4th Chapter

6.1K 632 26
                                    

Semuanya berubah.

Ayahku.
Ibuku.
Kakakku.

Mereka adalah alasanku nekad merantau ke korea.
Mereka semua adalah alasanku bersikap menyebalkan.

Mereka dulu sangat memperhatikanku.
Selalu memprioritaskan ku diatas segalanya, dan memberikan apa yang aku minta.

Yah, sayangnya itu dulu.
Sudah sangat lama, hingga aku tak ingat kapan terakhir kali aku bersenda gurau dan berbincang hangat dengan mereka.

Karena sekarang mereka selalu sibuk. Setiap kali aku meminta mereka agar meluangkan waktu untukku walau hanya beberapa menit saja, mereka selalu menolak dengan alasan pekerjaan. Tak hanya terlalu larut dalam pekerjaan, mereka sering sekali bertengkar tak jelas. Entah apa yang mereka perdebatkan, tapi aku tak peduli dan aku muak mendengarnya.

Aku kesepian.
Aku membutuhkan teman untuk di ajak bicara.
Aku kecewa, saat di pagi hari aku tak mendapati salah satupun dari mereka di meja untuk sarapan bersama.
Aku sedih saat mendapati mereka masih belum pulang, walau waktu sudah mulai larut malam.

Aku benci.
Aku tahu mereka melakukan semua itu untukku.
Mereka bekerja untukku.
Uang yang mereka hasilkan hanya untukku.
Harta yang mereka kumpulkan juga hanya untukku.
Mereka agar ingin aku hidup dengan layak. Hanya itu.

Tapi aku tak butuh.
Yang aku butuhkan hanyalah kasih sayang mereka.
Aku ingin mereka seperti dulu lagi. Di mata dunia, keluargaku memang terlihat seperti sebuah keluarga kaya yang harmonis dan bahagia. Teman-temanku berkata betapa beruntungnya aku dilahirkan dan menjadi anak bungsu dari keluarga kaya.

Tapi itu kata mereka.

Karena sayangnya aku tak merasa bahagia ataupun beruntung dengan keadaan keluargaku sekarang meskipun kekayaan orang tuaku berlimpah.

Aku benci mengakui mereka adalah Ayah dan Ibuku.
Aku benci dengan kenyataan bahwa aku adalah anak mereka.
Aku benci keluargaku menjadi seperti ini.

Aku benci. Sangat.
Aku tak ingin berharap lebih. Aku hanya ingin mereka meluangkan sedikit waktu untukku.

Dad. Apa kau masih ingat saat kau mengajariku bagaimana caranya membuat perahu mainan dari selembar kertas? Apa kau masih ingat saat dulu, kau tak pernah absen menemaniku belajar sehingga aku bisa menanyakan sesuatu yang tak aku pahami kepadamu?

Mom. Aku merindukan elusan tanganmu di kepalaku dan lullaby yang selalu kau nyanyikan sampai aku tertidur.

Kak. Kapan kita perang bantal lagi? Saling mengejek, saling melempar boneka, saling memukul, saling bertukar barang. Kau tahu? Aku sungguh ingin melakukannya lagi bersamamu.

Sedihnya, semua itu sekarang hanya akan menjadi kenangan.
Kenangan dari sebuah masa lalu yang tak akan pernah terulang. Lagipula keadaan keluargaku sekarang sudah seperti gelas yang pecah, meski bisa diperbaiki dengan lem tetap saja retakannya akan terlihat dengan sangat jelas.

Tapi tak bisa aku pungkiri, hatiku sakit, aku merasa marah, aku kecewa, aku ingin berteriak dan mengumpati mereka semua sekencang-kencangnya.

Tapi apa yang bisa aku lakukan? Mungkin ini yang seharusnya terjadi. Ini adalah takdir dan tak akan ada satupun orang yang dapat mengubah takdir jika Tuhan tidak menghendaki.

Yang bisa ku lakukan sekarang hanyalah, melihat bagaimana keluargaku hancur perlahan-lahan dan menerima apa yang gadis itu lakukan padaku sesuka hatinya.

•••

Our RoséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang