Beberapa bulan sebelum pernikahan Ajie dan Lily...
Muhammad Al Farizi masuk ke ruang kerja sahabat baiknya. Panji Darmawan. Pria yang usianya kini hampir 60 tahun itu menepuk bahu Panji yang sedang menunduk memeriksa ponselnya. "Assalamualaikum, kawan!"
"Waalaikum salam. Eh, hai! Astaga! Maaf, maaf tadi saya keasyikan. Apa kabar, Riz?" Panji berdiri, mengulurkan tangan untuk menyalami sahabatnya. Fariz.
"Alhamdulillah, kau kelihatan lebih sehat sekarang. Gimana keluarga? Anakmu Jaya sudah pulang?" tanya Fariz.
Tangan Panji menunjuk sofa, memberi isyarat Fariz untuk duduk. Setelah duduk, barulah ia menjawab, "Tugasnya baru dua bulan lagi berakhir. Tapi katanya mau di-extend. Anakmu sendiri gimana?" Panji meraih gagang telepon yang ada di atas meja samping di sisi sofa, memberi instruksi untuk membuatkan dua botol air mineral dan dua cangkir teh tanpa gula.
"Heuuuh, itulah... Kapan kita akan jadi besanan kalo begini?" keluh Fariz sembari menyandarkan punggungnya ke sofa. "Si Ajie itu hanya ngurus kerjaan aja. Avelia baru tahun depan selesai kuliah. Jaya dan Lily sendiri udah punya kekasih atau belum?"
Panji tertawa. "Kalo Jaya kayaknya udah ada tuh, Riz. Temennya putriku juga."
"Lily?" tanya Fariz lagi.
Panji mengangguk. "Itu yang namanya Tiar. Kamu sudah pernah bertemu, kan?"
"Oh iya iya, yang anaknya rada tomboy itu. Yang pelatih renang, bukan?" tanya Fariz setengah menebak. Lagi-lagi Panji menjawab dengan anggukan.
"Jadi tinggal Lily?" Kali ini pertanyaan itu dijawab dengan senyuman Panji. "Kata istrimu, Lily baru saja berhenti kerja. Dia nganggur di rumah. Kebetulan Ajie sedang butuh sekretaris. Gimana kalau Lily bekerja di kantornya si Ajie aja?" lanjut Fariz memberi saran.
Terdengar helaan nafas Panji bertepatan dengan suara ketukan di pintu. Sekretaris Panji, Shiyan. masuk membawa 2 gelas teh dan 2 botol air mineral di atas nampan kecil. Mereka berdua menghentikan obrolan dan membiarkan Shiyan meletakkan nampan di atas meja. Fariz menyapa Shiyan, yang dibalas dengan sopan oleh pria muda berusia 28 tahun itu.
"Soal perjodohan anak-anak, aku gak berani mengambil keputusan apapun, Riz. Anak-anak kita bukan anak kecil lagi. Lily juga sudah lupa soal itu. Terakhir aku bertemu Ajie pun sebelum ia nerusin master keluar negeri, jadi... aku tak lagi terlalu berharap," ujar Panji panjang lebar dengan wajah murung. "Tapi selama kita bersahabat, anak-anak tidak berjodohpun harusnya tidak ada masalah."
Fariz tertawa. "Ji, aku ingin anak-anak kita menikah, karena aku tahu kau dan Rini itu pasti akan jadi mertua yang baik. Anakku harus melihat contoh pernikahan yang bahagia. Jangan sampai ia hanya tahu satu pernikahan yang buruk seperti aku dan Vella. Avelia dan Ajie sudah cukup trauma karena kami, jadi... aku ingin mereka memiliki orangtua lain yang lebih baik."
"Baiklah, baiklah. Kebetulan Lily juga belum pernah dekat dengan siapapun. Tapi... Maksudku, kalau nanti Lily dan Ajie sama-sama tidak mau, dan hubungan mereka tak berjalan baik, kamu harus terima ya. Aku tak ingin memaksakan kehendak," kata Panji sambil menyeruput teh.
Fariz memilih meneguk air mineral. Ia tersenyum puas saat mendengar keputusan Panji.
***
Fariz menghubungi keponakan sekaligus sekretaris eksekutif perusahaan, Amy, meminta gadis itu untuk datang.
"Iih, Om. Amy gak berani. Kak Ajie itu beda banget kalo di kantor. Amy gak berani ikut campur urusan pribadinya," seru Amy begitu Fariz selesai mengutarakan rencananya.
Fariz menghela nafas. "Kamu hanya perlu meminta si Wira untuk nerima lamaran Lily. Paling enggak kamu lolosin dia sebagai kandidat dulu deh. Ini copy CVnya dia, kamu cariin aja di CV yang masuk itu. Nanti biar Om yang ngomong ke Wira. Itu saja kok."
"Masalahnya bukan begitu, Om. Kalo Amy lolosin calonnya Om itu, belum tentu Kak Ajie terima. Ingat lo Om, kriteria di SekPer itu lumayan susah. Amy aja dulu harus ngelamar kayak yang lain, gak ada pilih kasih. Gimana Amy mau bantu?"
Seringai penuh arti muncul di bibir Fariz, persis seperti milik putranya. "Tenang saja soal itu! Kalau si Ajie udah lihat Lily. Ia pasti kehilangan akal sehat."
Amy melongok tak percaya. Pramono Ajie bisa kehilangan sehat? Itu tak mungkin. Tapi ini menarik dan Amy juga ingin tahu. Jadi ia meraih lembaran di atas meja teh itu dan mulai melihat copy CV dari gadis pilihan pamannya itu.
Lily Truly Amanda.
*****
Note:
Untuk cerita ini sampai detik ini saya belum terpikir untuk membuat sekuel atau mengambil dari beberapa tokoh figuran untuk novel baru. Belum ada ide apapun. Dan sebenarnya itu bukan gaya saya juga sih. Hehe... Sorry guys! It's just like watching a boring sinetron. Buat saya, nulis itu harus bebas, termasuk terbebas dari bayangan cerita lama. Gaya boleh sama, karakter dan lain-lain mah kudu beda kali.
Selanjutnya, meski cerita ini udah tamat, tapi kalo saya kangen nulis tentang mereka, saya pasti nulis dalam bentuk BONUS.
Cerita berikutnya tidak ada hubungannya dengan si Lily dan Ajie. Beda. Bisa dicek di profil saya untuk mengikuti.
Oh ya, karakter Ajie dan Lily itu saya ambil dari Angelababy dan HuangXiaoming. Dua artis pasangan dari Tiongkok. Nah pasangan ini aslinya juga terkenal romantis dan sang suami sampai disebut sebagai suami paling ideal loh. Lamaran aja si Angela dikasih mobil mewah.
Thank you for all support, vote, share, comment and follow-nya ya!
\(^_^)/
IinAjid
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss Galak & Sekretaris Badung [TAMAT]
General FictionRank 1 - 04/03/2019 #Komedi #Sekretaris #KisahCinta #Badung #Chicklit #Romcom #Boss #Kantoran - 16/03/2019 #Gadis #Officelove "Sepertinya saya sudah kenal Anda sebelumnya," kata pria itu perlahan. Lily sibuk mengingat-ingat. Masak sih? Kok bisa-bi...