Bab 35 : Kanaya Terguncang

595 67 0
                                    

"Gue udah baca buku harian Mama lo, gue udah baca, Dev, plis kembali  ya? Iya bukan salah lo kok, gue udah tau semuanya. Gue udah maapin lo, jadi lo harus kembali ..," Kanaya menangis tanpa henti di atas makam Devandra. "Gue udah gak punya siapa - siapa lagi, Dev, Mama gue, Papa gue, udah meninggal semua. Plis lo juga jangan tinggalin gue...Plis kembali lagi..,"

"Aya, udahlah," Chicco begitu putus asa membujuk Kanaya. "Gue bilang lo jangan ke makam Devandra, tapi lo nekad juga..,"

"Iya, Aya, jangan gitu dong, ikhlasin Devandra..," Tasya yang berdiri di belakang Chicco,  ikut menangis menyaksikan kesedihan Kanaya.

"Aya, lo gak sendiri, lo masih punya gue, Tasya ama Chicco, " Milly bersimpuh di dekat Kanaya, berusaha memeluk sahabatnya, tapi Kanaya berkeras tak ingin bergerak dari makam Devandra.

Chicco menghela napas, akhirnya ikut bersimpuh,  menarik paksa Kanaya agar bangkit dari atas makam Devandra.

"Orang seperti Devandra gak pantes lo tangisin sampe kayak gini deh," kata Chicco tegas. Tapi Kanaya justru menjerit marah pada Chicco, dan mendorong pemuda itu agar menjauh.

"Tega lo bilang seperti itu!" Kanaya menghamburkan buku harian Nayla Mama Devandra yang selalu dibawanya, sulit dia tinggalkan, karena itu kenangan terakhir dari Devandra. "Baca nih bukunya! Baca! Lo bakal tau Devandra sebenarnya gak jahat, gak salah!"

"Apa ini? Buku apa?" Chicco terbelalak, mau tak mau terpaksa menerima buku harian usang itu.

"Baca!" Pekik Kanaya, membuat Chicco menggerutu, akhirnya membolak - balik juga buku harian itu.

"Mana yang harus gue baca? Buku ini kosong!!" Kata Chicco sambil mengangkat alis.

"Apa?" Kanaya merampas kembali buku harian dari tangan Chicco, dan tergesa membolak - baliknya. Benar, buku harian itu kosong, semua tulisannya seolah lenyap tanpa bekas. Kanaya menjatuhkan buku harian itu, wajahnya memucat.

"Ke - kenapa buku ini jadi kosong? Gimana bisa?" Tanyanya frustasi.

"Pasti lo cuma halu, buku ini emang kosong," cetus Chicco, membuat wajah Kanaya bertambah pucat.

"Gak mungkin, gue jelas ngebaca isinya, tentang Devandra, tentang Mamanya, tentang...,"

"Aya..," Tasya yang ikut bersimpuh juga, menyentuh bahu Kanaya, begitu khawatir melihat wajah sahabatnya.

"Ta - Tasya, kita..Kita main jelangkung..Seperti kemaren...Biar Devandra datang lagi..," Kanaya tiba - tiba  mencengkram lengan Tasya. "Biar gue bisa nanyain kenapa bukunya kosong,"

"Ha?"

"Plis, Tasya? Plis? Kemaren kan Devandra bisa datang..,"

"Aya, ta - tapi kita gak mungkin maen jelangkung terus..,"  Tasya mulai tidak tenang melihat tingkah Kanaya yang mulai terlihat kalap.

"Aya, mungkin lo perlu istirahat....," Milly berkata lemah. "Kita pulang yuk?"

Tapi Kanaya malah berdiri dan memekik begitu  nyaring, seolah ingin membangunkan seluruh  penghuni makam  di sekitar mereka.

"Aaaaah!!" Gadis itu meremas  rambutnya, dan menghentak kaki. "Kenapa kalian gak mau bantuin? Kalian jahat, gak suka liat gue bersatu lagi dengan Devandra, iya kan?"

"Aya, Devandra udah meninggal, gak mungkin dia bisa kembali..," Tasya berusaha sabar.

"Bisa, bisa!" Kanaya memekik, gusar.

"Aya, plis?"

"Kemaren aja Devandra datang kok,"

"Devandra udah meninggal! Sadarlah,"

Tasya, Chicco atau Milly hanya bisa terjengit melihat Kanaya tiba - tiba tertawa terbahak - bahak. Air matanya masih bercucuran, tapi Kanaya tertawa!

"Kalian gak tau sih,  Devandra kan sayang banget ama gue,  gak mungkin ninggalin gue, gak mungkin," kata Kanaya disela - sela tawanya. "Makanya kemaren dia datang..,"

"Aya...,"

Kanaya masih saja terus tertawa.

02.00 ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang