Aku membuka mata perlahan dan mendapati Catlyn yang berada disampingku.
"Mama, Hanna udah bangun." teriaknya menghimbau
Kemudian tak lama Ibu Daffa datang menghampiriku.
"Sudah sadar, nak?" tanyanya dan mengusap dahiku
"Badanmu panas sekali. Tadi tante udah bilang ke Mama kamu, jadi kamu gausah khawatir ya." ucapnya menenangkan.
"Makasih banyak Tante, tapi Hanna lebih baik pulang aja."
"Diluar masih hujan, kamu istirahat disini dulu aja ya. Nanti Tante suruh Daffa antarin kamu pulang."
Spontan aku langsung melirik Catlyn yang berada disampingku.
"Catlyn, kamu jagain Hanna ya. Mama mau ke kamar dulu."
"Siapp Ma." ucapnya
"Cepat sembuh ya Hanna." ucapnya ramah diikuti dengan senyum manisnya
"Makasih ya."
Aku melihat-lihat disekitarku.
"Cariin Daffa?" tanyanya kemudian
"Oh enggak." jawabku langsung menunduk
"Tenang aja, gue gak marah kok. Lagian Daffa kan sepupu gue."
"Eh? Sepupu?" tanyaku yang masih bingung
"Iyaaa, dia bohong masalah tadi siang."
"Tapi kenapa?" tanyaku lagi masih penasaran
"Yahh gaktau, dia punya alasan sendiri kayanya."
"Lo kayanya spesial banget buat Daffa ya." ucapnya lagi menatapku lekat
"Engga lagi Lyn."
"Gue yakin Daffa masih sayang sama lo. Tau gak? Dia langsung panik tadi waktu lo pingsan. Terus langsung gendong lo masuk kerumah."
"Gue juga ikut seneng denger dia curhat tentang lo. Oiya dia juga kirim foto lo ke gue."
"Mana?" tanyaku
"Tuh." ucap Catlyn menyodorkan ponselnya padaku.
Aku teringat saat Daffa memintaku senyum untuk mengambil fotoku dengan ponselnya.
"Lo cantik Hanna, gak seharusnya lo sedih gini, gue yakin suatu saat lo sama Daffa bakalan nyatu lagi. Atau lo bakal nemuin cowok yang malah lebih dari Daffa." ucap Catlyn mengusap pundakku.
Kata-kata Catlyn barusan seakan menenangkanku. Aku langsung saja memeluknya.
"Makasih ya atas kejujuranmu, aku gak bakal tau semuanya tanpa kamu bilang."
"Iyaa Hanna, jangan sedih lagi ya." ucapnya membalas pelukku
"Oiya lyn, aku kok gapernah liat kamu dirumah ini?"
"Hahaha yaiyalah, gue main kesini pas liburan doang kok. Gue sekolah di Bandung."
"Oohh gitu, aku senang bisa kenal sama kamu."
"Iyaa Hanna, gue juga seneng banget." ucapnya memegang tanganku
"Kayanya hari udah hampir gelap deh, aku pamit pulang aja ya."
"Okedeh, gue panggil Daffa ya buat anterin lo pulang."
"Gausah lyn, aku bisa sendiri kok."
"Tante, Om. Hanna pamit pulang dulu ya."
"Bentar ya Tante panggil Daffa dulu."
"Gausah Tante, Hanna bisa jalan sendiri kok."
"Gapapa, Tante gamau kamu kenapa-kenapa ya."
"Daffa! Anterin Hanna pulang ya nak."
"Dia kan bisa jalan sendiri, kenapa ha-"
"Daffa!"
"Gausah Tante, Hanna pulang sendiri aja." ucapku langsung
Daffa kemudian berjalan keluar mendahuluiku tanpa berkata apapun.
Aku langsung menyalami kedua orangtua Daffa dan menyusul Daffa yang sudah duluan.
Dalam perjalan menuju rumahku. Kami benar-benar saling diam.
"Daff?" ucapku memanggil Daffa yang berada didepanku
"Kamu marah ya?" tanyaku memberanikan diri
Aku tidak mendapat jawaban dari Daffa, dia hanya diam. Kemudian langkahku terhenti.
"Aku jadi ga bisa mikir kalau kamu bakalan gini terus Daff!" ucapku sedikit membentak
Daffa kemudian menghentikan langkahnya dan membalikkan badan.
Hiks.
"Kamu boleh benci sama aku tapi gak gini caranya!"
"Perubahan sikap kamu buat aku bingung Daff, aku gak tau apa tujuan kamu, kamu mutusin aku tanpa alasan yang jelas, dan sekarang kamu bersikap seolah tak mengenalku. Apa maumu?"
Pentanyaan-pertanyaan yang membuatku gatal ingin ku tanyakan akhirnya kesampaian juga.
"Apa perlu alasan lagi?"
Pertanyaan yang ia ucapkan membuat hatiku berdegup tak karuan.
"Aku udah gak mau sama kamu. Kita sudah selesai."
Kalimat tersebut berhasil membuatku hancur sejadi-jadinya. Membuat harapan-harapan kecil yang susah payah kubangun untuk kembali menerima Daffa malah lenyap seketika.
"Kalau ada orang yang berhasil buktiin kalau dia gak pantas untuk dicintai.. itu kamu Daff."
"Sikap dan pemikiran kamu udah buat aku semakin yakin kalau kamu bukan orang yang pantas untuk aku perjuangin lagi."
Aku mengusap mataku pelan.
"Aku nyerah Daff."
Aku berjalan mendahului Daffa dan memasuki rumah.
***
Setelah Daffa melihat gadis itu memasuki rumah, Daffa mengusap kedua matanya.
"Benar Hanna, aku tak bisa memperjuangkan hubungan kita. Aku tak ingin jadi penghalang untuk mengejar masa depanmu. Maaf Hanna, permintaan Papamu harus ku turuti."
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed
RomanceKarena yang terlalu jatuh dalam rasa akan sulit untuk sembuh jika ia telah terluka, dan aku telah menaruh luka itu. Maaf. -Daffa Ini tentang rasa, jujur saja. Kau tak akan bisa berbohong, karena ini tentang rasa yang seharusnya tak pernah berubah. ...