21. Pertama Kali

187K 13.4K 313
                                    

Lily mungkin terlihat baik-baik saja. Mungkin karena sifat cerianya yang tak pernah hilang, apapun situasinya. Tapi itu berbeda ketika Ajie mendengar hasil pemeriksaan dokter yang diantar oleh Danu. 

Gadis itu masih tersenyum-senyum ketika dokter memeriksanya. Tapi saat mendengar hasil diagnosis sementara, Ajie terdiam.

Bagaimana bisa Lily bekerja dengan demam mencapai hampir 39 derajat Celsius dan tekanan darah yang hanya 80/90 tanpa jatuh pingsan?

"Lily gak papa, Pak. Udah biasa," kata gadis itu setelah dokter memeriksanya dan meninggalkan mereka berdua di kamar.

Ajie hanya bisa menatapnya tak percaya. Senyuman itu masih ada, walaupun wajahnya begitu pucat. Sebersit rasa bersalah muncul di hati Ajie. Ini semua karena dia. Karena dia, gadis itu memaksakan diri untuk datang ke restoran. Andai Danu tak memperlihatkan betapa buruknya keadaan Lily, ia mungkin takkan pernah mempercayai informasi dari Amy dan Danu tentang Lily selama hubungan mereka memburuk belakangan ini.

"Maafkan saya, Li!" bisik Ajie tertunduk di tepi tempat tidur Lily. 

Kali ini Lily tak menjawab. Tangannya meraih tangan Ajie, mencengkeram lembut sambil tersenyum. Tatapan itu membuat Ajie tak tega meninggalkannya. Saat itulah ia memutuskan untuk menunggui Lily yang sendirian di apartemen itu meski sebelum tidur, gadis itu sudah memintanya untuk pulang.

Tapi, tengah malam Ajie merasakan kehadiran orang lain di apartemen itu. Ia sedikit kaget melihat pintu kamar yang kata Lily adalah kamar Jaya, Abang Lily, terbuka dan seorang gadis muncul dari kamar itu. Mereka sama-sama terkejut. Gadis itu masuk kembali ke kamar sementara Ajie terbangun dan duduk di sofa ruang tamu. Lama ia menunggu sampai gadis itu keluar lagi untuk sekedar memperjelas situasi, tapi sampai ia tertidur lagi, gadis itu tak muncul-muncul. 

Saat adzan Subuh berkumandang, Ajie bangun untuk sholat dan sekali lagi memeriksa keadaan Lily. Demam gadis itu sudah turun, ia juga tampak tidur dengan nyenyak. Setelah yakin, Ajie mencuci muka di kamar mandi yang ada di kamar Lily. Tepat saat ia keluar, gadis asing yang ia tunggu-tunggu sejak tadi malam, muncul di depan pintu kamar Lily.

Gadis itu tersenyum pada Ajie saat masuk, di tangannya ada handuk terlipat yang kemudian ia sodorkan pada Ajie. Setelah itu ia mendekati Lily. Menunduk sedikit. Lalu telapak tangannya meraba dahi Lily, sebelum akhirnya berdiri tegak lagi dan berjalan keluar dari kamar Lily.  

Ajie mengelap wajahnya yang basah sebelum keluar dari kamar Lily. Aroma kopi menyebar dari dapur. Gadis itu sedang di dapur, menyiapkan sesuatu di atas kompor. Tangannya tengah mengaduk sesuatu di dalam panci itu. Tak jauh dari tempatnya berdiri, terdengar tetesan kopi sedang mengucur dari mesin pembuat kopi. Begitu gadis itu berbalik, ia mengangguk pada Ajie dan mengambil kopi yang telah terseduh itu. Ia meletakkannya di atas meja makan.

"Duduklah, itu kopi Bapak. Tanpa gula dan susu, kan?" tebak gadis itu dengan nada jenaka.

Ajie mengangguk. "Dari mana Anda tahu?"

Gadis itu tergelak. "Hiduplah bersama Lily dan Bapak akan paham siapa yang ada di kepalanya sebulan terakhir ini."

Ajie juga ikut tertawa. Lebih karena ia sedikit jengah. Lalu ia teringat sesuatu. "Anda ini... "

"Saya Tiar, Sutiarti. Temannya."

"Anda tau saya siapa?"

Tiar tertawa lagi. "Yalah, Pak. Kita kan pernah bertemu."

Ajie melongok. Telunjuk Tiar menunjuk ke tengah ruangan, ke arah sebuah foto besar yang menempel di dinding. "Itu yang gemuk itu saya."

Lagi-lagi Ajie melongok. Teringat seseorang beberapa tahun lalu yang berada di belakang Lily, saat ia mampir ke sekolah gadis itu sebelum kuliah ke luar negeri. Ia masih ingat, gadis gemuk dengan senyuman ramah. Nada 'aaah' keluar tanpa ia sadari saat memahami situasinya.

Boss Galak  & Sekretaris Badung [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang