BAB 31 : Kembali Ke Dunia Manusia

391 71 0
                                    

Entah sudah berapa lama Devandra pingsan, ketika akhirnya pemuda itu siuman, dia begitu terkejut menemukan dirinya ternyata berada di atas dahan sebuah pohon tua besar di tengah hutan belantara yang sangat lebat. Pakaian awut - awutan, kotor, tidak beralas kaki, seperti orang yang tidak waras.

Dua orang penebang kayu yang kebetulan lewat,  menemukan Devandra dan membantu pemuda itu turun.

"Bagaimana kamu bisa berada di atas pohon itu, Nak?"  tanya salah satu penebang kayu itu heran.

"Gu - gue...Gue..," Devandra tergagap kebingungan, hanya bisa menatap ke arah para penebang kayu  tanpa tau harus menjawab apa.

“Kamu sepertinya pendatang ya? Kenapa bisa nyasar di hutan ini, Nak? Hutan ini terkenal sangat angker, karena konon kabarnya, kata orang–orang di desa sini, hutan ini banyak mahluk halusnya! Bapak saja masuk hutan ini sudah sangat terpaksa karena kehabisan kayu bakar untuk dijual.”

Devandra kembali tak bisa menjawab.

********

Devandra dibawa oleh para penebang kayu ke Rumah Sakit karena pemuda itu tampak seperti orang yang lupa ingatan, tidak mampu menjelaskan  siapa dirinya, darimana  dan kenapa berada di dalam hutan lebat itu.

Bagaikan baru saja terbangun dari mimpi buruk yang panjang, berhari–hari Devandra hanya tergeletak pasrah di atas brankar tempat tidurnya dalam kamar rawat - inap Rumah Sakit, seolah tak ada lagi keinginan untuk hidup. Matanya terbuka lebar, tapi tatapannya kosong. Pemuda itu sulit mempercayai apa yang baru  dia alami. Papanya, Yuura, Istana Keramat Maimun, para mahluk–mahluk halus. Dan Anzu, air mata Devandra meleleh setiap kali teringat Anzu saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya Devandra merasa sangat kehilangan Anzu.

Selama ini dia tidak pernah bisa sejalan dengan saudaranya, selama ini dia tak pernah bisa mengerti tabiat Anzu yang selalu bertindak seenaknya. Tapi saat Anzu harus pergi selamanya, tiba–tiba Devandra merasa sangat kesepian dan kehilangan. Tiba–tiba Devandra merasa gamang, tinggal sendirian di dunia yang maha luas ini tanpa Anzu.

Bayangan Anzu yang meleleh di dalam sumur keramat itu sangat menghantui pikirannya. Devandra tak pernah mengira Anzu akan berbuat seperti itu, mengorbankan dirinya sendiri menggantikan dirinya.

"Lo Kakak terbaik gue, Devandra. Semoga lo bahagia bersama Kanaya,"

Kata - kata terakhir Anzu sangat menyiksa Devandra.  Sebesar itu rasa sayang Anzu padanya. Anzu, maafkan gue, lo..Lo adik terbaik gue juga, gue sayang ama lo...

Siang berganti malam, malam berganti pagi, Devandra masih saja tak bergerak di atas brankar tempat tidur kamar rawat - inapnya, tak peduli sekelilingnya. Berapa banyak perawat dan dokter yang berusaha mengajaknya bicara, menghibur tapi tidak digubris. 

Hiidup dirasa terlalu aneh dan sulit dimengerti olehnya. Papanya Raheeq Mahmoud Ali, seorang pangeran, seorang putra mahkota kerajaan Keramat Maimun di dunia ghaib sana, Mamanya Nayla Athena, seorang perempuan peranakan Yunani, manusia biasa. Pada saat dia baru saja mengenal latar–belakang keluarganya, mengetahui siapa dirinya, pada saat dia baru saja bertemu Papanya. Kini semuanya sudah lenyap pupus begitu saja. Bagaikan debu yang tertiup angin.

Dan Mamanya, Ah, Mama. Devandra tiba-tiba teringat dengan kata-kata Yuura,

"Cuma kamu yang bisa menguburkan Mamamu di tempat yang layak. Cuma kamu."

Devandra mengeluh, bagaimana dia bisa menguburkan Mamanya sedangkan sumur tempat kerangka Mamanya tidak jelas berada di mana. Kala itu Yuura membawanya di malam gulita terbang entah di daerah mana, Yuura tidak pernah memberinya petunjuk.

"Dek, kamu tidak bisa seperti ini terus - menerus," terdengar suara lembut di telinga Devandra. "Sarapannya dimakan ya? Jangan cuma dipandangi..,"

Pemuda itu tak menjawab, bahkan menolehpun tidak. Seorang perawat perempuan duduk di sisi brankarnya. Perawat itu yang menegur Devandra.

"Kamu ganteng, manis, harus bersemangat, okey? Jika ada yang membebani pikiranmu, boleh kok diceritakan pada saya, siapa tau saya bisa membantu," bujuk perawat itu sambil membelai rambut Devandra, menyentakkan Devandra dari dunia semunya. Mata pemuda itu mengarah pada perawat itu.

Bujukan, belaian lembut, senyuman manis sang perawat,  tiba - tiba seperti mengusik jiwa Devandra.

"Ka - Kanaya?" Kata pertama yang meluncur dari mulut Devandra sejak pemuda itu berada di Rumah Sakit. Perawat itu begitu surprise mendengar Devandra akhirnya bicara.

"Hey, dengar, si ganteng ini akhirnya bicara!" Seru perawat itu pada temannya, sesama perawat, yang sedang bertugas di kamar Devandra.

"Oh? Dia bicara?" Teman perawat itu sama surprise - nya, buru - buru mendekati.

Memang sejak pertama Devandra dibawa ke Rumah Sakit, para perawat perempuan sudah jatuh hati pada Devandra yang berwajah tampan bagai dewa - dewa mitos Yunani yang memukau, kulit seputih salju, bibir yang merah muda, rambutnya yang hitam legam bergaya ulzzang boy. Mereka semua prihatin melihat kondisi Devandra yang mengalami depresi,  berhari - hari hanya melamun, tak mau bicara pada siapapun, bahkan kadang menangis sendiri tanpa sebab.

“Kanaya??” Pemuda itu seperti baru tersadar.

"Ya, siapa Kanaya, Dek? Apakah keluargamu?" Tanya para perawat, tapi Devandra tak menjawab. Kata– kata Anzu seolah terngiang kembali ditelinga Devandra.

"Kalo gue mati,  lo akan jadi manusia seutuhnya, Bro, dan Kanaya pasti mau nerima lo lagi..,"

“Kanaya,” Devandra  tiba - tiba hendak turun dari brankarnya.

"Eh, mau kemana Dek?" Para perawat terjengah melihat tingkah Devandra.

“Gu - gue masih punya Kanaya,” Devandra menepis tangan perawat yang hendak memeganginya. Terlihat oleh pemuda itu bayangan dirinya yang terpantul dalam cermin washtafel kamar rawat - inap. Pemuda itu tercekat.

“Ma - Mata gue? Mata gue..,” Devandra mengusap matanya, baru menyadari setelah berhari–hari. Iris matanya tidak lagi berwarna abu–abu jernih, warna iris matanya sudah berubah menjadi hitam kelam seperti warna rambutnya.

Devandra membatin, Oh, gue ingat, gue udah jadi manusia seutuhnya sekarang, gue udah gak punya hubungan apa–apa lagi dengan dunia ghaib. Gue gak butuh ritual–ritual mistik, gak perlu takut lagi dengan penyakit ketergantungan darah itu, tiba–tiba senyum Devandra merekah, seperti begitu bahagia, merasa secercah harapan muncul kembali. Be - berarti sekarang gue bisa bersama Kanaya tanpa harus takut nyakitin dia lagi...

Devandra meraba tubuhnya sendiri seolah ingin merasakan denyut kehidupan Anzu yang kini sudah menjadi bagian dari tubuhnya.

Jangan khawatir, Anzu, pengorbanan lo, gak akan sia–sia. Lo bisa ngeliat sendiri, Anzu. Karena kita gak akan pernah bisa berpisah lagi untuk selamanya. Setiap detik kehidupan gue kini akan menjadi kehidupan lo juga, batin Devandra masih tersenyum.

Setelah telah dinyatakan sehat, Devandra menumpang Taxi yang dipesankan Petugas Rumah Sakit untuk mengantarnya pulang. Tapi di tengah jalan, Devandra mengarahkan supir Taxi  agar memutar Taxinya menuju ke arah rumah Kanaya.

Gue adalah Nehan Mahmoud Ali tapi gue tetap akan memakai nama Devandra Nama yang diberikan orang tua angkat gue, tekad Devandra- sambil memandang keluar jendela Taxi yang tengah melaju. Karena Kanaya cuma mengenal Devandra bukan Nehan. Dan gue akan selalu menjadi Devandra untuknya. Semoga Kanaya mau nerima gue lagi, dan memaafkan gue. Akan gue ceritain semua pada Kanaya hingga dia bisa ngertiin gue. Ya, dia pasti mau ngerti.

02.00 ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang