Sampai hari ini, Hera belum bisa mengambil keputusan. Hera berpikir dirinya akan mengambil keputusan tepat saat bertatap muka dengan Sabian. Namun nyatanya tak semudah itu. Sabian sulit ditemui tiga hari terakhir ini.
Tiara terlihat terburu-buru saat melewati kubikel Hera. Hera memanggilnya.
"Iya, Mbak?" tanya Tiara menghampiri Hera.
"Pak Bian ada di kantor, ga?" tanya Hera.
"Masih di luar, Mbak." jawab Tiara melihat ke arah jam tangannya.
"Kalo jam makan siang Pak Bian kosong, ga?" tanya Hera lagi.
"Kayaknya kosong, deh, Mbak." Tiara kembali melihat jam tangannya.
"Lo buru-buru, Ti?" Hera bertanya melihat gerak-gerik Tiara.
"Gue harus ke Mitra, Mbak." jawab Tiara terlihat tak enak.
"Oh, ya udah. Hati-hati, Ti. Makasih, ya." ujar Hera menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya.
"Iya, Mbak. Duluan." pamit Tiara.
Ponsel Hera yang tergeletak di mejanya bergetar. Menampilkan nama Monica yang mengirim pesan tentang meeting. Hera teringat bahwa ia memiliki nomor telepon Sabian, nomor yang digunakan Sabian menelfonnya saat akan ke Palembang kemarin.
Membuka aplikasi WhatsApp, Hera membuka profil dari nomor yang baru saja dirinya simpan. Benar saja, foto yang terpasang adalah foto Sabian yang diambil candid memakai seragam kantor. Mirip seperti ayahnya, Hera mengambil kesimpulan.
Sabian Pratama
Pagi, Pak
Siang, ini Bapak kosong?Kosong
Kenapa?Tentang yang kemarin, boleh?
Boleh
Jam makan siang, saya tunggu di lobby
Masih ingat mobil saya?Masih
Sampai nanti, Hera
Ok
Hera merasa ruang obrolannya dengan Sabian terkesan awkward. Entahlah, Hera sendiri bingung apakah harus menggunakan mode formal atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Through The City
Short Story[COMPLETED] Hera Anindhita dengan segala kemandiriannya. Ia tak pernah mengerti rasanya berbagi kasih sayang, sampai seseorang menyadarkannya secara langsung. Di akhir, ia dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Sabian Pratama dengan karisma yang digila...