“Hei! Hei, Aya, hentikan!” Tasya cepat menyelamatkan mangkuk bakso Kanaya. Setengah botol saus tomat nyaris memenuhi mangkuk itu akibat Kanaya menuangnya sambil melamun. Kanaya terjengah.
“Ha? Oh, maaf!” Kanaya kaget melihat isi mangkuk baksonya telah berubah warna menjadi merah.
“Kanaya, Kenapa?” tanya Tasya sambil melepaskan botol saus itu dari tangan Kanaya dan meletakkannya jauh-jauh, bisa diomeli tukang bakso nanti karena telah membuang-buang setengah botol saus dengan percuma. “Daritadi gue ngeliat lo ngelamun aja.”
“Pasti mikirin Devandra..,” tebak Milly spontan. Tapi Tasya segera menyikut Milly supaya diam, karena melihat mata Kanaya berkaca- kaca.
“Aya, gue tau lo sedih. Gue juga gak ngira Devandra kayak gitu. Tapi lo gak bisa terus - terusan kayak gini juga kale," Tasya mencoba menghibur Kanaya.
"Mung - mungkin lo bener, Sya. Chicco juga bener. Devandra gak sebaik yang gue kira," suara Kanaya bergetar saat berbicara, karena menahan perasaannya. Tasya menghela napas.
"Ya gimana ya?" Kata gadis itu. "Devandra susah ditebak sih orangnya. Dan agak aneh kalo kata gue,"
"Sayang ya? Padahal dia cakep banget..," celetuk Milly
"Milly, kita lagi serius," Tasya mendelik.
"Owh, okey," Milly membuat gerakan seperti sedang menarik ritsleting di mulutnya, tanda dia tak akan menyeletuk sembarangan lagi.
Chicco datang bergabung ke meja mereka dan duduk di samping Kanaya. Pemuda yang gemar memakai topi pet terbalik itu memesan satu mangkuk bakso.
“Aya?” Chicco tertegun melihat wajah Kanaya yang muram. “Kenapa? Kok tampang lo sedih gitu seh? Ooh, yaah. Pasti karena si brengsek Devandra, iya kan?”
Kaki Tasya menendang kaki Chicco di bawah meja. Pandangannya seolah berkata, 'Chicco, jangan mulai,' tapi peringatan gadis itu sepertinya sia-sia, Chicco tidak peka, pemuda itu malah mengangkat alis, memandang Tasya.
"Kenapa lo nendang gue? Kan memang kenyataan Devandra itu brengsek! Dia udah memperkosa Kakak kandung gue, Sya," Chicco lalu menoleh pada Aya yang seperti mau menangis di sampingnya. "Aya juga, seharusnya orang kayak gitu gak usah lo kasi hati, mana lo pake acara ngebales cintanya segala lagi, halah!"
"Chicco! Plis?" Sembur Tasya mendelik, tapi Kanaya sudah berdiri, membuat semua sahabatnya terjengah.
"Iya iya Devandra brengsek...Lo benar, Chic, semua benar, dan gue yang salah, gue yang bodoh udah mau dengan Devandra, oke?"
Chicco terjengah, karena Kanaya kemudian betbalik dan berlari keluar dari warung bakso, meninggalkan sahabat - sahabatnya. Tasya melemparkan pandangan kesal pada Chicco.
"Lo bego banget sih Chic? Mulut gak bisa ditahan," semburnya, membuat Chicco terbelalak. "Udah tau Aya lagi sensitif,"
"Ha? Kok jadi gue? Omongan gue bener kan?"
"Ih sebel tauk, gue ama lo," Tasya ikut berdiri. Gadis itu mengejar Kanaya. Milly tak mau ditinggal, ikut keluar warung bakso. Tapi sebelum pergi, Milly menoleh.
"Ehm, Chic, itu bakso gue, Tasya ama Aya belom dibayar ya?" Katanya pada Chicco.
"Lalu?"
"Lo yang bayar," kata gadis itu sambil buru - buru berlari menyusul Tasya dan Kanaya sebelum Chicco protes. Chicho langsung terbelalak sampai matanya seperti mau copot.
"Yah elah! Kok jadi gue yang bayar sih? Gue aja baru datang, belom juga makan..,"
Sia - sia. Tak ada yang mendengar kata - kata Chicco lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
02.00 ( Tamat )
HorrorKanaya yang sedang berduka, menghadiri pemakaman orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan, tak sengaja bertemu dengan Devandra Sosok Devandra yang begitu memukau bagai dewa - dewa legenda Yunani yang tampan, seorang pemuda yang bercita cita me...