"Johnson mana 'sih?"
"Iya. Kita serasa terjebak di tempat ini."
"Tunggu. Kita bukan terjebak. Tapi, kita dijebak. Jangan-jangan..."
"Cap!"Merekapun berlari dengan panik. Mencari keberadaan Johnson.
***
Seseorang terus saja diserang bertubi-tubi. Darah berceceran dimana-mana. Darah itu mengalir dari mulut, dahi, dan bahunya. Ia terkapar tak berdaya. Suara gerlak tawa bersahut-sahutan di ruangan itu.
"Jadi segitu aja kemampuan loe?"
"Gue nggak nyangka. Ternyata semudah itu melumpuhkan dia."
"Sekarang adalah saatnya. Saatnya loe bertemu dengan ajal loe."
"Tunggu."
"Bos?""Belum saatnya dia mati. Mati jalan termudah untuknya. Kita biarkan saja dia mati secara perlahan."
"Belum cukup penderitaan yang dia terima. Penderitaannya belum sebanding dengan apa yang gue terima 10 tahun lalu!"
"Hahaha!"
"Sudah-sudah. Kalian tangani saja dia. Gue akan memantau dari cctv."
"Baik, bos."Mereka semua menertawakannya. Johnson tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya terasa lemas sekali. Dadanya terasa sesak.
"Captain!"
Hero baru saja ingin masuk. Tapi, langkahnya terhenti ketika ia tak bisa memasuki ruangan itu. Ia terhalang oleh pembatas kaca.
Gerlak tawa semakin nyaring terdengar di ruangan itu.
"Anak buahnya saja nggak bisa nyelamatin dia, bos!"
"Iya. Sekarang, loe nggak bisa apa-apa. Loe itu lemah! Loe nggak berguna! Apalagi pacar loe itu. Siapa namanya?"
"Jenzie."
"Nah. Itu. Dia lebih nggak berguna."Johnson semakin geram. Ia bangkit dengan sisa tenaganya. Ia menyerang mereka semua di ruangan itu.
"Loe boleh hina gue. Tapi, jangan pernah hina sahabat gue ataupun pacar gue!"
Merekapun terkapar. Johnson menembus kaca penghalang itu dan terjatuh.
"Cap!"
Johnson hanya tersenyum dan menutup matanya.
***
Prang...
Sebuah figura foto yang berisikan fotonya dan Johnson tiba-tiba pecah. Jenzie sedikit terkejut.
"Kok bisa jatuh? Kalau kata orang, figura jatuh itu...nggak! Nggak boleh! Aku harus selalu positive thinking."
Jenzie membereskan pecahan kaca itu dan bergegas menghubungi Johnson.
Satu kali...
Dua kali...
Tiga kali...
Masih tak ada jawaban. Jenzie cemas.
"Jhonson kemana 'sih? Nggak bisa dihubungi daritadi. Aku 'kan jadi cemas."
Kringgg...
Handphone Jenzie berdering. Tanda ada telepon yang masuk. Jenzie langsung mengangkatnya. Tanpa melihat siapa yang meneleponnya.
"Hallo?! Johnson kamu kemana saja sih? Nggak bisa dihubungi daritadi? Aku 'kan jadi khawatir."
"..."Jenzie melepaskan genggaman teleponnya. Ia terlutut dan terisak.
***
"Gagal lagi. Kalian itu bagaimana 'sih? Kalian itu 10 orang. Dia cuma satu orang. Satu orang aja nggak bisa kalian tangani?"
"Tapi, bos..."
"Kalian itu benar-benar nggak berguna!"***
Jenzie langsung berlari ke arah Chipper yang melambaikan tanggannya.
"Chip, bagaimana kondisi Johnson?"
"Loe tenang dulu, ya. Loe duduk dulu."
"Nggak! Gue nggak butuh apapun. Gue cuma butuh tahu keadaan Johnson yang sebenarnya.""Oke. Johnson..."
***
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
More Important Than Anything ✅
Acción"Kebenaran jauh lebih penting dari apapun. Termasuk cinta. Only truth no lies!" Highest rank: #297 in action ( 3-6-2018) #7 in Dimas Anggara ( 17-6-2018) #4 in Michelle Ziudith ( 30-7-2018) #1 in Dimas Anggara ( 4-8-2018) #3 in Mi...