aman berada di dalam pelukan pria ini, pria yang aku pun tak tau asal nya dari mana. Tiba - tiba saja dia muncul dan mau menolongku. "Siapa sebenarnya kamu Ednan? bisik Vio dalam hati.

   
        ***

   Gggrrr....
  Grrr....
  Aaaarggghhhhh....

Terdengar suara geraman dan amuk kan dari sebuah kamar yang terkunci rapat.

  Bugh..., bugh..., bugh....
Hantaman berulang ulang dari kamar itu sangat nyaring terdengar.
  Seorang gadis dengan teriakan dan tangisan tak henti - henti nya menggedor gedor pintu kamar itu.

  "Ra..., buka Ra..., apa yang terjadi sama kamu?? AIRA....!"

   Arneta terus saja memanggil adik nya dari luar, sayang saat itu dirumah tidak ada siapa - siapa, karena Ayah nya sedang pergi keluar kota, Ibu nya pun turut ikut.

Ingin rasa nya aku mendobrak pintu itu, tapi tenagaku tak sekuat itu.

Tap..., Tap..., Tap..., Tap....

Suara alas kaki dari Neta yang secepat mungkin harus berlari keluar rumah untuk mencari pertolongan.

Tolong..., tolong...,
Tolong....

   Tiba - tiba datang lima orang laki - laki, dua diantaranya paruh baya seperti Ayah nya.

  "Ada apa mba?" ucap mereka yang juga panik mendengar teriakkan dari Neta.

   "Pak, mas, tolong, tolong dobrak pintu kamar adik saya, saya mendengar sesuatu dari kamar adik saya, tapi dia tidak membukakan pintu sama sekali, saya panggil tidak ada jawaban, saya takut kalau terjadi apa - apa dengan adik saya.

Hiks..., hiks..., hiks....
Neta tak sanggup membendung air matanya yang sudah tumpah sedari tadi.

"Ayok mba cepat."
Mereka semua berlari kedalam rumah dan menuju ke kamar Aira.

  Satu, dua, tiga.
Dubrakk...,
   Masih gagal...,
Sekali lagi,
  Satu, dua, tiga,
Dubraakkkk....

Pintu pun terbuka lebar. Mereka semua saling tatap dan saling pandang dengan apa yang mereka lihat dihadapannya.

MEREKA ADA   SELESAI/TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang