Tangan Lily baru saja menutup pintu ruang Sekretariat ketika telepon di salah satu meja dalam ruangan itu berdering.
Tak ada siapapun di dalam ruangan itu selain dirinya. Meski ragu-ragu, Lily akhirnya mendekati pesawat telepon itu. Tapi baru pada dering kelima kalinya, ia mengangkat gagang telepon.
"Lama amat ngangkatnya!" Suara keras terdengar, sampai-sampai Lily menjauhkan gagang dari telinganya.
"Ha... halo!," jawab Lily ragu.
"Siapa ini?" tanya si penelepon. Kasar.
Lily meneguk liur. "Lily, Pak."
Sunyi untuk beberapa detik. Lalu si penelpon kembali terdengar. Cepat, tapi teratur. "Kamu cek di atas mesin fotokopi, ada map hitam di situ. Saya tunggu!"
Kepala Lily beredar di sekeliling ruangan. Mesin fotocopy itu dimana? Ini hari pertamanya pindah ke lantai 9, dan baru satu kali ia masuk ke ruang sekretariat ini. Itu juga hanya lewat saat interview dengan Presdir, sekaligus perkenalan dengan calon rekan-rekan kerja. Setelah itu ia mengikuti training.
"Maaf, Pak. Lily gak tau mesin fotokopi di mana?"
"Haduuh! Terus kamu ngapain di situ? Diam aja sampe bego? Ya sana kamu cari. Buka semua pintu yang kamu lihat, kalo perlu kamu periksa semua yang bentuknya kotak di situ. Masak kamu gak tau mesin fotokopi itu seperti apa?"
"I... iya, Pak!"
"Buruaan!" bentak si penelpon itu lagi.
Buru-buru Lily meletakkan gagang telepon. Ia sempat bolak balik bingung mengitari ruangan. Ada empat pintu terlihat dari ruangan besar itu. Ia berlari ke pintu paling ujung. Ternyata bukan, itu pantry. Lalu ke pintu sebelahnya. Juga bukan. Pintu kedua itu memperlihatkan ruang meeting. Baru setelah ia berlari ke arah sebaliknya, ia menemukan pintu lain. Kali ini, ia bisa melihat mesin fotokopi diantara lemari-lemari yang memenuhi ruangan tersebut.
Map hitam yang dimaksud si penelepon memang ada di atas mesin fotokopi itu. Lily berlari dan karena terlalu tergesa-gesa, map hitam itu justru jatuh. Membuat kertas-kertas yang ada di dalamnya jatuh berserakan.
"Aduh!"
Saking buru-burunya, pinggul Lily terantuk mesin saat ia hendak berdiri. Tapi Lily melupakan rasa sakitnya, melihat kertas-kertas itu bertebaran, ia jadi kuatir. Dengan cepat, ia mengumpulkan semuanya.
"Haduh! Lama amat sih! Cepat kamu foto lima lembar pertama di map itu. Kirim ke saya!"
5 lembar pertama? Yang mana? Tadi dia asal memasukkan saja. Tapi sudahlah, Lily takut dengar suaranya nanti tambah marah kalau ditanya.
"Ke nomor berapa, Pak?" tanya Lily sambil tengak tengok mencari kertas untuk menulis.
"Kamu gak nyimpen nomor saya?" nada suara itu memelan. Tapi entah mengapa terasa jauh lebih tajam.
Lily meneguk liur. Tenggorokannya mendadak kering. "Be... belum, Pak!"
"Haduuuh! Kamu ini kerja di situ buat apaa? Masak nomor telpon boss aja kamu gak punya sih? Email saya? Kamu gak punya semua itu? Sebelum kamu ke masuk, orang HR gak info ya?"
Tepat saat itu pintu terbuka, seorang wanita muda masuk. Ia tersenyum pada Lily. Mendadak seluruh dunia Lily yang suram dan gelap menjadi terang seketika dengan kehadirannya. Itu Amy.
"Mbaaak... telepoon!" katanya sambil menyodorkan gagang telepon. Raut wajah Lily seperti anak kecil yang ketakutan.
Amy tetap santai dan meraih telepon, diam sejenak sebelum menjawab, "I'll send it to you." Lalu diam lagi mendengarkan dan sudut matanya melirik Lily, senyum tipis nyaris memenuhi setengah wajahnya tersungging. "Iya, iya, Pak Boss! I'll take care everything here! Udah ya! Oke ya! Byeee."
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss Galak & Sekretaris Badung [TAMAT]
General FictionRank 1 - 04/03/2019 #Komedi #Sekretaris #KisahCinta #Badung #Chicklit #Romcom #Boss #Kantoran - 16/03/2019 #Gadis #Officelove "Sepertinya saya sudah kenal Anda sebelumnya," kata pria itu perlahan. Lily sibuk mengingat-ingat. Masak sih? Kok bisa-bi...