BAB 7 : Ketakutan Devandra

708 126 2
                                    

"Tolong, dia, Dokter!"

"Darahnya banyak sekali, Dokter!"

"Cepat Dokter, selamatkan Devandra!"

Keempat sahabat, Kanaya, Tasya, Milly dan Chicco,  membawa Devandra ke rumah sakit terdekat, mereka begitu panik dan ketakutan, merasa telah berhutang nyawa dengan Devandra. Mereka berlari - lari mengikuti Dokter dan perawat yang tergesa mendorong brankar dengan Devandra terbaring di atasnya, masih merintih kesakitan, setengah tak sadar, masuk ke ruang UGD.

Chicco mondar - mandir, Tasya dan Milly berpelukan, menangis, sedangkan Kanaya merosot duduk di lantai UGD. Tuhan, gue gak mengira Devandra sampai nyaris berkorban nyawa demi menolong gue, Tasya dan Milly, dia memang aneh, tapi ternyata dia sangat baik.

Kanaya yang paling merasa bersalah, karena Devandra bukan cuma sekali ini menolongnya, sudah dua kali, saat  di jalan depan sekolah tempo hari, tapi kenapa dia...Ah, Devandra, gue udah su'udzon dengan lo, batin Kanaya sambil menutup wajah. Kejadian malam itu, pastilah karena kami sudah dirasuki permainan jelangkung, mungkin karena kami terlalu banyak membicarakan Devandra tempo hari, jadi sosok Devandra yang muncul...

Menit demi menit, jam demi jam, rasanya begitu lama saat akhirnya Dokter muncul dari kamar  tindakan di ruang UGD,   menyentakkan Kanaya, juga Chicco, Tasya dan Milly.

"Pasien kehilangan banyak darah! Perawat, saya butuh donor!" Dokter berseru pada perawat. "Cepat!"

"Kehilangan bagaimana, Dokter? Bukankah dia sudah mendapat transfusi 5 kantong darah?" Perawat berkata keheranan.

"Saya juga tidak mengerti, 5 kantong itu seperti tidak cukup,  HB darahnya merosot terus! Ini aneh sekali, seperti ada yang menyedot darahnya dengan rakus setiap kali transfusi,"

"Tapi stock darah sudah kosong, Dokter!"
Jawaban itu membuat Dokter menyeka keringatnya.

"Pasien sulit diselamatkan kalau dia tidak segera mendapatkan donor..,"

Dokter menoleh pada Kanaya dan sahabat - sahabatnya.

"Kalian teman - teman pasien?"

"Ya Pak Dokter,"

"Bisa bantu mencari donor darah? Golongan Darah Pasien AB Rhesus Positif, jadi dia bisa menerima donor dari Golongan Darah manapun,"

Keempat sahabat itu saling berpandangan.

"Ya, kami bisa membantu," sahut keempatnya hampir berbarengan menjawab. Dokter mengangguk, sedikit lega.

"Terima kasih,"

Perjuangan semalam suntuk mereka lewati demi menyelamatkan nyawa Devandra, perjuangan yang tidak mudah untuk mengumpulkan donor darah yang begitu banyak tapi mereka bersyukur perjuangan itu tidak sia - sia, akhirnya kondisi Devandra mulai membaik.

Kejadian itu sebenarnya sungguh sangat mencengangkan semua orang. Cuma luka beberapa sambaran celurit, tapi bagaimana bisa Devandra sampai memerlukan hingga 20 kantong darah untuk transfusi? Sungguh sesuatu yang di luar nalar akal sehat. Tak ada satupun yang bisa menjawab pertanyaan itu.

                                *****

Saat Devandra membuka matanya, siuman, di kamar rawat - inapnya, Kanaya entah kenapa, merasa ada sesuatu yang mendesir di hatinya memandang pemuda itu, mengingat perjuangan mereka mencari donor darah malam itu, sakit apa sebetulnya Devandra?  Anemia? Kanker darah? Oh, Tuhan, jadi...Jadi Devandra dalam kondisinya yang seperti itu, melawan begal - begal  demi untuk menyelamatkan kami? Kanaya menggigit bibirnya, rasa bersalah itu terus menghantui.

"Ka - Kanaya?" Kata - kata itu yang pertama terucap oleh Devandra. Walau di kamar itu ada Tasya, Milly, Chicco, juga Dokter dan perawat, tapi tampaknya hanya Kanaya yang ada di mata Devandra. "Kanaya, lo gak apa - apa? Begal itu..,"

Pemuda bermata abu - abu itu berusaha bangkit, walau tubuhnya terlihat masih lemah.

"Devandra, jangan bangun dulu," Kanaya berkata, khawatir."Lo belum pulih,"

"Lo gak apa - apa?"

"Iya, gue gak apa - apa," terjengah juga Kanaya ditatap sedemikian rupa oleh Devandra. Mata abu - abu itu, begitu khawatir menatapnya. Gadis itu tak terasa menarik napas lega saat Devandra akhirnya  mengalihkan tatapan.

"Di..Dimana ini?" Tatapan mata abu - abu Devandra menyapu ke sekelilingnya.

"Tenanglah, lo aman di rumah sakit sekarang,"

"Apa?!"

"Lo di rumah sakit,"

Braak!!!

Kata - kata Kanaya yang berniat menenangkan Devandra justru berakibat sebaliknya. Pemuda itu tiba - tiba melompat dari tempat tidurnya. Bagai tersengat sesuatu, begitu terkejut. Gerakan mendadak itu jelas membuat Devandra tersungkur ke lantai, selang - selang infus nyaris melukai tangannya karena tersentak paksa.

"Hey, apa yang anda lakukan?!" Dokter berseru kaget. "Ingin lukanya terbuka lagi?"

"Udah berapa lama gue di sini?! Katakan! Udah berapa lama?!" Teriakan Devandra mengejutkan semua. Pemuda itu menolak Dokter yang berusaha membantunya bangun. "Gue...Gue gak boleh berada di sini!"

Ada nada panik luar biasa terdengar dari suara pemuda bermata abu - abu itu, Kanaya dan sahabat - sahabatnya hanya bisa tercengang menyaksikan tingkahnya.

"GUE GAK BOLEH DI SINI!" Devandra mulai berteriak liar.

"Tapi anda belum sembuh, luka anda baru saja dijahit, anda harus...'" Dokter, yang dibantu Chicco, begitu kewalahan menahan Devandra yang terus memberontak, berusaha mencabut infus dari tangannya. "Perawat!"

Beberapa perawat segera masuk dan membantu Dokter dan Chicco memegang Devandra. Salah satu dari perawat  tampak menyuntikkan obat penenang pada lengan Devandra, membuat pemuda itu  mendelik.

"Lepasin gue!! Lepasin!!" Devandra bagai mengamuk saat dipaksa kembali berbaring di tempat tidurnya. Sementara luka ditubuhnya mulai mengucurkan darah, membasahi bajunya, mungkin ada jahitan yang terbuka. Kanaya, Chicco, Tasya dan Milly begitu terpaku, tak sanggup bersuara, bahkan Kanaya yang pengiba, mulai berlinangan air mata, tak tahan menyaksikan itu.

  "Please Devandra, ini untuk kebaikan lo!" Kanaya akhirnya berkata. "Kenapa lo menolak untuk dirawat, Dev? Apa yang lo takutin?"

Devandra hanya merintih panjang sebagai jawabannya, mungkin karena pengaruh obat penenang sudah mulai bekerja, atau karena darah yang mengucur deras telah melemahkan tubuhnya.

"Biarin gue pergi, please gue mohon...," pemuda bermata abu - abu itu akhirnya berkata lemah, wajahnya begitu pucat.

"Kenapa, Devandra?"

"Gu - gue takut...,"

Kanaya dan ketiga sahabatnya hanya bisa saling berpandangan, tidak mengerti, takut? kenapa?

02.00 ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang