Really?

17 2 0
                                    

"Hei!" Ujarnya sambil berlari dan memeluk Johnson.
"Hei! I really miss you!" Ujarnya sambil membalas pelukan Jenzie dan mencium pipinya.

"Kamu kemana aaja?"
"Aku nggak pernah kemana-mana. Aku selalu ada dihatimu."
"Serius. Aku kangen tahu."
"Sama. Ada tugas yang harus kukerjakan."
"Tugas apa?"
"Something."

"Sebenarnya apa pekerjaanmu? Kenapa kamu masih belum mau cerita?"
"Suatu hari nanti, kamu pasti tahu. Disaat yang tepat."
"Always." Ujarnya dengan parau.
"Don't be sad. I'm always back. Yang terpenting, hari ini kita bisa menghabiskan waktu bersama."
Jenzie pun langsung tersenyum.

***

"Kapan kita beraksi?"
"Disaat yang tepat. Biarkan mereka bahagia sebelum bersedih nanti."
Mereka pun tersenyum sinis.

***

"I have something for you."
"Apa? Surat?"
"Ya. Baca dong."

Jenzie langsung tersenyum ketika membaca surat itu.

"Aku juga punya sesuatu buat kamu."
"Apa? Surat juga?"
"Bukan."
"Lalu?"
"Mendekatlah."

Johnson pun mendekat dan Jenzie membisikan sesuatu di telinganya.

"Aku mencintaimu lebih dari apapun. Aku nggak perduli siapa atau apa yang menghalangiku untuk mencintaimu. Aku akan selalu mencintaimu. Aku mencintaimu lebih dari yang kamu tahu." Ujarnya sambil mencium pipi sebelah kanan Johnson.

"Aku sangat mencintaimu. Lebih dari yang orang lain tahu. Bahkan dari yang kamu tahu sekalipun. Aku akan selalu mencintaimu walau kamu sudah tidak mencintaiku, nanti." Bisiknya lalu mencium pucuk kepala Jenzie.

"Aku akan selalu mencintaimu. Rasa cinta ini nggak akan pernah berubah. I love you."
"I love you too. By the way, aku mau kasih tahu sesuatu sama kamu."
"Kasih tahu apa?"
"Ini soal pekerjaanku. Sebenarnya..."

Dorrr

Suara tembakan tiba-tiba terdengar dan menghentikan ucapan Johnson.

"Suara tembakan. Zie, ini nggak aman. Kita harus cepat mengamankan diri."
"Tapi..."
"Sudahlah." Ujarnya sambil menarik tangan Jenzie.
"Loe mau kemana?"
"Siapa loe?"
"Nggak penting siapa gue. Tapi, serahin cewek loe kalau loe mau selamat."

"Lebih baik gue mati daripada gue nyerahin cewek gue."
"Jangan, John."
"Kamu tunggu disini. Jangan kemana-mana."

Orang bercadar itu menyerangnya dan salah satu orang yang lain memukul tengkuk leher Jenzie, lalu membawanya pergi. Orang yang menyerang Johnson langsung berlari ketika melihat salah satu rekannya sudah berhasil membawa Jenzie.

"Kamu nggak apa-apa 'kan..."
Ucapannya terhenti ketika melihat Jenzie dibawa oleh orang yang bercadar itu.

"Zie! Hei! Lepasin cewek gue!"
Johnson berlari mengejar mobil yang membawa Jenzie. Namun, tak berhasil. Mobil itu melesat dengan cepat.

***

Jenzie membuka matanya. Ia menatap sekelilingnya. Ia menerjap-nerjapkan matanya.

"Ini dimana? Kenapa tangan sama kaki gue diikat?"
"Hei, cantik. Udah bangun. Gimana tidurnya nyenyak?"

"Kamu siapa?"
"Loe nggak perlu tahu gue siapa. Yang terpenting, loe bisa gue jadiin pancingan buat cowok loe."
"Apa maksud loe?"
"Loe nggak tahu atau pura-pura nggak tahu? Cowo loe itu jelas agen rahasia yang membuat gue gagal melakukan transaksi."
"Apa?"

***

Bersambung

More Important Than Anything  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang