BAB 15 : Kenapa, Dev?

534 82 0
                                    

"Maaf, Non Kanaya?"

Pagi itu di sekolah, sapaan Pak Rosyid Satpam sekolah, hampir membuat Kanaya terjerembab jatuh karena gadis itu sedang sibuk halu tentang Devandra.( wkwkwk ).

"Eh Pak Rosyid," Kanaya nyengir. "Ada apa Pak?"

"Ini tadi ada yang nitipin ini ke saya, katanya untuk non Kanaya,"

Mata Kanaya membulat menatap apa yang disodorkan Pak Rosyid padanya. Sebuah kotak mungil berbungkus kertas kado warna biru soft.

"Dari siapa ya Pak?" Kata Kanaya sambil menerima kotak mungil itu.

"Ehm, saya belom kenal sih, sepertinya siswa baru itu...," sahut Pak Rosyid sambil berpikir - pikir, berusaha mengingat nama siswa yang menitipkan kotak mungil itu padanya.

"Siswa baru?"

"Iya, itu Non, siswa yang matanya bening kayak mata orang bule,"

"Ha? Yang matanya kayak mata orang bule?" Otak Kanaya langsung berputar, dan cuma satu nama yang muncul di otaknya. Devandra. Bener toh? Siapa sih yang punya iris mata bening seperti bule di sekolah ini kecuali Devandra?

Jantung Kanaya nyaris berhenti dibuatnya. Sulit benar rasanya Kanaya membuka bungkus kado warna biru soft itu karena tangannya terlalu gemetar akibat dilanda baper luar biasa. Ya Tuhan, kenapa Devandra gak pernah berhenti membuat kejutan sih?  Sebulan dia kayak gini, bisa masuk Rumah Sakit gue karena sakit jantung...

Sebuah kotak musik mungil, terbuat dari kayu jati dengan ukiran relief yang begitu unik. Dan jika kotak itu dibuka, sesosok Balerina kecil muncul berputar - putar perlahan mengikuti alunan lagu Fur Elise milik Beethoven.

Ada sebuah kartu bersama kotak itu, dengan perasaan tak menentu, Kanaya membaca isinya.

Bidadari cantik,

Plis diterima ya kotak musik ini?
Kotak musik ini yang selalu nemenin gue sejak bayi, gue ingin lo yang nyimpanin untuk gue. 

Kanaya mendekap mulutnya, tak bisa berkata - kata. Perasaannya bagai melayang entah kemana. Surprise? Senang? Baper? Ah tauk deh!

"Doorrr!!" Sebuah teriakan mengagetkan Kanaya, hampir kotak musik itu terlepas dari pegangannya. Milly.

"Ih ngagetin aja deh lo," gerutu Kanaya bete, melihat wajah tanpa dosa Milly, apalagi di belakangnya mucul Tasya dan Chicco.

"Serius amat lo, lagi baca apa sih?" Tanya Tasya kepo, tapi Milly lebih kepo karena langsung menyambar kartu yang sedang dipegang Kanaya.

"Cieee, dari siapa nih? Bidadari Cantik? Wow romantis bangeet...," ledek Milly sambil membaca isi kartu.

Kanaya bersyukur Devandra tidak menuliskan namanya di kartu itu. Ppfh...

"Ih Milly, balikin kartunya dong! RHS tauk," Kanaya berusaha mengambil kembali kartu yang disambar Milly.

"Hmm udah pinter maen RHS ya lo?" Milly mempertahankan kartu itu di tangannya. "Kasi tau dulu, baru gue balikin,"

"Gak mau, RHS tetap RHS,"

Devandra yang lewat di dekat mereka, langsung membuat wajah Kanaya merah padam karena salting. Gimana gak salting, barusan baca isi kartu yang romantis banget, dikasi kotak musik, eeh udah nongol orangnya, pppfhh cewek mana sih yang gak salting? Cewek mati rasa iya kali.

"Eh, ini dia si Devandra," Milly langsung menggamit pemuda tampan itu. "Selamat yaa lo berhasil jadi finalis Youth's Got Talent kemaren, kita nonton dong penampilan lo,"

"Iya lo keren banget deh! Top Markotop!!" Tasya mengacungkan dua jempol pada Devandra, membuat pemuda itu terjengah.

"Thanks," sahut Devandra singkat,  memamerkan senyum smirknya, sembari tanpa berdosa, hendak  berlalu begitu saja dari situ, tidak peka dengan rona wajah Kanaya yang sedari tadi sudah memerah karena kado dan kartunya, untung Milly cepat menarik tangan Devandra.

02.00 ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang