26th Chapter

3K 399 35
                                    

Jadi, apa yang akan kau lakukan?”

Lisa mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke lengan sofa. Ia menghembuskan nafas berat.

“Aku lelah, Sorn. Dia sepertinya memang tak suka padaku.”

“Darimana kau tahu dia tak menyukaimu? Kau belajar jadi cenayang?”

Lisa mengerling. “Tak perlu menjadi cenayang atau apapun untuk memahami gerak gerik Rosé saat dia sedang bersamaku. Dia selalu terlihat tak nyaman, berbeda sekali saat dia bersama Jennie-eonni. Apa kau ingin tahu, Sorn? Jennie-eonni bahkan memanggil Rosé dengan Rosie.”

“Hah?! Serius?!”

“Iya, serius. Lama-lama aku semakin pesimis. Jika Rosé saja tak ingin aku dekati, bagaimana aku bisa belajar memahaminya apalagi berteman dengannya?”

“Iya sih. Sulit juga untuk sekedar mendekati jika orangnya selalu menjauh. Tapi jangan menyerah Panpri!! Bersabarlah, suatu saat nanti dia pasti akan menganggapmu sebagai temannya juga! Tak hanya Jennie”

Lisa cemberut. “Bersabar katamu? Tapi sampai kapan? Aku tak bisa terus menunggu, Sorn. Aku takut Rosé malah semakin ilfeel padaku..”

“Tapi Panpri yang aku kenal itu pantang menyerah. Panpri yang aku kenal tak akan menyerah begitu saja”

Lisa mendengus. “Iya. Tapi itu dulu! Kenapa juga sih, ada orang seperti Rosé di dunia ini?!”

Panpri. Jika Tuhan menciptakan semua manusia dengan sifat tak tahu malu sepertimu, hancur sudah dunia ini!”

“Kenapa kau jadi mengejekku?”

“Makanya, jangan bicara ngawur!”

Lisa merengut sebal, namun tiba-tiba ia memasang wajah masam. Ia bertanya-tanya, bagaimana Jennie bisa sedekat itu dengan Rosé? Bagaimana bisa Jennie seakrab itu dengan gadis yang selalu acuh dengan keberadaan mereka? Bagaimana bisa? Disapa saja Rosé bahkan tak membalas ataupun melirik untuk sebentar saja.

Dari dulu usaha Lisa untuk mendekati Rosé, untuk lebih memahami gadis itu selalu saja gagal. Gagal karena Rosé selalu menjauhinya, mengacuhkannya dan itu selalu berhasil membuat harapannya untuk bisa berteman dengan gadis itu, hancur.

Lisa memejamkan matanya, saat sekelebat gambaran interaksi antara Rosé dan Jennie kembali menghantuinya.

Rosie?

Ia ingin tahu. Sejak kapan Jennie memanggil Rosé dengan Rosie?

Kenapa Rosé tak terlihat keberatan?

Kenapa Rosé terlihat sangat senang?

Lisa menggelengkan kepala sambil menyenderkan punggungnya dengan perlahan ke sofa. Ia menerawang, memperhatikan bagaimana cara Rosé memandang Jennie dengan sangat berbeda. Entah disadari oleh Rosé atau tidak, tapi Lisa melihat dengan sangat jelas jika mata Rosé yang biasanya memancarkan aura dingin dan hampa itu, terlihat hidup dan berbinar saat bertatapan dengan Jennie, apalagi saat di acara pernikahan Kakak-nya Jisoo tadi.
Lisa dengan jelas mengingat bagaimana Rosé dengan santainya merangkul bahu Jennie, mengajak Jennie bicara sambil menyunggingkan senyum manisnya. Dan lagi-lagi ia kembali dibuat termenung saat mengingat bagaimana Rosé dengan semangat memperkenalkan Jennie pada Ayahnya, lalu beralih melihat tatapan kagum yang di layangkan Rosé pada Jennie dan bagaimana Lisa merasa detak jantungnya berhenti detik itu juga, saat mendengar betapa tulusnya Rosé memuji kecantikan gadis itu dengan suaranya yang terdengar sangat riang. Walaupun Rosé juga memujinya dan Jisoo, tapi Lisa tahu pujian Rosé pada Jennie itu berbeda.

Our RoséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang