43th Chapter

1.3K 222 39
                                    

Jennie menghela nafas. Setelah ia membersihkan diri, ia langsung menuruti Rosé untuk mengunci pintu dan tak membukanya selagi Rosé belum kembali.

Ia sebenarnya bingung, kenapa Rosé menyuruhnya mengunci pintu dan bersembunyi.

Memangnya ada apa?
Apa maksudnya?

Ting! Tong!

Jennie terkesiap. Ia bangkit dari Sofa, lalu melangkahkan kakinya perlahan menuju pintu.

Ting! Tong!

“Siapa..?”

“Eonni..”

Senyuman lebar terukir di belah bibir Jennie saat tahu jika orang yang ada diluar sana adalah Lisa. Dengan cepat ia meraih kunci dan memasukkannya ke lubang pintu, namun terhenti saat ia mengingat perkataan Rosé.

‘Ingat. Jangan coba-coba membuka pintu, jika yang datang kemari bukan aku’

Jennie dengan perlahan mundur selangkah lalu menggigit bibir bawahnya. Ia bingung, Rosé mengatakan itu padanya pasti ada sebabnya. Tapi yang di luar itu Lisa, ia harus bagaimana?

“Eonni.. B-buka pintunya”

Jennie mengernyit mendengar suara Lisa yang sedikit parau dan terbata-bata.

“Lisa-ya.. Kau baik-baik saja?”

“Maafkan aku, Eonni. Aku tahu aku jahat, harusnya aku tak melakukan ini padamu. Tapi aku sangat takut, Eonni. Maaf...

“Apa maksudmu? Kau kenapa, Lisa?” Cecar Jennie

“Kumohon, Eonni.. Bukalah pintunya..”

Jennie memejamkan matanya. Dalam hati ia berharap Rosé tak marah padanya karena tak menuruti apa yang dia katakan. Tapi yang diluar itu Lisa, ia harus membuka pintunya.

“Eonni..”

Cklek!

“Lisa—Eh..” Jennie membulatkan matanya saat ia membuka pintu, ia mendapati Lisa dengan luka lebam dan sayatan di wajahnya, tengah dibopong oleh Sua—gadis yang dulu sempat jadi lawannya dibabak final line up trainee yang akan debut.

Lisa menjauh dari Sua dan langsung menghambur ke arah Jennie, membuat keduanya langsung terduduk di lantai.

Eonni.. Maafkan aku...”

“Lisa, kau kenapa? Kenapa kau terluka? Sua, kenapa Lisa bisa terluka seperti ini? Siapa yang melakukan ini padanya?” Tanya Jennie bingung sambil menatap ngilu pada luka sayatan di wajah Lisa.

Lisa menggelengkan kepalanya sambil terisak dan memeluk Jennie seerat mungkin.

“Maaf... Maafkan aku...”

Jennie mengelus rambut Lisa.
“Kau tak perlu minta maaf, Lisa. Tidak papa, lebih baik kita obati lukamu dulu. Nanti infeksi.”

Lisa kembali menggelengkan kepalanya. “Maaf.. Maaf..”

Jennie mengerutkan dahinya tak paham. Kenapa Lisa terus meminta maaf?

“Lisa—”

“—Ini sebenarnya angat mengharukan tapi sayangnya aku tak punya banyak waktu lagi.”

Jennie refleks mendongak, alisnya menukik menatap Sua yang tengah berdiri sambil bersandar dipintu.

“Apa maksudmu?”

Kerutan di dahi Jennie semakin dalam melihat Sua menyeringai padanya, apalagi Lisa memeluknya semakin erat. Membuatnya sesak, seolah Lisa tak ingin membiarkannya pergi.

Our RoséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang