BAB 8 : Penyakit Devandra

739 125 7
                                    

Pov Devandra

Mungkin jika ada orang yang sekamar dengan Devandra di Rumah Sakit, pasti orang itu akan merinding  mendengar suara rintihan yang keluar dari mulut Devandra.

Pukul dua dini hari, pemuda bermata abu - abu itu begitu frustasi, saat mengetahui bahwa perawat sudah mengikat tangan dan kakinya begitu erat pada besi - besi pinggiran brankar, walau mereka mengikat semata - mata untuk mencegahnya kabur. Tapi Devandra sangat sengsara dibuatnya.

"Please, gue mohon....Tolong gue...Ra - rasa sakit itu...Rasa sakit itu datang lagi..," Devandra merintih. "Ssa - sakit banget...Se- semuanya...Ssakit....,"

Keringat dingin mulai membasahi tubuh Devandra. Napas pemuda itu tampak terengah - engah menahan rasa sakit yang mulai datang menyiksanya.

Tubuhnya menggigil, karena rasa sakit itu lebih sakit daripada luka sambaran celurit yang masih menghiasi tubuhnya.  Bahkan tiap tetes infus yang menetes jatuh dari botol infus menuju nadinya sudah cukup membuat Devandra terjengit kesakitan merasakannya.

"Ssa - sakit...Please, gue mohon..,Lepasin...Biarin gue pergi..,," walau pemuda bermata abu - abu itu berusaha menarik - narik tangan dan kakinya berharap bisa terlepas dari ikatan, tapi sia - sia karena tenaganya sudah terlalu lemah. "Please, gue gak mau...Jangan sekarang...Jangan....Ya Tuhan, gu - gue gak sanggup menahannya lagi..,"

Mata abu-abu Devandra mendelik lebar, napasnya bagai berhenti, saat rasa sakit itu datang semakin kuat  menyiksa tubuhnya. Bagai ada yang mengiris - iris tiap senti tubuhnya dengan belati tajam. Begitu pedih. Begitu menyakitkan.

"AAARRRGHHH!!!" Raungan kesakitan yang begitu keras akhirnya meluncur keluar dari bibir pucat Devandra. Pertahanannya runtuh,  air mata meleleh turun dari mata abu - abu itu, "Kenapa gue gak mati aja, Ya Tuhan...Gue gak sanggup lagi..,"

“Jangan berteriak ingin mati, gue masih butuh lo, Bro...,” tiba–tiba terdengar suara parau dari sudut kamar rawat - inap Devandra. Seorang pemuda jangkung berkostum hitam–hitam muncul entah dari mana.

Wajah pemuda itu tampak sangat mirip dengan Devandra, mata abu - abunya yang jernih, hidungnya, bibirnya, serupa benar bagai pinang dibelah dua, hanya saja penampilan pemuda itu tampak begitu aneh menyeramkan, muncul dengan langkah yang terseret–seret seolah seluruh tubuhnya sudah hancur terpatah–patah, rona wajahnya kebiru–biruan dan sangat kurus, dengan susah–payah pemuda itu mendekati Devandra yang sedang menggeliat–geliat kesakitan di brankar.

“Gue...Gue butuh darah segar..,” rintihan Devandra mulai berubah. "Gue butuh banget...Gue mohon....Butuh..,"

"Di sini rupanya manusia - manusia itu ngurung lo, Bro. Dasar manusia celaka!! Padahal gue gak bisa menenggak darah sendiri tanpa lo, heehhh, mereka malah ngurung lo!! Set dah!!"  Geram pemuda yang mirip Devandra itu, mengutuk.

"Anzu," rintih Devandra.

"Manusia - manusia bodoh itu ngirain kita cukup hanya dengan 20 kantong darah? Rrraaghh!! Gue masih  lapar!!"

"Anzu, please, tolong gue...,"

Rintihan itu sepertinya menyadarkan pemuda yang disebut Anzu oleh Devandra, dia terjengah.

Bunyi derak tulang–tulangnya terdengar begitu mengerikan ketika Anzu bergeser mendekati brankar Devandra, pemuda menyeramkan itu kemudian membungkuk berusaha membuka ikatan yang membelenggu Devandra.

Rasa sakit yang menyiksa tubuhnya menyebabkan Devandra tidak peduli lagi jika teriakan dan raungan kesakitannya terdengar sampai keluar kamar rawat - inap. Seorang perawat perempuan yang melintas di depan kamar, begitu terkejut mendengarnya.

02.00 ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang