Part 38

24 0 0
                                    

"Hari ini ga pulang lagi?" tanya seorang gadis yang berbicara ditelepon

"Oh yaudah, besok saja. Iya, bye." lalu mengakhirinya.

Dia menggelengkan kepala padaku. Tanda kecewa.

"Gue pastiin lo bakal ketemu dia." ucapnya meyakinkan

"Makasih ya." balasku menggenggam tangannya

"Gue selama ini gapernah mau peduli sama kisah percintaan Daffa, Hann. Tapi sejak gue ketemu lo. Entah kenapa gue yakin lo orang yang tepat buat dia."

Perkataan Catlyn berhasil membuat diriku semakin tak sabar ingin berjumpa dengannya.

"Lyn, makasih ya. Gue gatau bakal gimana jadinya kalo ga ada lo."

Catlyn memelukku.

"Don't worry. I know you is a good girl with a good heart."

***

Besok adalah hari pernikahan sahabatku, Bella. Aku dan Reva sibuk membantu persiapan pernikahan nya. Kami berdua hanya ingin yang terbaik untuk sahabat kami tercinta.

Setelah seharian sibuk diluar, aku akhirnya pulang ke rumah pada malam hari. Tiba-tiba saja ponselku berdering. Muncul nama Catlyn dilayar ponsel.

Perasaanku campur aduk. Ini pasti tentang Daffa.

"Hallo?"

"Buruan kesini, Daffa pulang."

Tanpa pikir panjang, aku langsung meraih jaketku dan keluar rumah.

Benar saja, mobilnya sudah terparkir dihalaman rumahnya. Aku merasakan degup jantung yang mulai terasa cepat.

"Okey, Hanna. Keep calm. You can do this."

Aku mencoba menenangkan diriku. Sesampai nya didepan pagar rumah Daffa.

Daffa membuka pintu.

Mata kami bertemu. Mata itu bukan hanya sekedar sepasang mata. Tetapi mereka milik Daffa yang sedang menatapku.

Kami terdiam untuk beberapa detik, sebelum akhirnya Daffa menghampiriku. Semakin dekat, jarak kami semakin dekat. Sampai akhirnya ia berhenti tepat didepanku.

Aku menatapi dengan detail wajahnya. Dia banyak berubah, sedikit lebih rapi daripada waktu terakhir kali aku melihatnya sebelum ke Jerman. Dan juga lebih tampan tentunya.

"Apa kabar?" ucapnya lembut dengan senyum manisnya yang selalu bisa membuatku luluh

Aku benar-benar hanyut dalam tatapannya.

"Katakan ini tidak mimpi, katakan ini nyata."

"Kamu tidak sedang bermimpi, aku didepanmu." ucapnya meraih tanganku

Aku melihat tanganku yang diraih olehnya, untung saja lampu jalan didepan rumah Daffa sedang rusak, jadi tidak terlalu kelihatan bahwa pipiku pasti sudah merah seperti kepiting rebus sekarang.

"I miss you, Daffa."

Tanpa sadar aku mengucapkan kalimat sakral itu, aku tak kuasa menahan diriku saat bertemu dengannya.

Daffa mengernyitkan keningnya. Ia hanya membalas senyum perkataanku barusan. Aku bingung dengan sikap Daffa.

"Tell me, you miss me too? You feel the same way, right??" tanyaku pada Daffa meyakinkan

Daffa perlahan melepas tanganku yang daritadi digenggamnya.

"Yes, i do. And will always like that. But.."


"Sayang??"

Aku kaget dengan asal suara itu, aku menoleh ke belakang dan melihat seorang gadis cantik yang sedikit lebih tinggi dariku, rambutnya dibiarkan terurai, yang membuatnya semakin cantik.
Dia menghampiri Daffa dan memeluknya. Anehnya Daffa juga membalas peluk gadis itu.

Gadis itu menoleh padaku, "Siapa ini?"

Aku terdiam tak percaya, tanpa pikir panjang aku langsung berlari menuju rumah meninggalkan dua manusia itu yang memperhatikanku.

Daffa langsung mengejarku dan menahan pergelangan tanganku, aku langsung menebas tangan nya dan meneriakinya sejadi jadinya.

"Cukupp!! Jangan lagi!"

"Hanna, please. I love you."

Aku cukup kaget dengan ucapan yang ia lontarkan. Tidak mungkin dia mencintai dua gadis secara bersamaan.

"Diammm!!! Biarin aku pergi Daff. Selama ini aku salah. Aku bodoh selalu saja membenarkan semua ilusiku. Aku selalu yakin kamu pasti akan kembali padaku, Daff."

"Tolong Hanna, jangan tinggalin aku lagi." ucapnya memohon

"Aku gak pernah meninggalkanmu Daffa, kamu yang selalu saja pergi."

"Everything has changed"

Daffa tak berani menjawab dan perlahan melepas tanganku, seperti mengikhlaskan dan membiarkanku pergi. Benar saja, ini mungkin akhir dari kisah kami. Akhir yang tak pernah aku inginkan.

Kamu berhak bahagia Daffa, dan akupun juga begitu. Selamat tinggal Daffa. Selamat tinggal kenangan. Aku akan menemukan bahagiaku sendiri. Terimakasih sudah menjadi bagian cerita hidupku.

***

Daffa POV

"Lo bodoh atau gimana sih Daffa!! Seharusnya lo bisa jelasin langsung ke Hanna." Catlyn memarahiku habis-habisan.

"Lagian kenapa sih gadis sialan itu muncul. Kesal gue." lanjutnya

"Gue harus gimana, Lyn? Gue gamau kehilangan dia buat kedua kalinya." ucapku menyesal

"Gatau lah, kacau semua rencana gue. Asal lo tau, dari awal Hanna pulang dia pengen banget ketemu sama lo. Tapi kemaren lo gabisa pulang karena sibuk kerja di rumah sakit."

"Kenapa lo ga bilang dari awal. Gue bisa aja cari alesan buat pulang."

"Yakali surprise dibilang-bilang. Sehat lo? Udah ah, gue gamau peduli lagi. Lo urus Hanna sendiri." ucap Catlyn beranjak pergi

"Lyn, gue mohon. Bantu gue sekali ini aja. Tolong bujuk Hanna biar mau ketemu gue lagi. Cuma lo satu-satunya yang bisa nolongin gue." ucapku memohon padanya

"Males gue, lo aja sendiri. Lo cowok kan? buktiin kalo lo beneran serius sama dia." balasnya lalu memasuki kamarnya dan menutup pintunya.

Aku baru ingat besok adalah hari pernikahan Bella. Hanna pasti ada disana. Besok aku akan menjelaskan padanya.

Wish me luck.  I'll never let you go Hanna. Never again.

Everything Has ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang