Part 32

672 47 9
                                    

­Aulia tersenyum ketika melihat mobil Nassar mendekat. Nassar segera turun dari mobilnya dan menghampiri Aulia. Nassar terpana melihat Aulia yang sangat cantik.

"Cantik." Ujar Nassar.

"Makasih."

"Bajunya." Goda Nassar.

Aulia langsung cemberut.

"Bercanda, jangan ngambek dong. Yuk?" Nassar menyentuh dagu Aulia karena gemas dan segera membukakan pintu mobilnya.

"Udah makan?" tanya Nassar ketika mulai menjalankan mobilnya.

"Udah."

"Ohh, hm . . . kamu mau bicara apa? Ada ide mau bicara dimana?"

Aulia tampak berpikir, "Minum jus aja A, gimana?"

"Oke, sambil ngemil ya? Aku tau tempat yang bagus yang ga begitu jauh dari asrama kamu."

Aulia tak menjawab dan memilih fokus pada ponselnya. Sesekali Aulia tersenyum melihat sesuatu di ponselnya. Nassal melirik sebentar dan kemudian fokus pada jalan. Sebenarnya hatinya tak setenang apa yang terlihat di wajahnya. Aulia mengatakan jika ia ingin mengatakan sesuatu yang penting padanya. Nassar sudah bisa mengerti arah pembicaraan yang akan dia dengar nantinya. Pasti tentang perasaan Aulia padanya selama ini. Nassar tahu jika mungkin malam ini akan menjadi malam yang indah jika Aulia sudah memastikan hatinya untuk Nassar atau malah sebaliknya menjadi malam terakhir Nassar berstatus sebagai kekasih Aulia.

Nassar mengulurkan tangannya untuk membantu Aulia turun dari mobil. "Awas hati-hati."

Aulia menyambut uluran Nassar dan menuruni mobil.

"Daritadi ketawa-ketawa mulu. Ada apaan sih di ponselnya?"

"Itu loh, A. Di Grup agensi biasa pada becandaan."

"Owh."

Nassar lalu memilih tempat duduk di area luar dan mempersilahkan Aulia untuk duduk terlebih dahulu. Aulia duduk dengan nyaman sambil mengucapkan terimakasih. Mereka lalu memesan makanan ringan dan jus.

"Jadi gini lho, A."

"Bentar, tahan dulu." Nassar mengangkat tangannya untuk dibawakan segelas air putih dahulu sebelum pesanannya dihidangkan.

Pramusaji datang dan memberikan segelas air putih tak lama kemudian. Nassar tanpa sadar meminumnya langsung hingga habis seketika.

Aulia tersenyum. "Aa haus ya?"

"Eh kenapa?" Nassar sendiri ngga sadar jika ia telah menghabiskan minumannya dalam sekali teguk.

Aulia terkekeh. "Aa kenapa sih?"

"Kenapa Apa?" Nassar balik bertanya.

"Kayak yang tegang."

"Oh iya ya?"

"Jadi A, mengenai perasaan Aulia."

"Bentar-bentar. Aku ke toilet dulu ya?"

Aulia menahan tangan Nassar, "Aa kok aa kayak lagi ngulur waktu. Ga pengen denger Aulia ngomong apa?"

"Anu, itu . . . Aulia, Aa pengen ke belakang. Bentar ya." Nassar langsung bangkit.

"Yaudah, jangan lama-lama, A."

Di dalam toilet tak ada yang dilakukan Nassar selain menghembuskan nafas. Mencuci muka. Menyalakan air kran menutupnya dan mengulangnya lagi. Nassar tahu jika ia tegang dan ia tak sanggup untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan Aulia. Pikirannya semakin kacau karena kata-kata Manda tadi siang. Nassar sadar jika ia harus menghadapinya, kabar baik atau buruk yang akan keluar dari mulut Aulia. Di satu pihak Nassar ingin menunda mendengar kabar dari Aulia, dipihak lain Nassar juga sebenarnya penasaran tentang perasaan Aulia. Nassar segera keluar dari toilet. Dia harus menghadapinya dan yang harus ia lakukan adalah menemui Aulia yang tengah menunggunya.

"Kok lama, A?"

"Oh iya?"

"Kenapa wajah Aa basah gitu? Sini A." Aulia mengulurkan tangannya yang sudah menggenggam tisu. Nassar mendekatkan wajahnya. Aulia menyeka wajah itu hati-hati. Sesekali tangan Aulia merapihkan rambut Nassar yang jatuh ke keningnya.

"Nah sekarang udah rapih kan. Jadi A . . ."

"Eh, Aulia kayaknya bentar lagi jam malem asrama deh. Kita bicara besok lagi ya?"

"A, Aa kenapa sih? Aa takut sesuatu? Mengkhawatirkan sesuatu? Atau ada yang mengganggu Aa? Aa kayak yang ngga tenang dari tadi."

"Ngga kok ngga ada apa-apa."

Aulia melihat jam di tangannya. "Masih ada lebih dari sejam buat jam malem asrama a."

"Oh gitu ya?" Nassar akhirnya menyerah dan mencoba duduk dengan nyaman. Ia menyeruput jus yang sudah ada di depannya.

"Aulia rasa hubungan kita . . . kita akhirin aja, A."

Bagai mendengar petir. Nassar terdiam. Akhirnya kata-kata yang paling tidak ingin didengarnya keluar dari mulut Aulia. Nassar berusaha mengatur ekspresinya agar tidak terlalu terlihat kecewa. Ia tahu kini bahwa Aulia memilih Chakra bukan dirinya.

Nassar berusaha tersenyum dan menyembunyikan kegetiran hatinya, "Oh, itu keputusan kamu. Oke aku terima kalah dan aku menghormati semua keputusanmu. Mulai besok, Aa adalah senior kamu, kakak kamu yang akan tetep sayang sama kamu sebagai adik dan junior."

"Aa, Aulia belum selesai ngomong."

"Iya lanjutin aja. Setidaknya aku udah menangkap maksud kamu."

Aulia tersenyum lebih terdengar seperti tertawa. "Aa rela lepasin Aulia ya?"

"Sejujurnya Aa ada rasa kecewa, dek. Tapi sesuai yang aa pernah bilang. Aa menghormati segala keputusan kamu. Karena Aa sayang, Aa siap untuk menerima kenyataan jika adek lebih memilih orang lain dibanding Aa. Yang penting Adek bahagia. Itu sudah lebih dari cukup buat Aa."

Dalam diam, Aulia menitikkan air matanya. Aulia lalu memegang wajah Nassar. "Aulia bilang kalo lebih baik kita akhirin aja a."

"Iya aa ngerti."

"Kita akhirin break kita, A. Aulia pengen resmi jadi pacar Aa. "

"Aaapa?" Nassar seakan tak percaya dengan apa yang di dengarnya.

"Kita ga usah break lagi. Aulia sudah yakin dengan perasaan Aul sama Aa."

Senyum tiba-tiba mengambang dari wajah Nassar, "Serius?" Nassar menepuk-nepuk pipinya untuk memastikan bahwa ia tidak bermimpi. Aulia segera menahan tangan Nassar untuk menyakiti pipinya lebih lama lagi. "Aa gak mimpi. Makasih A sudah membuat Aulia bisa membedakan berbagai rasa cinta dan sayang." Aulia terdiam sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya. "Bagi Aulia, Chakra juga berharga tapi dia laki-laki yang bernilai sahabat, kaka, dan keluarga bagi Aulia. Jika Aulia memilih laki-laki yang Aulia harap ada di hari-hari Aulia, laki-laki itu adalah Aa. Aa adalah orang yang akan Aulia pikirkan pertama kali ketika Aulia mengalami masa sulit. Aa juga laki-laki pertama yang Aulia pikirkan jika Aulia sedang mendapat kebahagiaan. Aulia selalu berharap bisa bertemu Aa dan berharap bisa bareng-bareng terus."

Kini mata Nassar yang berkaca-kaca, "Makasih, dek." Nassar mencium kening Aulia.

TAMAT . . .






bersambung . . .

hehe, mimin cuman bercanda. Masih bakal mimin lanjutkan untuk beberapa part lagi. Hehehe . . . moga masih ada yang setia membaca ya . . . jangan lupa vote n komen . . ^^ follow juga IG mimin (@beauty_rainbow18) makasih ^^

Beautiful LoveWhere stories live. Discover now