"Maap," kata Devandra sambil bangkit dari lantai cafe, mengusap pipinya yang sakit kena bogem Chicco. Pemuda bermata abu - abu itu memandang muram biolanya yang rusak karena terhempas tadi.
"Siapa lo sebenernya? Se - setan? Iblis?" Pertanyaan Chicco menyembur walau tubuhnya masih gemetar, baru saja terbebas dari pengaruh ghaib yang menahannya.
"Lo gak apa - apa?" Devandra hendak membantu Chicco. "Gu - gue bisa bantuin lo pulih..,"
"Gak perlu!!" Chicco menepis tangan Devandra dengan kasar, lebih tepatnya panik.
"Chicco, lo yakin gak apa - apa?" Kanaya galau melihat wajah Chicco yang masih pucat pasi.
"Gue gak apa - apa," sahut Chicco. "Ki - kita pulang! Sebelum setan ini nyihir kita semua!"
"Gue bukan setan, gue gak bisa sihir," Devandra terbelalak dibilang 'Setan ini nyihir kita semua' oleh Chicco.
"Yang tadi itu apa??! Pasti lo kan yang udah ngebuat gue gak bisa gerak!" Sergah Chicco gusar. "Pasti lo yang udah nyiksa gue!"
"Itu..Itu tadi..Gue cuma membela diri karena lo mo mukul...," Devandra menjawab tergagap. "Maapin gue...Please..,"
"Halah!" Chicco tak percaya. Kanaya menarik lengan baju Chicco, gadis itu tak tahan lagi.
"Chicco, udahlah,"
"Iya Chic, lebih baik, cepat kita pergi aja," Tasya ikut bersuara.
Melihat gadis sahabat - sahabatnya ketakutan, Chicco akhirnya mundur. Mungkin dia sendiri juga ketakutan.
"Jauhi Kanaya! Jangan ganggu!" Chicco masih berteriak pada Devandra sebelum mengikuti Kanaya, Tasya dan Milly, bergegas keluar Cafe, meninggalkan Devandra berdiri mematung, seperti terpana memandangi kepergian Kanaya dan sahabat - sahabatnya.
Ada gundah di mata mata abu - abu itu. Devandra gundah, ya tentu saja. Belum sempat memberi penjelasan pada Kanaya bahwa bukan dia yang datang ke rumah Kanaya malam itu, kini malah posisinya jadi semakin buruk di mata Kanaya juga sahabat - sahabatnya karena kejadian Chicco memukulnya.
Devandra memang berbeda dari yang lain. Itu pasti. Devandra sudah jatuh cinta pada Kanaya pada pandangan pertama saat bertemu di pemakaman Mama dan Papa Kanaya, itu juga pasti.
*****
Ketika Kanaya, Tasya, Milly dan Chicco tiba di pelataran parkir Cafe, hanya tinggal satu - dua mobil yang masih terparkir di sana selain mobil Chicco dan mobil Tasya, saat itu sudah pukul 12 tengah malam.
"Kanaya pulang dengan gue dan Milly kan?" Tasya menarik tangan Kanaya, yang langsung mengangguk setuju. Chicco mengangkat bahu.
"Ya udah, kalau begitu gue duluan,"
"Chicco, lo yakin lo gak apa - apa?" Kanaya masih khawatir. Chicco tersenyum melihat Kanaya mengkhawatirkan dirinya, diusapnya kepala Kanaya.
"Tenang aja, gue baik - baik aja kok," kata pemuda itu.
"Bener?"
"Bener kok, nih gue masih hidup," Chicco mencoba berseloroh. "Ehm selamat ulang tahun ya? Sorry acara ultah lo jadi berantakan,"
"Ya gak papa," sahut Kanaya pelan.
"Besok kita ulang, ya kanTasya, Milly?"
"Bener banget! Besok kita ngerayain lagi," timpal Tasya sambil menepuk bahu Kanaya, begitu juga Milly.
"Ah gak usah segitunya kali," Kanaya mau tak mau tersenyum malu, melihat sahabat - sahabatnya begitu peduli dengan ulang tahunnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
02.00 ( Tamat )
TerrorKanaya yang sedang berduka, menghadiri pemakaman orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan, tak sengaja bertemu dengan Devandra Sosok Devandra yang begitu memukau bagai dewa - dewa legenda Yunani yang tampan, seorang pemuda yang bercita cita me...