Penyesalan yang mendalam

17 1 0
                                    

"Shit! Lepasin gue!"
Namun petugas itu tak menanggapi apa yang Hero katakan.

"Gue nggak bersalah! Dengerin gue! Lepasin gue! Gue nggak mau disini."
"Mana ada orang yang mau disini 'kan?"
"Chipper? Ka—mu?"
"Kenapa? Syok? Lihat aku disini? Tempat yang paling aku benci dan sekarang tepat dihadapanku, ada orang yang paling aku benci. Orang yang aku cintai dan paling aku percayai. Dulu."
"Chip, dengerin aku dulu. Itu semua nggak bener! Aku cuma dijebak!"
"Mau jelasin apalagi? Hah! Belum cukup bukti itu? Menurutku, itu sudah cukup untuk membuatmu mendekam di penjara atau pergi ke neraka! Aku benci sama kamu! I hate you, I wish I couldn't meet you again. Bye!"
"Chip! Chipper!"

Namun, Chipper sudah terlanjur pergi.

"Shit!"

***

"Hei. Bro. Apa kabar? Rasanya lama yah, semenjak loe koma. Selama hampir 12 tahun, kita berpisah. Sekarang juga. Tapi, gue nggak mau loe pergi. Lebih baik gue lihat loe melawan gue, daripada gue harus lihat loe nggak berdaya kayak gini. Mana adik gue yang kuat? Yang gagah? Yang paling mahir menangkap semua operasi gelap gue? Dia nggak ada disini. Gue tahu, ini titik terlemah loe. Gue tahu ini sakit. Gue tahu, gue bukan kakak yang berguna. Bukan juga kakak yang baik. Tapi, apakah loe mau kasih gue satu kesempatan buat jadi kakak yang baik buat loe, sekali saja? Harusnya loe biarin aja, gue yang ada diposisi loe sekarang. Harusnya gue yang tertembak dan koma atau mati sekalian. Tapi, jangan loe. Karena gue lebih rela, daripada gue harus liat adik gue yang paling gue sayang, menderita dan tak berdaya seperti ini. Gue memang gagal sekali. Tapi, masikah ada kesempatan lain? Gue ingin sekali memeluk loe, seperti dulu lagi. Sewaktu kita kecil. Gue emang brengsek. Tapi, Please. Kasih gue kesempatan. Kasih orang-orang yang kagum sama loe dan yang sayang sama loe, lihat senyum loe lagi. Jangan nyerah. Kalau loe nggak mau berjuang demi gue, Jenzie, atau siapapun, berjuanglah untuk orangtua kita. Yang selalu ingin melihat anak-anaknya bahagia. Kembalilah. Gue mohon." Ujarnya sambil memegang tangan yang terasa sangat dingin itu.

Kenzo menangis sejadi-jadinya. Ia langsung berlari keluar dan melepaskan baju khususnya.

"Kenapa gue bodoh? Kenapa bisa gue lukainya adik gue sendiri? Kenapa harus dia yang kayak gitu? Terbaring tak berdaya dan semua itu karena gue. Karena ego gue. KENAPA KENZO? KENAPA!"

Kenzo menangis sambil menonjok batang pohon hingga punggung tangannya berdarah.

"Kenapa sih gue bodoh banget, kenapa gue mudah percaya sama orang yang jelas-jelas mau bunuh adik gue? Kenapa? Kenapa gue egois dan bodoh?"
"Loe nggak kayak gitu kok."

***

"SHIT! SHIT! SHIT! Awas aja loe, John. Gue nggak akan biarin loe bahagia bersama mereka dan hidup. Gue nggak akan pernah biarin itu terjadi! Gue akan buat semua orang yang peduli sama loe, meratapi kepergian loe dan gue yang akan jadi saksi atas kematian loe, anak malang! Loe udah bikin hidup gue berantakan. Sekarang, giliran gue yang buat hidup loe hilang. Bahkan, nggak ada yang bisa mengembalikkannya. Gue nggak akan pernah biarin loe hidup. Itu janji gue!"

***


Bersambung

More Important Than Anything  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang