27. On Cloud Nine!

138K 11.2K 46
                                    

Sepanjang jalan menuju rumah orangtuanya, Lily mencari akal untuk menghentikan Ajie. Bisa gawat kalau Ayah dan Emak mengenal lelaki sombong bin galak ini. Bisa-bisa mereka akan meminta Lily berhenti kerja segera.

Mana bisa juga laki-laki sombong model begini bersikap baik di depan orangtuanya. Bagaimana kalau Ajie beranggapan kedua orangtuanya tidak sebaik orangtua gadis-gadis yang mengantri ingin menjadi istrinya? Atau bagaimana kalau Ajie kecewa melihat dirinya kalau lagi di rumah? Ayah dan Emak bukanlah tipe orangtua yang menjaga aib anak, justru sebaliknya. Mereka pasti mengumbarnya dengan sangat senang hati.

Lily masih betah kerja. Lily masih betah memandangi wajah tampan itu. Lily masih betah berantem sama dia.

Trrrt, trrrt!

"Handphone-mu bunyi terus tuh!" beritahu Ajie.

Ada nama Willy terpampang di layar handphone Lily. Otomatis kepala Lily menoleh pada Ajie. "Pak Willy, Pak!"

Lily baru ingat tadi istirahat makan siang ia tidak pamit pada siapapun. Justru semua staf di sekretariat mengira ia ada di kantor. Ia memang sengaja menunggu semua orang pergi makan siang usai sholat Jum'at sebelum ke kantor Ajie.

"Bilang saja, kamu izin sakit! Besok saya yang urus itu!"

Berarti semua orang akan tahu kalau hari ini ia bersama Ajie, menghabiskan waktu bersama Presiden Direktur. Tidak! Lily tidak mau orang salah memahami hubungannya dengan Ajie. Ia menekan tombol 'terima'.

"Halo? Iya Pak... Maaf Pak, tadi Lily jatuh jadi Lily langsung ke dokter... oh gapapa, Pak... sudah, sudah ke dokter... Siapa? Oh Lily gak tau... iya Lily ... mmm Lily sendiri, naik taksi... Makasih, Pak!"

Buru-buru Lily menutup teleponnya. 

Duh, ya elah... hari ini udah berapa kali bohong, Li? tanya #Sisi Baik sinis.

Ajie melirik, "Kenapa? Dia tanya apa?"

Ragu menyelimuti wajah Lily, "Pak Willy tanya apa Lily lagi sama Bapak atau tidak. Trus Lily bilang enggak."

Ajie tertawa sinis, "Dasar tukang boong!"

"Kita balik aja deh, Pak. Lily masih bisa kerja kok, kan tangan Lily gak papa." Entah mengapa firasat Lily mengatakan ada sesuatu yang terjadi di kantor. Sampai Willy harus menghubunginya langsung, padahal biasanya Amy-lah yang paling dekat dengannya. Ini pertama kali Willy bertanya secara pribadi tentang kondisinya dan tidak membahas pekerjaan sama sekali. Lily ingin memastikan tak ada yang akan membahayakan pekerjaannya.

"Gak papa apanya? Itu tanganmu lecet-lecet gitu. Emang bisa dipake kerja apa?" Ajie melengos. Kakinya malah menginjak pedal gas dalam-dalam saat lampu merah di depan mereka berganti hijau.

Sebelum menyerah pada keinginan Ajie, Lily kembali berkilah, "Pak, nanti anternya sampai pagar depan rumah aja ya. Gak usah turun. Lily mau telepon Ayah biar nanti Ayah yang bantuin Lily."

Kembali Ajie melemparkan tatapan aneh ke sekujur tubuh Lily, "Yakin Ayahmu bisa mengangkat badanmu itu?"

Buktikan kaki kananmu masih bisa buat nendang dia, Li! #Sisi Jahat marah.

Jangan Li! Sabar, sabar #Sisi Baik mengingatkan.

Lily menghela napas kuat-kuat, mengurangi kekesalannya. "Ya sudah, kalo Bapak ngerasa kuat gendong Lily."

Tawa Ajie terdengar. Jelas sekali merasa menang. Tapi ia tak melihat seringai licik membayang di wajah sekretaris badungnya.

"Tuh, Pak! Rumah Lily belok ke situ," tunjuk Lily ke jalan kecil di sebelah kirinya. Lebih sempit daripada jalan raya, tapi bisa dilalui mobil. Mobil pun berbelok mengikuti arahan Lily. Jalannya mulai menurun, agak curam. Ada sungai kecil mengalir di sebelah jalan kecil itu. Ajie berkonsentrasi penuh agar mobil berjalan stabil.

"Yak stop di sini, Pak! Udah ya Pak, makasih. Lily turun dulu!" Tangan Lily melepaskan safety belt dan bersiap membuka pintu.

"Eeeh, kamu mau ke mana? Tunggu! Tunggu dulu!" cegah Ajie.

Lily menoleh lagi, "Kenapa, Pak? Ini sudah sampai." Matanya yang polos menatap Ajie bingung.

Hmm hmm hmmm #Sisi Jahat cekikikan dalam hati.

Ada apa sih? Kan emang udah sampai #Sisi Baik kebingungan

"Tidak bisa! Saya harus antar kamu sampai rumah. Kamu kan gak bisa jalan. Rumahmu yang mana?" tanya Ajie celingukan melalui jendela mobil. Tak ada rumah di dekat situ. Hanya terlihat bukit yang dipenuhi pepohonan, serta sungai yang mengalir cukup deras.

"Itu! Di sana, Pak! Rumah saya ada di atas sana. Bapak yakin mau antar saya sampai ke atas sana?" tanya Lily sembari memasang mata kucingnya sekali lagi. Mata bulat bening memelas.

Ajie mengikuti arah telunjuk Lily ke atas bukit. Sang penguasa jagat Golden Eagle Grup itu terdiam seribu bahasa sambil meneguk liur, saat melihat puluhan anak tangga dari batu yang mengarah naik ke atas bukit.

 Sang penguasa jagat Golden Eagle Grup itu terdiam seribu bahasa sambil meneguk liur, saat melihat puluhan anak tangga dari batu yang mengarah naik ke atas bukit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seringai Lily muncul lagi. Kali ini Sisi Jahatnya terbahak-bahak penuh kemenangan.

I'm on cloud nine*! Yay!!

***

Note:

Mungkin ada yang bingung penggunaan idiom English ini. On Cloud Nine* kira-kira maknanya itu adalah perasaan orang yang sangat senang sekali. Saking senangnya ia merasa di atas angin (idiom bahasa Indonesia). Lily, si Badung ini merasa senang berhasil ngerjain si Boss Galak.

Jadi, ga ada hubungannya karena Lily digendong trus berasa kayak di atas awan ya... Jauh. 😅

Thanks for the stars, like, share and follow yak. May Allah bless u all.

\(^_^) /

Iinajid

Boss Galak  & Sekretaris Badung [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang