Masuk ke kabin pesawat dan duduk, Hera kembali melanjutkan ceritanya pada Tarra yang kebetulan duduk di sebelahnya, "I don't know who is she. And they kissed on the lips. Then she left."
Hera masih terpaku di tempatnya. Seharusnya ia langsung pergi, tapi yang ia lakukan hanya berjalan mundur hingga terduduk di sofa. Napasnya tercekat, ia tak pernah merasa sesakit ini.
Mendengar suara decitan sofa, Sabian langsung bisa mendapati Hera yang terduduk lemas dan masakan yang sudah tersaji di atas meja makan, "Ra-"
Hera langsung berdiri dan membawa tasnya sebelum Sabian bergerak mendekat, "Aku pulang, ya, Bi. Aku capek dari bandara langsung ke sini." pamit Hera.
Sabian sama terkejutnya dengan Hera. Ia tidak menyangka Hera ada di apartemennya membuatnya semakin sulit. Sabian tidak mencegat kepergian Hera.
Hera sampai di pintu, "Aku udah masak buat kamu. Dimakan, ya."
Kalimat yang diucapkan Hera memang terdengar tenang. Ia melakukannya sambil menahan sesak di dadanya. Sampai di mobilnya, tangis Hera pecah.
"She left. Gue ngejar dia, tapi waktu gue sampe parkiran gue ga nemuin mobil dia." Sabian mengakhiri ceritanya pada Daffa.
"Goblok emang lo, Bi!" Daffa menahan untuk tidak menghajar Sabian selama sahabatnya itu bercerita.
"She kissed me, bukan gue." tekan Sabian.
"Ya Tuhan, kenapa temen gue yang satu ini bego banget masalah cinta." Daffa makin gemas pada sahabatnya itu.
"Walaupun lo bilangnya gitu, apa yang diliat Hera pasti bukan kayak gitu. Lo ga coba jelasin ke dia?" tanya Daffa.
"Gue dateng ke apartemen dia besoknya karena dia dapet izin cuti. But damn, she changed her apartement password." Sabian menarik rambutnya ke belakang frustasi.
"Good choice, Hera." celetuk Daffa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Through The City
Короткий рассказ[COMPLETED] Hera Anindhita dengan segala kemandiriannya. Ia tak pernah mengerti rasanya berbagi kasih sayang, sampai seseorang menyadarkannya secara langsung. Di akhir, ia dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Sabian Pratama dengan karisma yang digila...