Pov Devandra
Devandra baru saja keluar dari toilet sekolah ketika tiba - tiba saja pemuda itu terjatuh.
"Oh, gak mungkin! Please, jangan di sekolah, Ya Tuhan gue mohon jangan di sekolah, biarin gue sempat pulang dulu, gue mohon," rintih Devandra, mata abu - abunya mendelik menahan rasa sakit yang tiba - tiba menyerang tubuhnya. Pemuda itu meremas kemeja seragam sekolahnya bagian dada, menguatkan dirinya untuk bangkit. "Gue...Gue harus bisa secepatnya menyingkir dari sekolah sebelum gue ngebunuh teman - teman....Guru - guru... Ya Tuhan, rasa sakit itu...Gue harus bisa menahannya!"
Devandra merasa kepalanya mulai berdenyut sakit, membuatnya terhuyung - huyung, berjalan berpegangan dengan dinding bangunan sekolah Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya yang menggigil, napasnya terlihat memburu cepat. Rasa sakit itu sangat menyiksa Devandra.
"Aakh!"
Pemuda itu nyaris jatuh tersungkur saat ada yang menyandung kakinya. Seekor kucing yang muncul dari arah lorong sekolah, tiba - tiba saja melintas di antara kakinya. Mata abu - abu Devandra langsung berkilat tajam, menangkap sosok kucing itu.
"Ku..Kucing? Mung - mungkin...Gue bisa..,"
Devandra menggeram, di sela rasa sakitnya, pemuda itu dengan cepat menyambar kucing berbulu putih dengan sedikit belang hitam pada bagian telinganya itu, dan menggendongnya pergi menjauh, ke taman belakang sekolah yang sepi, sebelum ada satu orang pun yang sempat melihat.
Devandra membelai kucing cantik itu dengan tangannya yang gemetar, diciumi dan dipeluknya, air mata meleleh dari mata abu - abu pemuda itu.
"Maapin gue, kucing, maap, tapi gue sangat sakit...," rintih pemuda itu. "Sakit..,"
Devandra merengkuh leher kucing dan membenamkan taringnya dalam - dalam, dengan rakus dihisapnya darah hewan malang itu hingga kering.
Devandra jatuh berlutut, saat kucing itu sudah lemas terkulai dalam pelukannya. Pemuda itu mengusap bibirnya yang masih menyisakan darah.
"Ya Tuhaan!?" Sebuah seruan kaget, tiba - tiba menyentakkan Devandra. Disusul bunyi berdentang dari benda keras yang terjatuh, membuat pemuda bermata abu - abu itu cepat berdiri dan berbalik, dan segera saja dia berhadapan dengan seseorang yang sudah menabrak tong sampah taman hingga terguling, seseorang yang sedang menatapnya dengan wajah pucat - pasi, menggigil ketakutan.
"Chicco?!!"
"Dev - Devandra? L - Lo ter - ternyata setan...Lo ternyata..,"
Sia - sia Devandra hendak menjelaskan, karena Chicco sudah berlari begitu kencang meninggalkannya. Tubuh Devandra yang baru pulih dari rasa sakit, tidak mampu dipaksa berlari untuk mengejar Chicco.
"Set dah! Kenapa harus Chicco? Dia..Dia pasti akan memberi tau Kanaya..," Devandra hanya bisa terpana.
*********
Devandra sedari tadi mengikuti Chicco. Pemuda bermata abu - abu itu mengeluh melihat Kanaya kebingungan saat Chicco menarik tangannya, mengajak gadis itu ke belakang bangunan sekolah yang jauh dari keramaian siswa - siswi yang sedang jam istirahat.
Devandra berusaha mencuri dengar percakapan Chicco dan Kanaya dari balik pohon besar, yang menyembunyikan dirinya dari penglihatan kedua teman sekelasnya itu.
“Chicco, kenapa sih?” terdengar Kanaya bertanya. "Kok lo ngajak gue ke sini?"
“Ehm, anu, gue...Gue...,”
“iya? Kenapa?”
"Aya, ehm, mending lo jauhin Devandra..,"
"Ha?"
KAMU SEDANG MEMBACA
02.00 ( Tamat )
رعبKanaya yang sedang berduka, menghadiri pemakaman orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan, tak sengaja bertemu dengan Devandra Sosok Devandra yang begitu memukau bagai dewa - dewa legenda Yunani yang tampan, seorang pemuda yang bercita cita me...