Sekali lagi aku melirik secarik kertas yang berada di meja belajarku.
"Formulir Pendaftaran Beasiswa"
Semua data sudah ku isi. Aku juga mendapat dukungan dari kedua orang tuaku setelah perbincangan yang cukup lama untuk kuliah di luar negeri.
Akhirnya Papa menyetujui keinginan ku untuk menuntut ilmu disana.Aku sudah membulatkan tekadku untuk ini. Aku akan belajar di salah satu universitas favorite yang ada di Jerman.
Tetapi entah mengapa, Aku merasa keberatan memberitahu hal ini pada Bella dan Reva.
Aku takut mereka akan sedih.Sesampainya di sekolah, aku berjalan menuju kelas dan melihat Daffa berdiri didepan pintu kelas. Aku hanya berjalan dan berusaha mengabaikan nya.
"Hanna.." ucap Daffa tiba-tiba dan menahan tanganku.
Mataku menoleh melihatnya, lalu turun melihat tanganku yang digenggam nya.
Dia juga ikut menoleh dan kemudian melepaskan tanganku."Maaf, aku tidak bermaksud. Hmm Hanna ada yang ingin aku bicarakan denganmu." sambungnya
"Maaf Daffa, aku sedang tidak ingin diganggu." ucapku tanpa melihatnya
"Sebentar saja Hanna, kumohon."
"Eh Daff, udah dong, jangan maksa gitu, Hanna udah bilang dia lagi gak pengen diganggu." ucap Bella tiba-tiba datang bersama Reva
Kemudian Bella dan Reva menarik tanganku menuju tempat duduk.
Aku hanya pasrah, dan melihat Daffa yang kebetulan juga melihatku."Kalian kenapa sih? tumben-tumben nya kaya gitu ke Daffa." tanyaku heran
"Enggak kok Hanna, kan kamu udah bilang gak pengen diganggu, ya kami bantuin dong." jelas Reva
Aku tau mereka bohong, tidak biasanya mereka begini
"Udahlahh, gak usah dipikirin. Eehh bentar lagi acara perpisahan nih. Udah gak sabarr!!" pekik Bella
"Kok gak sabar sih Bell? Makin cepat acara perpisahan, malah makin cepat kita pisah." ucap Reva dengan raut muka sedih
"Yaelahhh, kan kita masih bisa bareng-bareng nanti kalau udah lulus. Ya gak Hanaa?" tanya Bella
Aku hanya tersenyum kemudian mengangguk
"Ehh btw, ntar kalian mau masuk universitas mana?" tanya Reva
"Hmm aku kayanya kuliah swasta deh." ucap Bella
"Kok gitu sih Bell? Gamau coba SBM dulu?" tanya Reva
"Enggak Rev, aku udah lulus di universitas Telkom pakai nilai rapor." jelas Bella
"Haaa? Seriuss? kok kamu gak bilang-bilang sih Bell, kapan daftarnya?" tanya Reva kaget
"Baru kemaren-kemaren sih. Hehe, maaf ya teman-teman. Aku udah niat mau bilang sih. Tapi kelupaan terus." jelas Bella
"Ihh gak seru kamu Bell, seharusnya bilang dong ke kita." ucap Reva agak kesal
"Kamu gimana Hanna? Kamu juga ada yang disembunyiin dari kita?" tanya Reva penasaran
"Ehh, engg, enggak kok." jawabku ragu
Kayanya bukan waktu yang tepat untuk memberitahu mereka sekarang. Lagian aku juga belum tau lulus atau tidaknya nanti. Pikirku.
"Udah-udah Rev, kamu buat Hanna takut tuhh." goda Bella
"Iya aku kesel aja, tapi kalian harus janji ya gak ada yang disembunyiin lagi." pinta Reva
Aku hanya mengangguk.
***
Saat jam istirahat.
Aku menuju kantor dengan tujuan ingin menyerahkan formulir pendaftaran beasiswa ku."Ini Pak, saya ingin menyerahkan formulir pendaftaran."
"Wahh akhirnya kamu ikut mendaftar juga ya Dianna, Bapak yakin kamu pasti lulus."
Aku hanya tersenyum. "Terima kasih, Pak. Saya permisi dulu, Pak."
"Ya ya, silahkan."
***
"Lo daftar kuliah luar negeri?" tanya Ratih tiba-tiba menghampiriku
"Ma.. Maksudmu?" tanyaku gugup
"Halahhh, gak usah sok nanya deh. Kok gugup gitu? Ouuu jangan-jangan lo sembunyiin ini dari mereka ya?" ucap Ratih sambil menunjuk Reva dan Bella yang berada cukup jauh
Aku langsung menarik tangan Ratih menuju tempat yang tidak terlihat dari pandangan Reva dan Bella.
"Lo apa-apaan sih narik-narik tangan gue." pekik Ratih dan langsung melepaskan tangannya
"Cukup ya Tih, jangan ikut campur urusanku!" tegasku
"Suka-suka gue dong! Gue bisa ngomong kapan aja ke dua sahabat lo itu." ucap Ratih sambil memutar matanya.
Aku benar-benar muak dengan sikap Ratih yang suka ikut campur urusan orang.
"Apa mau mu?"
"JAUHIN DAFFA!" ucapnya dengan mata tajam
"Hahh? Daffa lagi? Hahaa Ratih, aku kasihan ya sama kamu yang suka ngemis perhatian Daffa." kulihat wajah Ratih mulai memerah
"Ooohh jadi beneran nih lo gak suka sama Daffa?" tanya Ratih tiba-tiba
Aku yakin pertanyaan kali ini pasti akan menjebakku.
"Ya enggak lah, Daffa bukan tipeku." jawabku ngasal
Tiba-tiba aku mendegar langkah seseorang yang muncul dibelakangku dan Aku langsung menoleh
"Daffa? sejak kapan kamu disana?" tanyaku gemetaran
"Kenapa gugup? Daffa BUKAN tipe lo kan, Hann?" tanya Ratih dengan senyum sinisnya
"Daffa, aku bisa jelasinn!"
"Enggak Hanna, semua sudah jelas." ucap Daffa lalu pergi meninggalkan kami
"Kamu keterlaluan ya Ratih!" ucapku lalu pergi menyusul Daffa
"Hahaha, berhasil." tawa Ratih
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed
RomanceKarena yang terlalu jatuh dalam rasa akan sulit untuk sembuh jika ia telah terluka, dan aku telah menaruh luka itu. Maaf. -Daffa Ini tentang rasa, jujur saja. Kau tak akan bisa berbohong, karena ini tentang rasa yang seharusnya tak pernah berubah. ...