12th Chapter

4.3K 574 71
                                    

Kriet~

Satu kata yang terlintas di pikiran Rosé saat melihat suasana dorm.

Sepi.

“Pergi kemana, mereka?” Gumam Rosé sambil celingukan. Ia menghela nafas, lalu melangkahkan tungkainya ke kamar.

Bruk!

Rosé membanting tas-nya dengan kasar ke sembarang arah, lalu duduk di sisi ranjangnya.

Rosé memejamkan matanya sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali. Ia tak ingin menangis lagi.

Ia mendongak menatap langit-langit kamar sambil mengedipkan matanya agar air mata sialan itu tak keluar. Namun pada akhirnya, cairan bening itu mulai mengalir dari sudut matanya.

Rosé menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya sambil terisak. Entah kenapa pertengkaran hebat Orang tuanya kemarin malam selalu terpampang jelas di kepalanya, sampai-sampai Ibunya dengan lantang dan tanpa ragu untuk meminta cerai. Ia terkekeh miris, menertawakan hidupnya yang lebih dari kacau sekarang.

Hancur sudah.

Tak ada harapan lagi.

Flashback.

“Kau pikir apa yang aku lakukan selama ini?! Kau pikir uang hasil kerjaku hanya untuk di hamburkan?! Hanya untuk berfoya-foya?!”

Rosé menyuapkan spaghetti dengan tenang ke dalam mulutnya, menatap datar Ayah dan Ibunya yang masih saling membentak di meja makan, berbeda dengan Kakaknya yang menampilkan raut kesal, marah dan kecewa.

“Kau lupa?! Uang hasil kerjaku itu kuberikan padamu! Untuk membayar semua hutang perusahaanmu yang sekarang sudah mulai bangkrut itu!"

Rosé kembali menyuapkan spaghetti ke mulutnya, tak peduli dengan bentakan Sang Ibu pada Ayahnya, tak peduli dengan Sang Kakak yang menatap khawatir ke arahnya.

“Aku muak dengan semua ini! Kau selalu menuduhku melakukan hal yang tidak-tidak! Aku muak! Aku ingin kita cerai!”

Rosé tertegun, alisnya menukik tajam. Matanya tertutup rapat, tangannya menggenggam garpu dengan kuat. Terlihat dengan jelas, urat-urat di tangannya mengeras.

Kakaknya yang sedari tadi hanya menyimak, kini ikut berteriak.
“Mommy?! What the—Tarik ucapanmu, Mom! Please, don't do this!

Ayahnya menatap Ibunya dengan ekspresi marah dan kecewa. Ia bangkit dari duduknya.

“Baik! Kita cerai!”

“Dad?! Apa maksudmu?! Kenapa jadi seperti ini?!” Kakaknya menatap nyalang kepada Ayah dan juga pada Ibunya secara bergantian, lalu pergi meninggalkan meja makan.

Ibunya terdiam. Ia menyeka air matanya lalu dengan cepat berlari ke kamar, kemudian disusul Ayahnya yang berjalan keluar rumah, ditambah bedebum pintu depan yang ditutup dengan keras. Tak lama terdengar deru mesin mobil yang menjauh dari pekarangan rumah.

Rosé menghela nafas, lalu kembali menyuapkan spaghetti-nya dengan tenang, seolah tak terjadi apa-apa barusan. Mengabaikan tatapan khawatir Bibi Ahn dan juga para pelayan lain di rumahnya.

End of Flashback.

Rosé menyenderkan punggungnya ke bedhead, sambil memijat pelan pelipisnya yang berdenyut lalu menyeka air matanya.

“Kenapa hidupku menyedihkan begini?” Gumamnya seraya terisak. “Sshh, sial. Kenapa aku menangis?!”

Rosé menarik lututnya lalu menenggelamkan wajahnya disana, berharap suara isakannya teredam.

Our RoséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang