"Kan udah gue bilang, jangan gegabah, inget resiko bermain mistis. Sekarang liat kan, Ini akibatnya, untung cuma kamar ini, bukan kalian yang porak – poranda,” panjang wejangan Chicco pada ketiga sahabatnya siang itu saat membantu Kanaya merapikan kamarnya, bersama Tasya dan Milly.
“Iya, iya, gue salah deh, udah ngasih ide bermain jelangkung,” Tasya mengaku salah. “Tapi niat gue kan tadinya baik, mo ngebantuin Aya,”
“Ngebantuin sih ngebantuin tapi jangan yang aneh - aneh juga kale,” Chicco masih mengomel.
“Iyaa maap,"
"Ya udah, sekarang yang penting semua udah berlalu,” Kanaya menengahi.
"Iya, tapi..,” Milly yang sedari tadi diam saja, tiba - tiba menyeletuk. Sambil merapikan pakaian Kanaya yang berserakan di atas tempat tidur, Milly, gadis berambut sebahu, dikuncir satu itu, tampak berpikir – pikir.
“Tapi apa?” Chicco memandang tak sabar.
“Tapi kok bisa si cakep itu..,”
“Devandra maksud lo?”
“Iya, Devandra, sebetulnya dia siapa atau apa?” pertanyaan Milly membuat sahabat – sahabatnya saling berpandangan. Ya, siapa Devandra sebetulnya? Hantu?
Kanaya bergidik, teringat Devandra yang sudah memberinya payung, menghiburnya, begitu lembut menatapnya saat di pemakaman Mama dan Papa, kenapa bisa tiba - tiba berubah menjadi sosok yang begitu mengerikan? Se..Seperti Zombie!?
“Eh, ada yang ngeliat kalung Pentagram itu? Kemarin kan gue simpan di kotak pinsil gue, gak berani gue sentuh,” Kanaya memegang kotak pinsil yang baru saja ditemukannya tercampak hingga ke bawah tempat tidur. Kotak pinsil itu kosong karena isinya masih berserakan di lantai. Chicco mengangkat bahu, sementara Tasya dan Milly menggelengkan kepala, tanda tidak melihat.
“Kalau hilang, ya udah, kita jadi gak repot lagi ngebuangnya kan?,” kata Milly asal bunyi.
"Jangan asal ngomong deh, ini masalah serius!" Tasya mendelik."Kita harus mastiin dulu, ntar kalo masih ada, nongol lagi Devandra...,"
Ketiga gadis itu saling berpandangan, miris memikirkan Devandra yang tadinya sangat mereka puja kini berubah sontak jadi seseorang atau sesuatu yang sangat menakutkan bagi mereka.
Tapi kalung Pentagram itu ternyata bagai hilang ditelan bumi. Hingga lelah mereka mencari, benda menakutkan itu tetap tidak ditemukan. Kanaya berharap tidak terjadi sesuatu yang mengerikan lagi pada mereka, gadis itu kapok, cukup tadi malam saja mereka mengalaminya.
*****
Hari Senin, seperti biasa, keempat sahabat itu masuk sekolah. Tapi keempatnya begitu terkejut saat Bu Meira, wali kelas mereka muncul di kelas dengan seorang siswa baru mengikuti ibu guru itu dari belakang.
"Anak - anak, hari ini kita mendapat teman baru," kata bu Meira sambil menoleh pada siswa baru itu. "Ayo Nak, perkenalkan dirimu,"
"Nama saya Devandra...," siswa baru itu mulai memperkenalkan diri.
"Devandra?!!" Keempat sahabat itu terpana. Tubuh mereka langsung mendingin memandang sosok jangkung yang sedang berdiri canggung di sebelah Bu Meira. Tak peduli teman - teman satu kelas mulai ribut karena terpesona dengan kesempurnaan sosok Devandra. Keempat bersahabat itu justru sangat ketakutan pada Devandra.
"Gimana mungkin?" Tangan Chicco mengepal."Di - dia kayak ngikutin kita...," Kanaya menoleh pada Tasya yang duduk di belakangnya.
"Ta - tapi dia keliatan baik - baik aja, tangannya masih utuh...," komentar Milly dari kursi sebelah Tasya, membuat sahabat - sahabatnya saling berpandangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
02.00 ( Tamat )
HororKanaya yang sedang berduka, menghadiri pemakaman orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan, tak sengaja bertemu dengan Devandra Sosok Devandra yang begitu memukau bagai dewa - dewa legenda Yunani yang tampan, seorang pemuda yang bercita cita me...