26

10.4K 212 15
                                    

Marla tengah sibuk dengan berkas berkas yang baru saja di kirim Mawar untuknya. Sungguh ia benar benar pusing. Malam pagelaran tinggal tujuh hari lagi sedangkan dirinya baru saja menyelesaikan rancangannya hari ini. Ini semua gara gara permasalahan yang sedang di hadapinya. Setidaknya siang ini ia harus ke butik. Masa bodoh dengan permaslahan yang tengah di hadapinya ia harus bisa melupakan ini secepatnya. Selesai merapikan kertas kertas yang berisi rancangannya, Ia segera bersiap siap untuk ke butik.

Setidaknya dengan bekerja ia bisa melupakan masalahnya dan bisa menyegarkan otaknya. Lagipula pusingnya sudah hilang dan badannya juga sudah tidak sepanas kemarin.

"Mau kemana lo siang siang gini?"
Entah dari mana datangnya Zeeta tiba tiba saja sudah berdiri di belakangnya.

"Gue mau ke butik sekalian cari angin. Bosen di dalem terus." Jawab Marla sekenanya.

"Astagaa lo kan belum bener bener sembuh kok malah udah main keluar aja. Ntar masuk angin sakit lagi lo."

Marla menatap Zeeta heran. " kok lo tiba tiba sok perhatian gini sama gue?"

"Jangan Ge er deh lo. Gue cuma nggak mau dimarahin Hadi gara gara biarin lo keluar dalam kondisi sakit kayak gini. Lo tau sendiri mulutnya Hadi udah kayak emak emak rumpi kalo lagi marah."

"Tenang aja gue cuma mau ke butik bentar.Bawa hasil rancangan gue yang baru selesai.Gue pusing banget nih pagelarannya di mulai tujuh hari lagi sedangkan ni baju utama belum dijahit juga sama tukang gue. Ya salah gue sih baru bisa selesaiin sekarang."

"Itu baju yang mau gue pake kan?" Tanya Zeeta.

"Iya. Dan gawatnya gue baru selesaiin rancangannya hari ini." Desah Marla kembali.

"Oh emng cuma jahit baju kayak gitu aja lama ya?".Zeeta tampak meremehkan.

"Ya udah kalo lo ngerasa jahit baju gampang, kenapa nggak lo jahit sendiri aja baju baju lo? Terus bikin design sendiri. Lo pikir design sama jahit baju kayak gini gampang? Susah tau makanya harganya mahal. Lo yang cuma modal pose sama jalan lenggak lenggok mana ngerti kerjaan yang perlu konsentrasi tinggi kayak kerjaan gue." Kali ini Marla yang balik meremehkan profesi Zeeta.

"Ya udah kalo cuma modal lenggak lenggok kayak yang lo bilang, kenapa bukan lo aja yang jadi modelnya? Kenapa harus nyuruh gue coba?" Balas Zeeta tak mau kalah.

"Ge er banget lo. Gue nggak ada nyuruh lo cuma kebetulan The One Fashion nentuin lo yang harus jadi modelnya. Entah apa yang mereka lihat sampe mereka wajibin gue buat nurut kalo lo yang bakal jadi model utamanya."

"Ya jelas lah karena gue cantik, profesional, body gue bagus, dan masih banyak kelebihan gue. Dan yang pasti gue jauh lebih berbakat daripada lo."

Merasa perdebatan mereka sudah terlalu jauh dan terlalu panjang, Marla segera melengos pergi meninggalkan Zeeta yang masih sibuk mengagungkan kelebihannya di belakang Marla. Entah apa lagi kelebihan  yang sedang di katakan wanita di belakangnya itu. Dia tidak perduli. Karena sekarang di pikirannya adalah tentang bagaimana baju utama ini harua sudah selesai tiga hari sebelum hari H. karena di perlukan gladi bagi para modelnya sebelum acara di mulai.

########

Marla memijit keningnya pusing. Ternyata sakitnya belum sembuh total. Buktinya saja baru berdiri sebentar dia sudah sempoyongan. Dan disini lah ia sekarang. Duduk di pantry butiknya sambil menyeduh kopi panas dan juga mengawasi tukang jahitnya dari pantry. Setidaknya ia bisa lebih tenang karena beberapa baju lainnya sudah selesai di jahit. Tinggal menunggu baju utama saja yang harus di selesaikan.

Kopi memang sangat mampu menenangkannya walaupun dokter melarangnya untuk minum kopi sementara waktu, namun bukan Marla namanya kalo tidak bandel. Ia masih terus menyeruput kopinya perlahan. Menghirup aroma kafein yang begitu menenangkan.

MarlaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang