40. Putus...

139K 12K 223
                                    

Emak tak berkata apa-apa. Hanya berulang kali menghela nafas. Tiar mengelus punggung Emak, menenangkannya.  Tiar beberapa kali mengusap airmatanya.Ayah yang tampak paling terpukul. Ia menatap putri kesayangannya dalam diam, dengan sorot mata kosong menerawang. Ajie berdiri paling jauh dan bersandar di dinding dekat pintu. Di dekatnya Jaya memandangi semua yang ada di dalam ruangan itu satu persatu.

Mereka sedang menunggu Lily sadar dalam ruang rawat VVIP Rumah Sakit. Lily sempat sadar setelah dibawa ke rumah sakit, tapi dokter membuatnya tertidur. Emak dan Ayah datang setelah diantar Jaya yang baru saja pulang dari Kalimantan, bersama Tiar.  

Lily memang tak mengalami luka besar yang perlu dikuatirkan, hanya lebam dan lecet di tangan karena ia sempat menabrak dan terjatuh di toilet. Hanya saja trauma membuat tubuhnya terus gemetar begitu kuat, dan Lily sempat kesulitan bernafas. Detak jantungnya juga sangat cepat. Walaupun tidak menjerit dan tangisnya nyaris tanpa suara, keadaannya jelas menunjukkan kalau trauma Lily kembali.

Keluarga Lily sebenarnya sedang bersiap-siap menghadiri Gala Dinner yang juga hendak dihadiri Lily dan Ajie. Itu bukan pesta biasa. Itu pesta khusus untuk Lily. Kejutan yang disiapkan Ajie untuk gadis mungilnya. Ia ingin melamar gadis itu di depan orangtua Lily, Papa dan adiknya, Abang dan sahabatnya, juga teman-teman dekat mereka. Kejutan yang sudah disiapkannya berhari-hari bersama beberapa orang kepercayaannya, termasuk meminta pendapat Tiar, sahabat baik Lily. Siapa yang sangka semua terjadi hari ini?

Jaya memperhatikan tangan kanan Ajie yang dibungkus saputangan dengan asal-asalan. Terlihat jelas ada bercak-bercak berwarna merah tua. Darah. Tampaknya darah di tangan Ajie belum benar-benar berhenti, karena baju dan celananya juga mendapat noda yang sama. Wajah Ajie juga sedikit pucat. Entah karena ia panik atau karena mulai kekurangan darah.

Tanpa berkata apa-apa, ia menepuk bahu Ajie. Ajie menoleh dengan tatapan lesu. Jaya memberi kode agar mereka keluar. 

Begitu di luar, "Lu ke UGD dulu deh, urus luka lu dulu!" kata Jaya. Tepat saat itu seorang perawat lewat. Jaya mencegatnya, memberitahu soal luka Ajie dan si Perawat pun mengajak Ajie untuk mengobati lukanya. Ajie sempat enggan, tapi Jaya memaksanya.

Tak menunggu lama, Ajie sudah kembali. Tangan kanannya sudah terbungkus perban berwarna putih. Tangan Ajie ternyata mengalami luka cukup lebar dan harus dijahit sepanjang 2 cm. 

"Gue sudah bilang, trauma Lily itu bakal kapanpun bisa kambuh, Jie. Kalo lu pengen sama dia, lu harus siap. Ini belum seberapa." kata Jaya saat mereka duduk bersandar di depan ruang rawat Lily. Ia tersenyum getir. "Lily jauh lebih tegar sekarang."

Ajie menunduk. Mana ia pernah menyangka bahwa satu pencetus bisa mengeluarkan luka lama di hati Lily? Gadis itu terlalu pintar menyembunyikannya sampai detik ini. 

"Maafkan gue, Jay!" gumam Ajie.

Jaya tak menjawab. Hanya menepuk-nepuk bahu Ajie. Lalu ia menghela nafas panjang. "Lily banyak berubah setelah dengan kamu, Jie. Dulu kalau terjadi begini, biasanya ia lebih histeris... Kadang malah... malah berhari-hari tidak bisa melakukan apapun."

Ajie termangu. 

"Lu masih ingin bersama Lily? Setelah liat ini?" tanya Jaya sambil menatap langit-langit lorong rumah sakit.

"Tidak ada yang akan berubah. Yang jelas, gue akan perbaiki semuaya. Gue akan buat semua orang tahu Lily bersama gue dan siapapun yang berani ganggu dia bakal berhadapan dengan gue," janji Ajie setengah berbisik. Pelan, tapi tegas.

Suara ketukan sepatu di lorong, membuat keduanya menoleh. Danu sedang berjalan cepat mendekati mereka.

"Jie, tadi gue dapet laporan dari satpam yang periksa CCTV... " Danu berusaha mengambil nafas diantara deru nafas terengah-engah yang keluar dari mulutnya, "Mereka staf admin advertising. 4 orang. Mereka sengaja mengunci Lily dan kuncinya diam-diam mereka ambil dari Lt. 5. Waktu kita... lo maksud gue... buka paksa pintu toilet, mereka sudah ngaku ke Amy. Mereka hanya... mmm...  karena lu... " kata-kata Danu menggantung, ia menatap kuatir pada Jaya. Ia tak tahu apakah baik menyampaikan alasan sepele dari orang-orang yang mencoba menakut-nakuti Lily tanpa menyinggung perasaan kakak Lily.

Jaya mengangkat bahu.  Menggeleng-geleng. "Bahkan setelah puluhan tahun, ada beberapa orang yang tak pernah dewasa. Dulu Lily dikerjai oleh anak usia 10 tahun, sekarang mereka yang sudah dewasa. Nasib adek gue memang gak beruntung selalu ketemu manusia-manusia model begini," katanya setengah mengeluh. Ia memang tak suka melihat adiknya kembali sakit seperti dulu. Tapi bagaimanapun, ia sudah terbiasa mengendalikan dirinya dalam situasi apapun.

Ajie memberi isyarat dengan anggukan kecil, yang hampir tak terlihat oleh Jaya. Tapi Danu memahaminya. Artinya, mereka yang bersalah harus mempertanggungjawabkannya. Danupun mengambil ponsel dan menghubungi Wirasana. Mereka yang bersalah dipecat.

Tepat saat itu, pintu terbuka, Tiar berlari dengan wajah sumringah. "Lily sudah sadar, Bang!" pekiknya tak peduli meski mereka sedang berada di rumah sakit.

Ajie berlari paling depan saat masuk. Menyaksikan pemandangan langka yang langsung membuat degup jantungnya bertambah. Tangan Emak sedang mengelus-elus kepala putrinya, meski wajahnya sedih, Emak tak menangis. Malah senyuman merekah lebar di wajah Emak, juga Ayah. Saat melihat Ajie masuk, Emak melambai memanggilnya.

"Sini, Mas!" 

Ajie mendekat, dan mereka mengganti posisi. Mata Lily mengikuti gerakan keduanya, sebelum akhirnya berhenti, menatap Ajie. Ia tersenyum. Tangannya terangkat mencari tangan Ajie yang tak terbungkus perban. Begitu bertemu, Ajie mengunci tangan Lily, menggenggamnya erat. Lalu ia menunduk, mendekatkan diri ke wajah gadis mungilnya.

"Maafkan saya, Li! Maafkan saya!" bisik Ajie perlahan. Berulang kali. Lily menggeleng pelan sambil tersenyum. Mereka seakan tak peduli kehadiran keluarga dan sahabat di ruangan itu, yang ikut memandangi Lily dengan penuh rasa syukur. Mereka saling menatap, melemparkan senyuman penuh arti. Semua menyepakati satu hal yang sama, ketika satu orang dalam keluarga mendapat musibah, jangan menangisinya, tapi menyemangati dengan tetap tegar.

"Kamu mau sesuatu Li? Mau minum? Makan?" tanya Tiar menggantikan Ayah yang bergeser dan memilih duduk di sofa bersama Emak. Pasangan tua ini sudah mulai terlihat lebih rileks.

"Putus... " bisik Lily pelan. Menatap Ajie lagi. 

Ajie terkesiap. 

Tiar terpaku. 

Emak dan Ayah terdiam. 

Jaya meneguk liur. 

Danu mengedarkan pandangan bingung.

LIly tersenyum tipis, dengan mata sayu. "Lily... gak bakal... pernah mau putus dari Mas," ulangnya lagi. Lebih pelan, tapi lebih tegas.

Hembusan nafas lega dan senyuman lebar kembali terlihat di wajah semua orang yang ada di dalam ruangan itu.

Bahkan saat sakitpun, Lily masih bisa jahil.

***

Note:

Hari ini saya kasih bonus dua bagian. Dapet berita gembira dari putri saya. Yang jelas sangat membanggakan sampe semalam susah tidur saking hepinya dan akhirnya nulis. 

Seperti biasa, thanks for comment, vote, follow and share-nya!

\(^_^)/

IA




Boss Galak  & Sekretaris Badung [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang