36. Gajah

135K 14.2K 449
                                    

"Pak, kaki Lily baru sembuh udah diajakin jalan-jalan begini. Kan pegaaal!" kata Lily. Bibirnya merengut dan kakinya dihentak-hentakkan.

Ajie tertawa kecil. "Ya udah kita ke situ. Nonton gajah!"

Meski masih jengkel, Lily mau saja ditarik Ajie menuju kandang gajah. Cukup banyak orang di sana, jadi mereka berdiri agak jauh. Ada dua gajah yang terlihat. Yang satu sedang menjulurkan belalai sambil makan, yang lain berjalan-jalan di sekitar kandang.

"Seorang presdir itu ibarat seekor gajah, Li."

Lily menoleh. Agak kaget mendengar kata-kata Ajie. Tapi ia diam saja mendengarkan. Pasti ada yang ingin disampaikan Ajie, sampai repot-repot membawanya ke sini.

"Kalau hanya ada satu gajah di kandang ini. Dengan tubuh yang sebesar itu, orang-orang pasti akan merasa takut dan tidak berani mendekatinya. Tapi karena ada gajah-gajah lain, ia tak tampak terlalu menyeramkan lagi. Ia terlihat lebih bersahabat karena ternyata bisa hidup bersama dengan kelompoknya," lanjut Ajie pelan. Ia melipat kedua tangan di dadanya.

Lalu ia berpaling pada Lily. "Dan itulah yang saya lakukan saat memutuskan untuk membuat perjanjian kontrak dengan Natasha. Saat itu... saat itu saya tak bisa mencintai siapapun. Satu-satunya pilihan agar saya tidak terlihat sebagai seorang presdir yang tak punya hati adalah memiliki kekasih. Setidaknya itu membuat saya terlihat normal dan lebih tampak bersahabat. Itu saja."

Senyum Lily dan Ajie sama-sama berkembang saat melihat sang gajah menjulurkan belalainya pada gajah lain. "Natasha juga merasa perlu kehadiran seorang kekasih, karena saat itu beberapa kali ia mengalami pelecehan. Pekerjaannya memang riskan hal-hal seperti itu. Kami sama-sama sepakat tidak akan melibatkan perasaan apapun. Tapi saya tidak sangka, hati perempuan begitu sensitif. Padahal kami hanya bertemu saat berada di depan umum."

Merasa cukup dengan penjelasan itu, Lily menoleh. "Makasih ya Mas, sudah jelasin. Maaf kemarin Lily ngomong sekasar itu. Bukan apa-apa. Lily membantu Mas menjadi pacar pura-pura bener-bener.... bener-bener karena pengen bantu." Gadis itu memalingkan wajahnya, sengaja melihat tingkah si gajah lagi. "Sebagai teman baik."

Ajie mengangkat dagu dan menghela nafas kuat. Ia menatap Lily yang masih lurus memandangi gajah-gajah. "Saya tahu itu, Li. Makanya waktu kamu ngomong soal kontrak itu, saya tahu kamu sebenarnya marah."

"Kadang-kadang ada hal-hal yang sulit Lily kendalikan, Mas. Lily marah bukan karena perasaan Lily. Tapi karena Lily kasihan sama Mbak Natasha. Kontrak itu... seperti tidak menghargai perasaan perempuan."

"Maafkan saya, Li. Saya tidak terlalu banyak berpikir saat itu. Saya pikir itulah yang terbaik. Kami sama-sama diikat oleh kewajiban dan saling menguntungkan. "

"Sudahlah, Mas. Itu sudah berlalu. Lily juga minta maaf kalau sempat berpikir yang aneh-aneh."

Ajie memandangi Lily. "Kamu itu kadang memang sulit ditebak."

Mata Lily membulat. "Benarkah? Coba deh tebak kira-kira Lily suka apa? Atau nanya juga boleh."

"Oke. Tanya apa aja boleh kan?"

"Boleh, tanya saja!"

"Kamu suka warna pink?"

"Ya!"

"Kamu suka kucing?"

"Ya!"

"Kamu suka makanan... mmm... lobster? Udang goreng? Seafood!"

"Yesss! Seratus!"

"Kamu masih mengingat semua yang terjadi hari itu kan?"

"Iyy... " Lily urung menjawab. Ia menoleh menatap Ajie. Sorot matanya jelas sarat emosi. Penyesalan, luka, rindu, dan menyakitkan menjadi satu. "Dari mana Mas tahu?" tanyanya setengah berbisik.

Boss Galak  & Sekretaris Badung [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang