"Hanna!!" panggil Bella saat aku baru saja memasuki pintu kelas.
"Hanna aku khawatirrrr!" sambar Bella langsung memelukku
"Siapa yang berani ngunciin kamu gini?! Bilang Hanna, biar aku hajar orangnya." lanjutnya
"Udah Bell, yang penting aku gapapa sekarang." ucapku menenangkannya
Seketika aku langsung melihat seisi kelas, tak ku temui satupun orang yang ku tuju. Reva.
"Reva mana Bell?" tanyaku langsung
"Gatau, kayanya telat deh." jawab Bella bingung
"Kenapa?" lanjutnya
"Ohh gapapa."Acara perpisahan sekolah hanya tinggal menghitung hari. Rasa senang, canda tawa, sedih,haru, pilu. Semua bercampur jadi satu selama 3 tahun ini.
Dan tentunya masa SMA-ku setidaknya sedikit berwarna dengan adanya kehadiran Daffa, hehe.Saat bel istirahat berbunyi aku langsung menghampiri Daffa.
"Daff, si Reva ga hadir."
"Hmm terus gimana?"
"Kenapa ya? heran aja, gak biasanya Dia gini."
"Kamu ya, masih aja mikirin orang yang udah jahatin kamu." ucap Daffa yang lumayan jelas membuat Bella kaget."Haaa?!! Maksudmu? Reva?" tanya Bella langsung menghampiri Daffa
Daffa langsung diam, ia tak sadar ada Bella disana.
"Iya Bell, kemaren dia yang ngunciin." ucapku pelan
"Seriuus?! Gila ya dia, kenapa sih?!" ucap Bella yang mulai kesal
"Aku ingin dengar penjelasan dia dulu Bell, aku gak mau aja berpikiran buruk tentangnya, aku yakin pasti ada alasan dibalik semua ini." jelasku
"Yaelahh Hanna, dia udah kayak gitu kamu masih aja belain dia, heran deh." ucap Bella dengan nada malas
"Benar kata Hanna, Bell. Kita gak boleh menghakimi dia dulu. Pasti ada alasan tertentu." jawab Daffa
"Kalian ya,sama aja. Cocok dah, pacaran aja Daff, kapan nih nembaknya?" goda Bella mencibir
"Lohh? Bella apasih? kok malah lari topik kesana sih." jawabku kaget dengan perkataan Bella barusan
"Kaget kaget tapi suka kan?" goda Bella lagi kemudian berlari
"Bella tunggu!" ucapku salah tingkah didepan Daffa, kemudian memutuskan untuk pergi
"Hanna." ucap Daffa pelan sambil menahan tanganku.
Aku spontan berbalik kemudian melihat tanganku yang digenggam oleh Daffa.
Aku yakin, saat ini, waktu ini juga. Wajahku pasti memerah seperti kepiting rebus. Aku berusaha untuk tidak menatap wajah Daffa.
"Ke-kenapa Daff?" jawabku gugup sambil menunduk. Rasanya campur aduk, masih terngiang dikepala perkataan Bella tadi.
Daffa mencoba melihat wajahku yang sengaja aku palingkan darinya.
"Loh? Kok wajahmu merah gitu? Hahahaha."Tawa Daffa barusan membuatku tambah salah tingkah.
"Kamu kalau gamau ngomong. Lepasin." pintaku padanya yang masih menggenggam tanganku
"Nanti pulang sekolah bareng ya, janjiku nraktir kemaren. Sekalian ada yang mau aku omongin." ucap Daffa pelan.
Degup jantungku semakin kencang.
"Yaudah kamu boleh pergi." ucapnya bersamaan dengan melepas tanganku.
Aku spontan lari tanpa melihatnya lagi.
Benar-benar memalukan.Daffa tertawa kecil melihat gadis yang diam-diam selama ini ia sukai, kemudian ia rogoh didalam tas setangkai mawar asli yang susah payah ia dapatkan kemaren. Sambil memandang mawar itu, Daffa berpikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed
RomanceKarena yang terlalu jatuh dalam rasa akan sulit untuk sembuh jika ia telah terluka, dan aku telah menaruh luka itu. Maaf. -Daffa Ini tentang rasa, jujur saja. Kau tak akan bisa berbohong, karena ini tentang rasa yang seharusnya tak pernah berubah. ...