16. Anger

163K 13.9K 542
                                    

"Ini apa-apaan?" tanya Ajie seraya menunjuk ponselnya begitu Lily masuk, bahkan sebelum pintu tertutup. Wajah Ajie merah padam karena emosinya yang tak karuan sejak tadi pagi. Berita itu.. dan sekarang karena Lily...

"Apaan apa, Pak Ajie yang terhormat?" tanya Lily begitu tenang. Dibalasnya tatapan tajam Ajie yang berdiri di belakang meja kerjanya.

"Ini! Kamu nyumpahin saya mati apa?"

Lily mengangkat bahu. "Saya tidak tahu maksud Bapak apa. Saya bicara dengan teman saya, bukan Bapak tadi." Bibir Lily terkatup rapat. Menahan sebal.

Ajie mengangkat ponselnya. "Kamu... " Ia terlihat kehabisan kata-kata. Tanpa sengaja Ajie melirik ke jendela kaca yang masih terbuka lebar. Semua mata orang-orang yang berada di ruang sekretariat mengarah ke ruang kerja Ajie yang berbatas kaca itu.

Tangan Ajie meraih remote blind window. Secara otomotis kaca berubah menjadi layar putih. Wajah-wajah ingin tahu itu langsung menghilang.

Ajie berjalan melintasi ruangan dan mendekati Lily. Tanpa bertanya, ia menarik tangan Lily. Lily berusaha bertahan, tapi kekuatan tubuh mungilnya jelas tak ada apa-apanya dibandingkan Ajie.

"Ke sini!" Tangan Ajie makin kuat mencengkeram tangan Lily.

"Pak! Pak!" Lily meronta-ronta meski tak terlalu. Tapi Ajie malah terus menyeretnya masuk ke kamar pribadinya.

Begitu berada di dalam, Ajie membanting pintu dan menguncinya. Lily mulai ketakutan. Biar bagaimanapun, ia tak pernah dekat dengan lelaki berduaan seperti ini dalam kamar. Dalam keadaan terkunci pula. Berbagai pikiran negatif bermunculan di kepala gadis itu. Iya sih, Boss ini kaya dan tampan, tapi kalau diperkosa kan berarti... hiiii...

"Kita harus bicara!"

Dengan ketakutan yang jelas terpancar di wajah Lily, gadis itu tak menjawab dan malah menjauhi Ajie. Kepalanya sibuk berputar ke kanan kiri, mencari perlindungan.

Ajie menyadari arti sikap Lily itu. Ia berusaha tersenyum. "Kita... hanya... bicara... " ujarnya lagi. Lebih pelan, dan lebih tegas.

"Bi... bicara aja!" kata Lily. Tapi sekali lagi mundur dua langkah.

"Kamu marah sama saya?"

Lily mengangguk.

"Kalau kamu marah, kenapa malah doain saya begitu?" tanya Ajie.

"Karena Bapak bentak-bentak Lily!" jawab Lily tak mau kalah.

"Itu karena kita sedang di kantor. Bedain dong, Li! Di kantor kamu itu bawahan saya."

Lily terdiam. Tiba-tiba ia mengangkat kepalanya. "Lily bukan celana! Bisa dipake setelah dibeli siapapun. Lily manusia! Bukan bawahan yang bisa dilepas pasang!"

Bibir Ajie berkedut. Ini anak manja, masih sempat-sempatnya bercanda.

Dengan nada mulai turun, Ajie berkata, "Saya dan Natasha itu gak ada apa-apanya."

"Kalo gak ada apa-apanya, kenapa foto-fotonya Bapak sama yg namanya Natasha itu mesra-mesra gitu! Kenapa Lily justru harus sembunyi? Bapak itu cuma main-main aja kan? Cuma cinta bohong aja kan? Cuma buat sandiwara sampe proyek Mr. Theo beres kan? Iya kan? Ngaku aja!"

"Kamu ... "

"Gak bisa ngomong, kan! Berarti benar, kan?"

"Bukan gitu, Li... "

"Terus apa? Buat apa Bapak rayu-rayu kirim WA? Ngapain Bapak ngasih macam-macam ke Lily?"

"Li... " Suara Ajie pelan tapi seperti memberi peringatan, "Apa kita sudah resmi pacaran? Sampai kamu semarah ini," tanyanya pelan dengan suara berat. Sorot matanya tak bisa terbaca.

Boss Galak  & Sekretaris Badung [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang