I hope you like and enjoy my story!
Happy reading!
~●~
"Ray, lo bawa apa aja?" Tanya Rian. Selesai mencuci piring beserta antek-anteknya, dia segera menyiapkan pakaian yang akan dibawanya, lalu menuju kamar Raya.
"Nih." Tunjuk Raya pada ransel berwarna hitam di sampingnya. Rian menoleh ke arah yang ditunjuk Raya, menganggukan kepala, dan bertanya, "cuma itu doang?"
"Iya" jawab Raya seadanya.
"Lagian juga, baju gue masih banyak di rumah Ibu Ayah." Lanjut Raya. Rian mangut-mangut.
"Kata Ayah, abis sholat terawih kita langsung berangkat. Jadi siap-siap aja biar nanti gak kemaleman sampe sana." Ucap Rian. Dia ikut membaringkan tubuhnya di samping Raya yang sedang menonton serial kartun di laptop.
"Okay." Jawab Raya tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.
"Ray, gue mau nanya." Kata Rian, selang sepuluh menit keterdiaman mereka.
"Apa?"
"Udah pernah jatuh cinta?" Tanya Rian dengan muka serius. Dia menatap Raya yang juga tengah menatapnya.
Raya diam sebentar seolah mengingat kapan dia jatuh cinta, "pernah."
"Kapan?"
"Waktu SD, mungkin." Jawab Raya kurang yakin. Karena menurutnya itu hanya sebatas rasa kagum saja kepada teman sekelasnya yang telah meraih juara satu lomba lari se-kabupaten tempat tinggalnya.
"Hah? Serius?" Rian tak kuasa menahan tawanya.
"Apaan deh." ucap Raya seraya merotasikan matanya, malas.
"Serius gak?" Tanya Rian setelah meredakan tawanya. Raya hanya menganggukan kepalanya, pandangannya masih tertuju ke laptop yang tengah menayangkan serial kartun tiga beruang lucu.
"Cakep gak cowoknya?"
"Ah, pasti lebih cakepan gue dong." Lanjut Rian, percaya diri.
"Apaan sih, kenapa malah bahas masa lalu?" Sepertinya Raya salah tingkah, dilihat dari mukanya yang sedikit berubah warna menjadi merah muda.
"Lo tahu, masa lalu tidak untuk dilupakan, tetapi cukup tidak usah dipikirkan. Karena dari masa lalu itu lo bisa belajar untuk memperbaiki kesalahan di masa yang akan datang." Kata Rian, matanya terlihat menerawang, seolah membayangkan masa lalu yang kembali hadir dipikiran.
Raya diam, pikirannya jadi terbang ke masa lalu yang terasa menyebalkan. Masa di mana dia pernah mengalami cinta monyet, tidak pernah dapat ijin dari orang tua saat ingin main bersama temannya, juga pertengakaran orang tua yang mengasuhnya. Namun begitu dia jadi tahu, bahwa seburuk-buruknya masa lalu, sebagai manusia harus tetap bersyukur akan itu.
~●~
"Hati-hati ya kalian, sampe sana langsung kabari Bunda, okay?!" Ucap Bunda seraya memeluk kedua anaknya bergantian.
"Iya, Bun." Kata Si kembar.
"Hati-hati ya, Rian jangan ngebut bawa mobilnya." Kata Ayah. Beliau mengelus kepala Raya yang terbalut jilbab hitam itu.
"Asyiap!" Tangan yang bertengger di pelipis, serta bibir yang tersenyum manis menambah kadar kegantengan seorang Ananda Rian Haidar Azhar yang bersifat humoris.
"Pokoknya lo harus ngabarin Abang setiap saat." Pinta Reyond kepada Raya.
"Dih, apaan setiap saat, dikira Raya gak punya pekerjaan lain disuruh ngasih kabar setiap saat." Bukan Raya yang menjawab melainkan Rian. Senyuman manisnya pun hilang berganti lengkungan sinis.
"Ye, ngapain lo yang sewot?!" Senyuman Reyond tak kalah sinis dengan Rian.
"Ya kan gue mewakili Raya, bukan begitu Raya?" Gaya berbicara Rian ke Reyond berbeda dengan gaya bicaranya ke Raya. Yang awalnya ke Reyond sinis, namun ke Raya manis. Entah Rian memiliki dendam apa ke Reyond sampai dia sering bersikap sinis ke abangnya itu.
"Iya. Gue bakalan ngasih kabar ke Abang kok, tapi gak setiap saat." Raya terlihat masih canggung dengan keluarga kandungnya ini, padahal dia tahu mereka sudah bersikap baik sekali. Tapi, mereka sudah memahami akan ada saat seperti ini, mereka tahu, Raya hanya butuh waktu untuk menjadi dirinya sendiri.
"Nah, dengerin tuh." Sahut Rian nyolot, matanya ikut melotot.
"B aja kali tuh mata, kek gak pernah liat cowok ganteng aja." Kata Reyond, percaya diri.
"Heh, pede banget jadi orang."
"Dih, emang ganteng kali."
"Gantengan juga gue."
"Guelah"
"Gue, yang muda ngalah sama yang tua."
"Yang ada itu, yang tua ngalah sama yang muda. Ini malah kebalikan."
"Suka-sukalah. Gue ini yang bicara."
"Seterah. Yaudah yuk Ray berangkat. Ngapain ngomong sama orang gak jelas, mending berangkat biar gak kemaleman." Lelah berbicara dengan Reyond. Rian segera mengajak Raya pergi ke rumah lamanya.
"Kita pergi ya, Bun, Yah, Assalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh." Ucap Rian lalu menyalimi tangan orang tuanya diikuti oleh Raya. Setelahnya Rian segera menarik tangan Raya menuju mobil hitam miliknya.
"Heh curut, gak pamitan sama abang dosa lho." Teriak Reyond, karena si kembar sudah menaiki mobilnya yang sudah menyala. Rian menahan tawanya.
"Gak mau. Gak penting juga." Rian balas berteriak.
"Kurang ajar ya." Reyond melotot, sedangkan Rian dan Raya tertawa. Orang tuanya yang melihat itu hanya menggelengkan kepala karena sudah lelah melerai keduanya.
"Kita pergi, Bun, Yah, Bang, Assalamualaikum." Teriak Raya sambil melambaikan tangannya.
"Waalaikumsalam warrahmatullah wabarakatuh."
~●~
A.n:
Sory late update. Don't forget to vote, comment, share, and follow my akun. Thank you💃
KAMU SEDANG MEMBACA
Raya✔
Teen Fiction"Hidupnya yang dulu kelabu, menjadi mejikuhibiniu." Jangan lupa, setelah duka ada tawa, begitupun sebaliknya. Dan semua itu sebab Takdir Sang Pencipta. Cover by pinterest. © Fryanti Ishara Rifani, 2018.