22. Shadow

173K 15K 308
                                    

Setelah sempat marah-marahan dengan Ajie, Lily memilih untuk tak lagi membahas soal hubungan Ajie dengan apapun di luar sana. Entah itu hubungannya dengan para artis, selebritis dan bahkan wanita-wanita pengusaha yang silih berganti datang dalam kehidupannya.

Lily sadar diri. Ia yang memerlukan Ajie. Bukan sebaliknya.

Perpisahan sementara sudah sangat menyiksa Lily. Ia tak suka membayangkan hari-hari tanpa Ajie yang harus ia lewati itu. Makanya sampai waktu yang tak dapat Lily perkirakan, ia akan tetap menjadi sahabat dan sekretaris Ajie yang baik.

Tunggu, mungkin kata baik harus dihapus. Karena Lily menyukai boss-nya bukan karena dia harus menjadi sekretaris yang baik. Lily bebas mengekspresikan dirinya sebagai Lily, bukan sebagai siapapun.

Iya sih, sesekali si Boss marah-marah gak jelas. Tapi lebih banyak mereka bercanda tentang banyak hal. Hanya saja, lama kelamaan Lily jadi kuatir akan sikap Ajie yang semakin sering mengumbar perlakuan istimewa untuknya.

Misalnya ketika Ajie baru selesai meeting, dan mendamprat Eza juga menyalahkan Amy untuk sebuah kesalahan yang sebenarnya dilakukan Lily.

"Ini siapa yang ngerjain?"

"Mmm.. Saya, Pak!" jawab Eza takut-takut. Ia jelas-jelas berdusta. Laporan itu dibuat oleh Lily yang menawarkan bantuan pada Eza. Lily kasihan melihat rekan kerjanya yang paling baik padanya itu begitu sibuk sampai lupa waktu untuk makan dan lembur berulang kali.

Ajie melemparkan laporan itu di atas meja Eza. "Terus itu kenapa kamu bisa-bisanya salah input digit begitu? Kamu gak periksa dulu apa? Bikin malu aja!" Lalu Ajie menoleh pada Amy. "Itu juga kenapa kamu gak periksa dulu sebelum kasih ke saya?"

Amy ingin membantah, tapi ia menahan diri dan menunduk. Semua sudah tahu, kalau Ajie sudah marah, tak boleh ada alasan apapun, diam saja. Nanti setelah ia agak tenang, barulah mereka menjelaskan semuanya. 

Tapi tidak berlaku untuk Lily. Keadilan harus ditegakkan kapanpun.

Lily maju di depan Eza. "Itu Lily yang buat, Pak. Kalo Bapak mau marah, marahnya sama Lily aja." Gadis itu menatap tajam pada Ajie. Ajie membalas tatapan Lily. 

Andai Lily tahu perasaan Ajie saat itu, mungkin ia takkan melakukannya. Akhir-akhir ini Ajie sudah kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan karena pikirannya dipenuhi dengan urusan Lily. Belum lagi selesai masalah satu, muncul masalah lain. Ia ingin segera menemui orangtua Lily, menjelaskan semua situasi yang terjadi antara dirinya dan Lily, tapi pekerjaan dan masalah di kantor seperti tak ada habis-habisnya. 

Sekarang di depan staf-stafnya, Lily mengibarkan bendera perang. 

"Kamu masuk ke dalam!" desis Ajie sebelum berbalik ke ruangannya.

Melihat wajah Ajie yang merah padam menahan emosi, Eza jadi kuatir dan maju hendak membela, "Pak, maaf tapi Lily ..."

"Sudah! Kamu lanjutin kerja, perbaiki itu! Nanti siang kita bahas lagi. Saya mau bicara dengan dia," kata Ajie dengan dingin. 

Eza dan Amy bertukar tatapan, sama-sama ingin membela, tapi Lily malah dengan santai mengikuti Ajie masuk sambil melemparkan isyarat agar mereka berdua tetap tenang.

Begitu sampai di dalam, Ajie menutup semua jendela kaca. Rengutan pun muncul di wajah Lily.

"Bapak tuh jangan suka marah-marah begitu, kenapa sih? Kan tinggal kasih tau aja itu salah, tolong perbaiki! Memangnya segala hal bisa diselesaikan dengan marah-marah?"

Ajie melipat tangan di depan dadanya. "Jadi kamu tadi cuma nutupin kesalahan si Eza lagi?"

Lily menggeleng. "Enggak! Itu memang Lily yang ngerjain. Lily yang bikin kesalahan. Itu kode Lily di pojokan kertas, Bapak baca gak? Mas Eza dan Mbak Amy gak sempat meriksa karena Lily telat nyelesein. Itu juga Lily telat ngerjain karena Bapak."

Boss Galak  & Sekretaris Badung [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang