Please, don't go.

27 1 4
                                    

Ia menghentikan aksinya.

"Well, well, well."

Kenzo langsung mendekati Johnson.

"Loe? Kenapa loe bisa bebas? Loe mau apalagi, hah?"
"Ketika gue belum mencapai apa yang gue mau, gue akan lakuin segala cara untuk mencapainya dan gue mau kalian berdua mati!"
"Loe boleh bunuh gue, tapi jangan Kak Kenzo! Tujuan loe mau bunuh gue 'kan? Lakuin. Urusan loe cuma sama gue. Bukan sama orang-orang terdekat gue!"
"Nggak semudah itu, Johnson. Akan lebih menarik untuk membuat loe menderita secara batin dan fisik. Sebelum loe mati, gue ingin melihat kakak tersayang loe itu menderita sampai mati dihadapan loe! Gue yang akan buat loe nangis darah!"

Kenzo langsung bangkit dan menyerang Hero. Ia menghajarnya secara membabi-buta. Hero terkapar, namun ia tak benar-benar terpejam. Ia bangkit dan mendendang Kenzo dari belakang. Menghunjamnya dengan pukulan yang tak henti-hentinya dilayangkan. Lalu ia, menusukkan pisau itu pada pinggang Kenzo.

"Kak Kenzo!"

Hero tersenyum sinis.

"I'm the winner! See? Loe pasti mati, Jhon! Bukan loe aja, semua orang yang loe sayang pasti akan mati di tangan gue!"

***

"Perasaan gue kenapa nggak enak, ya? Apa terjadi sesuatu sama Johnson? Gue harus segera ke Rumah Sakit."

***

Kenzo menarik Johnson secara paksa. Ia menodongkan pisau pada dadanya.

"Jangan, Ro! Kalau loe mau bunuh, bunuh gue! Jangan dia. Gue anak buah loe yang nggak berguna dan selalu menyusahkan loe 'kan? Bunuh gue!"

"Jangan. Selama ini, orang yang selalu ingin loe bunuh gue 'kan? Loe mau bunuh gue karena, gue selalu lebih baik dari loe! Semua orang lebih sayang sama gue daripada loe. Apalagi Chipper!"

Hero semakin emosi.

"You took everything from me. Chipper benci sama gue karena loe! Loe adalah akar dari semua masalah gue. Gue akan cabut akar itu! Gue nggak akan biarin loe hidup. Gue akan buat semua orang berduka karena kehilangan loe!" Ujarnya sambil menekan pisau itu ke dada Johnson sampai berdarah.

"Argh. Kalau loe mau lakuin sesuatu, jangan pernah setengah-setengah!"
"Jangan, Jhon! Loe jangan gila!"

Johnson pun memajukan tubuhnya dan menekan pisau itu sampai menusuk sampai dalam. Pisau itu berhasil menusuk dadanya.

"JHONSON!"

"I do. Jhonson pasti mati. Selamat tinggal, Jhonson!" Ujarnya sambil menendang dada Jhonson itu.

Darah sudah mengalir dimana-mana. Wajah itu semakin pucat.

"Jhon!" Ujarnya sambil mendekati Johnson dengan terseret-seret.

"Kalian pasti akan mati hari ini! Gue jamin!"

DORRR

"Argh."

"Chip!" Ujar Hero

Heropun terjatuh karena peluru itu berhasil mengenai punggungnya.

"Why you do this, babe?"
"You're not my babe! You kill my brother twice! I hate you somuch! My biggest mistake is falling in love with you! You kill all my family. Why you do this? You say, you love me. But, you kill everything I love! You're liar and you're mean!" Ujar Chipper sambil mengangkat pistolnya.
"No!"

DORR...

Chipper menembak dada Hero.

"I love you."

DORRR...DORR

Chipper menembak kepala Hero dua kali dan iapun meneteskan air matanya.

"I hate you somuch!" Ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Jenzie langsung mendekati Johnson yang terkapar itu.

"Jhon, sayang..."
"Aku..."
"Aku akan panggil dokter."
"Jangan. Biarkanlah seperti ini. Terimakasih, karena kamu sudah menjadi bagian terindah dalam hidupku. Aku sayang sama kamu." Ujarnya sambil menggenggam tangan Jenzie dan melepaskannya.
"Jangan ngomong kayak gitu. Kamu nggak boleh pergi."
"Aku sudah nggak kuat, Dra. Ini sakit. Penderitaanku sudah cukup. Begitupun dengan perjuanganku. Lagipula tugasku sudah selesai. Aku berhasil menjadi captain yang bertanggung jawab, menjadi kakak yang baik untuk Chipper, mengembalikan Kak Kenzo seperti dulu, dan aku berhasi membuatmu selalu tersenyum. Aku sudah berhasil, Dra." Ujarnya lemah.

"Kamu belum membuatku bahagia sepenuhnya. Kamu belum menepati janji kamu untuk menikah sama aku. Kamu..."
"Jangan banyak menangis. Banyaklah tersenyum, walaupun bukan aku yang membuatmu bahagia. Setidaknya, aku pernah menjadi kebahagiaanmu. Walaupun hanya menjadi bahagiamu yang sementara."
"Nggak, sayang. Kamu akan selalu menjadi kebahagiaanku. Please, jangan nyerah kayak gini. Masih banyak hal yang harus kita lakuin bersama. Kita..."
"Aku mungkin nggak bisa menepati semua janjiku."

"Nggak, Jhon! Loe nggak boleh ngomong kayak gitu! Kita belum sama-sama menjalani hidup seperti dulu. Loe nggak boleh pergi, Jhon. Gue belum menjadi kakak yang baik buat loe. Gue terlalu jahat sama loe. Gue yang sering buat loe terluka. Loe boleh hukum gue dengan apapun. Asalkan jangan ini. Jangan dengan kematian loe."

"Walaupun hanya sebentar, setidaknya kita pernah menjalani hidup bersama, kak. Loe nggak pernah salah apa-apa sama gue. Loe nggak perlu minta maaf. Loe kakak yang terbaik buat gue. Loe sangat berarti buat gue. Buat apa gue hukum loe? Loe berhak untuk bahagia, kak. Makasih karena loe sudah menjadi kakak yang terbaik untuk gue. Walau kita, selalu terpisah oleh jurang benci." Ujarnya semakin lemah.

"Jhon, jangan pergi. Aku nggak mau kehilangan kamu. Aku belum siap untuk itu. Aku nggak bisa kehilangan kamu dan mungkin, aku nggak pernah siap."Ujarnya sambil terisak.
"You must ready for it. I need to go."
"No! I need you. Please, don't go. Please..."
"No matter what, I always love you." Ujarnya sambil mengusap pelan pipi Jenzie.

Tangan itupun terjatuh bersamaan dengan tubuh yang lunglai.

"Jhon! Bangun, Jhon. Kamu nggak boleh kayak gini! Buka mata kamu. Aku sayang sama kamu. Aku akan lakuin apapun untuk membuat kamu bahagia. Aku janji."
"Buka mata loe! Loe pasti kuat. Loe nggak boleh kayak gini! Jangan tinggalin gue! Kita belum melakukan hal bersama-sama. Gue nggak mau kehilangan orang yang gue sayang lagi, Jhon! JHON!BUKA MATA LOE! LOE DENGER GUE NGGAK SIH?" Ujarnya menggoyangkan tubuh itu.
"Bangun, capt! Jangan seperti ini! I know you're strong. Kalau beribu peluru bisa loe halau, pisau ini juga pun pasti bisa! Bangun, capt! Open your eyes! Please!" Ujarnya sambil terisak.

"JHONSON!"

***

Bersambung

More Important Than Anything  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang